Coba yang jam segini masih bangun, ngacunggg!
Dari subjudulnya, udah bisa nebak dong ini partnya bakal agak sendu. Jadi kalian harus spam komen di setiap paragraf, biar Uca lebih semangat!
Kalo bisa kirim chat ke Uca, kalian mau kirim chat apa? Coba tulis di inline komen wkwk
Oh iya, minta tolong bantuin ditandai ya, kalau ada typo! Thank you!
***
Salah satu hal paling rese selain ditinggal pas lagi sayang-sayangnya adalah ketika lagi tidur, terus bangun-bangun malah listrik mati. Untuk beberapa detik pertama, jantung gue berpacu sangat cepat karena khawatir kalau gue mendadak buta.
Dulu gue pernah membaca novel fantasi yang menceritakan sosok anak kecil yang suka berbuat jahat pada tukang penjual lampu. Kemudian esok harinya dia tidur, dan bangun-bangun langsung buta. Memang sih kelanjutan cerita itu banyak pesan moralnya. Namun pada beberapa bagian tetap membuat gue trauma.
Setelah sadar kalau sekarang sedang mati lampu, gue meraba-raba sisi tempat tidur mencari ponsel. Rupanya ini sudah pukul tujuh malam. Dan ketika gue menyalakan senter dari ponsel, barulah gue sadar kalau ternyata di luar hujan deras.
Kini gue memilih untuk menarik kursi meja belajar menuju jendela kamar, lantas membuka jendela lebar-lebar. Gue duduk di dekat jendela memandangi komplek rumah gue yang gelap. Tidak lupa sengaja mematikan senter ponsel agar gue semakin tenggelam di kegelapan ini. Sepertinya baru kali ini gue sangat menikmati hujan sangat deras yang dibarengi dengan listrik mati. Biasanya gue langsung misuh-misuh karena nggak bisa mengerjakan tugas, lalu semakin mengeluh kalau baterai ponsel gue tinggal sedikit.
Sekarang gue sama sekali nggak peduli berapa baterai ponsel gue. Pandangan gue lurus memandangi deru suara hujan yang begitu kencang disertai suara petir sesekali. Rasanya ini waktu yang tepat untuk menikmati kegalauan gue. Baru kali ini gue merasa kalau suara deru hujan ini bisa menenangkan hati gue. Pantas aja ada beberapa aliran manusia yang suka banget sama hujan.
Kini jiwa bocah gue jadi tergelitik ingin main hujan di luar. Dulu pas masih sekolah, setiap hujan deras gini gue langsung mengundang sohib-sohib untuk berkumpul di lapangan bola dekat komplek. Bermain bola saat hujan deras gini jauh lebih seru dan menantang, karena lapangan licin, atau malah sering digenangi air. Sekarang, dengan umur gue yang sudah menyentuh kepala dua—meski baru beberapa bulan, membuat gue nggak bisa melakukan itu lagi. Selain malu sama umur, teman-teman sepermainan gue dulu juga sudah sibuk sama urusannya masing-masing.
"Ca, kamu dipanggil sama Ayah dari tadi lho!" teriakan cempreng Alit berhasil memecah lamunan gue.
"Ayah marah tuh, dari tadi kamu dipanggil nggak nyahut!" tambahnya yang membuat gue langsung menegakkan tubuh dan mengambil ponsel untuk menyalakan senter.
Alit mengikuti langkah gue menuruni anak tangga perlahan. Di ruang tengah, terlihat bayangan Ayah tengah berkacak pinggang seperti sudah bersiap akan menyemburkan amarah. Meski gue nggak bisa melihat muka Ayah dengan jelas, suasana hening ini sudah cukup memberitahu gue betapa kesalnya Ayah saat ini.
"Ternyata dari tadi dia tidur, Yah." Ucap Alit sambil duduk di sofa, sebelah Bunda.
Gue agak terkejut mendengar ucapan Alit. Kok tumben dia nggak ngumpanin gue ke Ayah? Padahal jelas-jelas tadi dia lihat gue lagi ngelamun di depan jendela. Gue udah bangun setengah jam yang lalu.
"Udah salat maghrib belum?" tanya Ayah dengan suara dingin.
"Belum, Yah."
"Udah sana sholat dulu! Ini udah hampir isya' padahal!"
![](https://img.wattpad.com/cover/217736705-288-k386786.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Take Me Back to The Start (COMPLETED)
Roman d'amourBintang nggak pernah menyangka akan tergila-gila dengan perempuan berusia 4 tahun lebih tua darinya. Dan semakin nggak menyangka ketika perempuan itu langsung mau diajak jadian pada bulan pertama perkenalan mereka. Baginya, Alanda merupakan wujud ny...