Bab 29

582 75 3
                                    

Taqabbalallahu minna waminkum taqabbal ya karim.
Selamat hari raya idul fitri teman-teman, mohon maaf lahir dan batin ya🙏❤ Semoga kita dipertemukan kembali dengan bulan ramadhan berikutnya. Aamiin.

****

Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tetapi Adnan belum juga kembali ke kamar. Fara segera membaringkan Arka di atas kasur, lantas ia berlalu keluar kamar untuk mencari Adnan.

Tepat di sebuah balkon yang berada di atas perpustakaan, Fara melihat Adnan sedang duduk di sana sembari menatap bulan sedangkan bintang tidak ada bersamanya. Langit begitu mendung, sepertinya hujan akan segera turun.

"Kenapa ke sini, Sayang? Arka sendirian dong di kamar. Dalila juga sebentar lagi pulang ke rumah, dia masih ada kegiatan di madrasah," ujar Adnan, ia beralih menyibukkan diri dengan membaca beberapa buku bacaan ringan di tangannya saat menyadari kehadiran Fara.

"Bagaimana ana bisa tidur kalau Mas masih di sini. Kenapa? Kangen sama Araya?" Fara duduk di samping Adnan, kemudian menggenggam erat tangan suaminya.

"Akhir-akhir ini Fara selalu perhatiin Mas bolak-balik ke kamar Raya. Apa yang jadi kekhawatiran, Mas, hm?"

Adnan menoleh sembari tersenyum tipis. "Araya sudah seperti anakku, lalu bagaimana bisa seorang ayah merasa tenang ketika putri kesayangannya jauh darinya. Mas cuma kangen Araya, biasanya ... Raya duduk di sini."

Rindu bukan hanya menyimpan banyak makna, tetapi memutar kenangan ketika rindu itu semakin besar adanya. Memang benar, ketika berjauhan akan terasa lebih menyesakkan. Sungguh, tidak ada yang tahu kecuali dirinya dan Tuhan, betapa Adnan sulit melepaskan Araya dengan mengikhlaskannya menikah. Sementara Adnan hanya bisa gigit jari sebab melepaskan apa yang dahulu ia miliki dan begitu ia sayangi.

Bahkan tidak ada yang tahu, bagaimana besarnya kasih sayang ketika ia membesarkan Araya.

Air bening terjatuh seiring ia merasakan kehangatan saat Fara menyimpan kepalanya di bahu. "Jangan terlalu mengkhawatirkan Araya, dia sudah besar dan sudah tahu bagaimana cara menyelesaikan masalahnya sendiri. Lagi pula dia menikah dengan sahabat Mas. Seseorang yang Mas percayai untuk menjaganya. Dan sekarang tugas kita hanya perlu mendoakannya saja."

Adnan mengangguk membenarkan, lalu tersenyum saat satu tangannya memeluk pinggang Fara. "Araya itu ... dulu pendiem, tapi pecicilan. Teman yang bisa dia ajak bercerita cuma mas, kadang-kadang kalau dia lagi sedih, mas nggak ada di sampingnya. Setiap kali mas pulang, pasti yang dia minta cuma satu, dengerin dia curhat. Sampai-sampai mas ketiduran terus dia ngomel," ujar Adnan kemudian  tertawa.

Tawa itu terdengar renyah, tetapi sayang, tak mampu bertahan lama. "Dan sekarang Araya belum terbiasa lagi jauh dari mas, kadang dia selalu mengeluh pengen pulang. Terus waktu mas nyuruh dia pulang, dia nggak mau. Katanya, urusannya belum selesai."

Adnan menunduk dalam, hatinya seperti diremas oleh tangan tak kasat mata. Namun, ia tidak ingin menangis apalagi di hadapan Fara. "Mas nggak tahu kalau masalah ini bisa merambat sampai sejauh ini. Dan sebagai yang bertanggung jawab, mas justru menyerahkan semuanya sama Araya, mas rasa ... mas sendiri yang mengirim beban itu untuknya."

Siapa yang tahu, bahkan Fara juga baru tahu jika Adnan ternyata menyimpan beban ini sendirian. Selama ini, Fara hanya melihat senyum itu tanpa curiga bahwa ternyata Adnan sedang terluka.

Pelan Fara mendekatkan dirinya pada Adnan, kemudian mencium pipi suaminya dengan sayang. "Mas tahu, 'kan? Allah tidak akan memberi cobaan di luar batas kemampuan hamba-Nya. Allah tahu apa yang terbaik untuk Araya, cukup kita ambil saja hikmahnya."

Jodoh Yang Dinanti √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang