"Araya, kenapa kamu ada di sini?" Oma terkejut dengan kedatangan Araya. Wanita paruh baya itu bahkan sampai berdiri dari tempat duduknya.
"Oma, Oma ke sini sama Kak Nathan?" Araya tidak lantas menjawab pertanyaan Oma, di pikirannya saat ini hanya ada Nathan. Tidak ada yang lain.
"Nggak, Oma ke sini karena ingin bertemu keluarga kamu. Kita belum sempat bersilaturahmi, bukan?" Mata Oma masih memancarkan kebingungan, satu per satu penghuni rumah sederhana tetapi sangat kentara dengan aura keagaamaan itu ia tatap.
"Silakan, duduk kembali, Oma." Bunda kembali berbicara. Berusaha mencairkan suasana tegang yang baru saja putrinya ciptakan. Padahal ini adalah suatu kejutan yang sangat baik. Setelah sebelumnya mereka harus menunggu hanya untuk mendapatkan waktu dari pengakuan keluarga menantunya.
"Araya, ke kamar dulu, ya?" Fara mengusap bahu Araya, membuat Araya tersentak dari lamunan.
"Tapi—" Mata Araya sudah berkaca-kaca, memandang Oma yang masih berdiri menatapnya. "Tapi Oma harus tahu, Kak Nathan belum ke sini jemput Raya lagi. Bahkan nomornya juga nggak aktif, Raya cuma mau tahu apa Oma tahu di mana Kakak?"
"Araya." Adnan turut bersuara. "Tidak baik bersikap seperti ini kepada tamu yang baru saja datang. Biarkan beliau beristirahat dulu baru setelah itu kita membicarakan ini."
"Memangnya ada apa ini?"
Dari pertanyaan Oma, sudah dipastikan wanita itu tidak tahu apa yang terjadi pada putranya. Apakah keluarga di Jakarta tidak ada satu pun yang memberitahu? Tapi apa alasannya. Dan pada akhirnya pemikiran itu membuat Araya tidak mau bersikap gegabah dan mengakibatkan kekacauan. Sehingga akhirnya perempuan itu mengangguk. Lalu menyalami tangan Oma.
"Maafin, Raya, Oma. Raya sudah bersikap lancang." Perempuan itu berusaha mengukir senyum.
"Tapi—"
"Terima kasih Oma karena mau berkunjung ke rumah kami. Raya seneng, akhirnya Oma mau menemui keluarga Raya." Di sudut mata itu, Araya menjatuhkan air bening. Seperti apa pun Oma di mata keluarganya, yang tentu saja mempunyai kuasa penuh atas peraturan dalam keluarganya. Tidak terkecuali untuk suaminya. Namun, Araya senang. Mungkin ini adalah awal di mana Oma mulai mau menerimanya.
Terbukti dari bagaimana wanita itu lantas memeluk Araya. Mengusap punggungnya pelan, layaknya seorang nenek kepada cucu kandungnya. "Maafin, oma, karena baru sekarang oma mau menerima kamu. Kemarin oma masih shock, makanya oma melakukan yang tidak-tidak," katanya, tulus terdengar di telinga seluruh yang berada di ruangan itu.
"Nanti oma jelaskan semuanya sama kamu biar tidak ada kesalahpahaman perihal apa yang pernah terjadi sebelumnya. Oma juga sudah berbicara dengan Riani." Oma mengurai pelukan. "Oma mau bersilaturahmi dengan keluarga kamu dulu, baru setelah itu kita bicara lagi," lanjut Oma kemudian.
Araya mengangguk lega. Hal-hal yang membuatnya khawatir perihal Nathan melebur seketika. Tenang, sebab akhirnya Oma mau menerimanya dengan lapang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Yang Dinanti √
Lãng mạnSpin off : Cinta dari Allah Spiritual-Romance Ini tentang Araya Maharani, seorang perempuan yang terkenal memiliki tabiat cuek di sekolahnya. Membuatnya tak memiliki banyak teman. Itupun hanya bisa dihitung jari, meskipun begitu Araya memiliki sahab...