Bab 19

468 89 22
                                    

Bintang yang tidak akan pernah bisa aku gapai.

****

"Nggak ada kata terima kasih dalam persahabatan, kan? Jangan gitu, aku yang seharusnya berterima kasih," ujar Fahri dengan senyuman. Terlihat jelas bahwa wajah tampan itu semakin memancarkan kebahagiaan.

"Kenapa?"

"Karena mau memberiku kesempatan." Fahri menyimpan kitab yang sedari tadi ia pelajari ke atas meja.

"Aku janji, akan membahagiakan kamu, Ra."

"Saya pegang janji kamu," ujar seseorang membuat Araya dan Fahri mengalihkan pandang.

Adnan duduk di samping Araya berhadapan dengan Fahri. "Araya bagaikan permata bagi kami. Maka kamu harus menjaganya dengan baik, kehormatannya, nama baiknya juga kebahagiaannya."

Pandangan Adnan menyorot serius, tetapi Fahri membalasnya dengan tenang.

"Kamu masih ingat, kan, kata-kata saya delapan tahun yang lalu?"

Fahri tentu saja mengangguk. Perkataan itu selalu tersimpan rapi di kepalanya. "Lelaki sejati tidak akan pernah ingkar janji."

"Bagus."

Araya terkekeh pelan, kedua lelaki di hadapannya ini dari dulu selalu begitu. Tidak berubah meski sudah terlewat oleh waktu dan jarak. Sangat dekat, layaknya saudara kandung.

Adnan menepuk kedua pahanya sebelum berdiri. "Ya sudah, ayo. Bunda udah nungguin kita di mobil."

Hari ini, Araya akan melakukan fitting gaun pengantin di salah satu desainer yang merupakan sahabat Fatimah. Namun, tidak dengan Fahri sebab lelaki itu harus segera kembali ke Jakarta menemui kedua orangtuanya, dan akan kembali datang ke Tasikmalaya saat pernikahan.

"Sampai bertemu nanti ya, Ya. Aku nggak sabar pengen cepet halalin kamu. Biar bisa bawa kamu ke mana pun dan nggak perlu rindu," ujar Fahri setelah keduanya berdiri di samping mobil.

Araya menahan tawa, bukannya baper perempuan itu malah merasa geli. "Fahri, udah ya, kamu nggak cocok ngegombal tahu, gak! Nanti aja kalau udah halal biar aku nggak geli." Araya merespons dengan jujur.

"Pura-pura seneng kek, Ra, ya Allah. Nggak mau banget bikin aku seneng."

"Udah, ah, mau berangkat dulu. Nggak baik ngobrol berduaan gini nanti ada setan!"

Fahri tertawa. "Yaudah, hati-hati. Sampai bertemu di pelaminan calon istri."

Diam-diam Araya mengulum senyum, tidak pernah mengira hubungannya dengan Fahri akan sejauh ini. Sahabat, yang sebenarnya sudah Araya anggap seperti kakaknya sendiri, kini akan segera menjadi suaminya.

Menunduk malu Araya melambaikan tangan. "Dadah sahabatku, calon suamiku." Lalu berlari dan segera memasuki mobil.

Fahri tertawa seiring mobil yang ditumpangi Araya mulai melaju. Impian yang sedari dulu ia simpan akan segera terwujud, jangan bertanya sebarapa banyaknya Fahri bersyukur, atas karunia yang sudah Allah berikan. Dari doa yang selalu ia langitkan.

🍀🍀🍀

Matahari begitu terik, menyorot sempurna pada sebuah mobil mewah berwarna merah yang baru saja memasuki halaman luas dari kantor Pranata Company. Kaki jenjang milik perempuan itu terlihat begitu ia turun dari mobil. Memasuki kantor berlantai dua puluh tersebut lalu disambut ramah oleh para staf yang sangat mengetahui siapa sosok perempuan itu. Yang akhir-akhir ini sering datang berkunjung, siapa lagi tujuannya jika bukan untuk menemui sang direktur utama.

Jodoh Yang Dinanti √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang