Bintang nggak pernah menyangka akan tergila-gila dengan perempuan berusia 4 tahun lebih tua darinya. Dan semakin nggak menyangka ketika perempuan itu langsung mau diajak jadian pada bulan pertama perkenalan mereka.
Baginya, Alanda merupakan wujud ny...
Karena part ini pendek, jadi update sekarang aja deh!
Coba tag temen kalian yang wajib baca cerita ini! Biar bisa ngomongin kemalangan nasib Uca bareng-bareng wkwkw
Btw cerita ini kemungkinan bakal sampai bab 40 aja. Jadi bentar lagi mau tamat nih wkwkw gak nyangka udah 6 bulan lebih bersama Uca.
Jangan lupa vote ya!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Istirahat dulu sana, Rin. Belum sarapan kan lo?" suruh gue pada Daryn yang helaan napasnya terdengar dari tempat gue duduk.
Sejak habis subuh tadi, ruangan resepsionis tidak berhenti kedatangan tamu. Kebanyakan tamunya merupakan rombongan keluarga yang bersiap menghabiskan akhir pekan. Mengingat sejak kemarin villa sudah nyaris penuh, tamu di living room benar-benar penuh. Berbagai pesanan camilan dan minuman hangat nggak juga berhenti.
Sementara yang menjaga living room cuma gue dan Daryn. Walaupun agak keteteran, kami bisa menyelesaikan semua pesanan dengan cepat. Sekarang sudah pukul delapan, dan living room mulai sepi. Para tamu kini beranjak menuju restoran untuk sarapan.
"Nanti aja nggak papa, Mas. Tadi udah makan roti bakar kok!" tolak Daryn halus. Dia duduk di stool sambil mengeluarkan ponsel dari saku apronnya.
Setelah itu, Daryn tenggelam dengan dunianya sendiri. Sementara gue malah melamun sambil memandang sekeliling. Setiap kali melihat serombongan keluarga yang datang, hati gue selalu menghangat. Apalagi ketika menyaksikan interaksi mereka satu sama lain.
Namun di sisi lain, gue merasa ada bagian di hati gue yang berlubang. Harapan gue untuk membangun sebuah keluarga sudah hilang sejak lama. Mungkin sampai bertahun-tahun ke depan, gue cuma bisa menatap iri pada semua orang yang punya keluarga kecilnya sendiri. Tanpa pernah bisa merasakannya sendiri.
"Ini fasilitas andalan kami, Bu. Namanya living room. Di sini, seluruh tamu bisa menikmati berbagai minuman hangat, juga camilan ringan. Living room ini buka setiap pagi pukul setengah enam sampai pukul sembilan. Dan sore hari dari pukul empat sampai pukul enam. Oh iya, semua yang dipesan di sini gratis ya, Bu." Ketika mendengar suara tersebut yang semakin dekat, refleks gue berdiri dari kursi, bersiap melayani.
"Saya mau pesan espresso aja satu."
"Ma, kan aku udah bilang, jangan kopi! Teh aja!"
Tubuh gue langsung menegang saat suara tersebut menembus saraf pendengaran gue. Benar saja. Ketika menoleh, tatapan gue langsung bertautan dengan sosok itu. Cewek sialan yang sudah memberantakkan hidup gue lima tahun lalu.
"Ya udah deh, Mas, teh hijau satu ya,"
"Tante?" gue memanggil wanita yang sejak tadi mendongakkan kepala untuk membaca papan menu yang terpajang besar-besar di belakang gue. Ketika tatapannya mengarah pada gue, barulah gue menyunggingkan seulas senyum. "Apa kabar, Tante?"