Setelah makan siang, gue kembali ke kamar. Mau melanjutkan tidur lagi. Meski kalau dihitung gue sudah tidur lumayan lama, tetap saja gue perlu tidur lagi, karena untuk saat ini, tidur adalah pilihan terbaik. Daripada gue ditanyai macam-macam sama Bunda, atau harus memikirkan bagaimana cara menghadapi Alan setelah apa yang terjadi semalam.
Pandangan gue langsung menatap koper dan tas selempang Alan di dekat meja belajar, begitu membuka pintu kamar gue. Maksudnya apa coba dia pindahin koper ke kamar gue?
Omelan gue langsung meluncur begitu saja ketika objek yang ingin gue omeli muncul di ambang pintu. Dengan santainya dia masuk seolah ini kamarnya sendiri, lalu duduk di kursi meja belajar, menghadap ke arah gue yang duduk di bibir kasur.
"Kamar Alit lebih sempit, jadi menuh-menuhin."
"Terus kalau begini, nggak menuh-menuhin kamar gue?" sungut gue.
"Ya udah sih, nitip sehari doang," gerutunya sambil mengaitkan resleting kopernya lalu memberdirikannya di balik pintu yang tertutup.
"Sehari doang?"
"Iya, kan aku udah pesen tiket lagi buat balik besok Kamis," ucapnya enteng. "Jam tujuh malem, setelah ayah pulang kerja, biar bisa dianterin."
Gue terpaku mendengar kata 'ayah' terucap begitu saja di mulut Alan. Dan sekarang gue baru sadar kalau interaksi bunda dengan Alan sudah lebih dekat. Bahkan Alan nggak memanggil Tante lagi. Tadinya gue sudah hampir protes, tapi gue urungkan karena baru sadar kalau sekarang perasaan gue terasa menghangat.
Dan apa tadi dia bilang? Dia mau pulang ke Jakarta besok?
Gue hanya diam, berusaha mengendalikan diri. Kenapa gue kesal banget saat mengetahui kalau Alan mau pergi besok? Kenapa sekarang gue justru maunya Alan menginap di sini terus?
Sekarang gue jadi pengin menertawakan diri gue sendiri yang bisa-bisanya kemarin malam sok-sokan marah dan pengin ngusir Alan pergi.
Namun, setelah gue pikir-pikir lagi, seandainya semalam Alan pergi beneran, pasti gue juga bakal pergi nyusulin dia. Mungkin gue bakal bawa dia ke hotel terdekat karena nggak tega dia luntang-luntung sendirian malam-malam.
Tuh kan, ending-nya memang bakal sama saja. Gue dan dia berakhir di ranjang yang sama di pagi hari. Entah di mana pun lokasinya.
"Ca ...."
Tiba-tiba gue merasakan sisi kasur gue bergerak. Dan saat itulah gue sadar kalau Alan sudah duduk di sebelah gue.
"Makasih udah mau nerima aku lagi." Kini ia memeluk gue dengan senyum lebar.
"Siapa yang bilang—"
"Semalem aku mimpi buruk, Ca."
"Nggak, kamu mimpi indah. Pasti kamu mimpiin aku kan? Soalnya aku terlalu ganteng."
Alan tertawa sehingga tubuhnya yang masih memeluk gue sedikit bergetar. "Yang bener, aku mimpi buruk, terus kamu dateng nenangin aku."
"Mana ada? Kamu masih ngigo kali, nggak sadar mana yang mimpi mana yang bukan."
"Tadinya emang iya. Tapi pas ada yang ngelepas kaitan braku, aku langsung sepenuhnya sadar. Apalagi habis itu ..."
"Diem nggak?" Gue langsung berusaha mengurai pelukannya dan menyorotkan tatapan penuh ancaman.
Tawa Alan pecah. Ia kembali memeluk gue lagi. Lama kelamaan tangan gue tergoda untuk balas memeluknya dan menyesap wangi rambutnya yang menguarkan aroma sampo gue.
"Maafin aku ya, Ca. Kalau aja aku nggak ngelakuin kebodohan itu, atau kalau aku udah cerita semuanya dari lama, pasti kita bisa pelukan kayak gini terus sejak bertahun-tahun lalu," bisiknya tepat di dada gue.
![](https://img.wattpad.com/cover/217736705-288-k386786.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Take Me Back to The Start (COMPLETED)
RomanceBintang nggak pernah menyangka akan tergila-gila dengan perempuan berusia 4 tahun lebih tua darinya. Dan semakin nggak menyangka ketika perempuan itu langsung mau diajak jadian pada bulan pertama perkenalan mereka. Baginya, Alanda merupakan wujud ny...