Bab 48

406 48 13
                                    

Sesuai permintaan kalian, aku update cepet-cepet. :*
Jadi, jangan lupa tinggalkan apresiasi kalian untuk vote dan komen yang banyak di bab ini juga. Aku tunggu, ya 😘

Salam sayang dan selamat membaca.❤

☁☁☁

"Hidup lo lagi kacau, sekali-kali lampiasin, lah. Jangan dipendem terus, seenggaknya tenang bentar nggak apa-apa, 'kan?" Bani—sepupu Nathan selain Rendi— melempar satu batang rokok beserta korek api elektrik pada Nathan. Seketika Nathan langsung menangkapnya sigap.

Setelah itu, Bani pergi meninggalkan Nathan di taman belakang sendirian. Netra abu-abu itu memandang redup sebuah batang rokok yang sudah lama tidak pernah ia sentuh lagi. Bayangan masa lalu terburuknya berputar ulang di kepala. Rokok, minuman keras, kelab malam, pukulan, lalu kehilangan. Nathan tersenyum tipis nyaris tak terlihat saat mengingatnya, lelaki itu lantas memantik korek api dan menyalakan rokok.

Jika pada akhirnya kekacauan selalu terjadi dalam hidup akibat keegoisan seseorang, maka tidak seharusnya Nathan pun menjadi korban. Baru saja bahagia merasa kasih dan sayang, tiba-tiba harus direnggut lagi karena paksaan dari seseorang yang bahkan Nathan tidak bisa berkata tidak. Nathan membenci kehilangan, tetapi lagi-lagi sepertinya warna hidup bernama bahagia belum sepenuhnya memihak.

Andai saja oma tidak menyuruh Nathan ke pesta ulang tahun perusahaan Bhamakerti malam itu, juga tidak ada yang menjebaknya bersama Riani sampai menciptakan foto tersebut, Dan sang papa tidak mengalami kecelakaan yang membuatnya membutuhkan transplantasi jantung.  Lalu mamanya Riani tidak terkungkung hawa nafsu hingga meminta janji kepada Nathan untuk membalas budi, atas kebaikannya mengikhkaskan jantung papa Riani untuk Pranata.

Dan sungguh, andai saja rencananya tidak menghubungi Araya sama sekali berjalan lancar, sampai masalahnya di sini ia selesaikan dengan baik lalu kembali menjemput Araya pulang. Maka perpisahan antara dirinya dengan Araya tidak akan pernah terjadi. Adnan serta Araya tidak perlu tahu, toh, Nathan tidak masalah menyimpan beban ini sendirian, asal tidak menyakiti orang-orang yang ia sayang.

Semesta, apakah kau memang sedang bercanda dengan laki-laki yang terpuruk itu? Atau memang kau sedang ingin mengujinya sekedar memberi tahu, bahwa pelangi akan selalu ada setelah hujan turun membasahi bumi. Bahkan bulan akan selalu berpendar dalam gelapnya malam, dan mentari akan selalu datang memberi kehangatan untuk bumi yang sedang beku.

Kelam sang malam ditemani kepulan asap rokok, Nathan termangu mendegarkan suara jangkrik bernyanyi seakan menemani kepiluannya saat ini. Kepingan kenangan saat bersama istrinya menari-nari di kepala. Dan berakhir derai air mata saat melihat bidadarinya menangis sebelum pergi.

Hey, Nathan sedang frustasi, pikirannya sedang kacau, sehingga ia berpikiran pendek. Berpikir dengan sedikit menyesap rokok masalahnya akan sedikit terlupakan. Tapi tolong maafkan Nathan, karena di saat seperti ini ia justru tidak lantas mengingat tuhannya.

Nathan hendak kembali mengisap rokok sebelum tangan lain mencegahnya. Ia menoleh ke samping, datar pandangannya saat berpapasan dengan Riani. "Jangan, Nath, berhenti lakuin ini." Riani ambil rokok di antara dua jemari Nathan lalu membuangnya ke tanah.

"Kenapa?"

"Nathan yang aku kenal nggak melampiaskan kemarahannya dengan rokok."

Nathan tersenyum miring. "Kamu salah paham kalau gitu." Lelaki itu berdiri kemudian menenggelamkan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Aku udah selesai, ayo masuk!"

"Aku nggak masalah kamu bersikap kayak gini sama aku, tapi jangan menyiksa diri kamu sendiri dengan berbuat sesuatu yang sebenarnya nggak kamu mau." Riani ikut berdiri, menunduk, enggan menatap sosok lelaki di hadapannya. Terlampau malu untuk itu.

Jodoh Yang Dinanti √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang