Anggi masih sangat menanti jawaban dari abangnya, ya bagaimana tidak, dia ingin segera merobek mulut itu.
“Gue tahu dari dua orang, Dira, dan Serena,” ucap abangnya membuat hati Anggi terdampar sedalam-dalamnya, what? Dia sedang tidak salah dengar, kan? Iya, dia memang tahu, kalau Dira, selalu mengawasinya, dua puluh empat jam. Tapi, Serena? Tunggu, apa Serena yang dimaksud adalah Serena yang kemarin-kemarin ulang tahun? Yang benar saja, muka tembok! Geram Anggi tak habis pikir.
“Yang lo maksud, Serena siapa, bang?” Tanya Anggi memastikan, oke, jangan panik dulu, disekolah nya, banyak yang namanya Serena, itupun kalau memang Serena yang di sekolahan nya.
“Serena, yang lo biasa panggil Sese,” deg... Anggi membulatkan matanya, kelopak matanya terbuka lebar, ja—Jadi benar ternyata Sese nya lah yang melaporkan hal ini pada keluarganya. Jadi, apakah, alasan Sese memaafkan nya dengan cepat, karena seharusnya bukan dialah yang meminta maaf? Ah, pikirannya jadi kacau!
“B—bang, gi— gimana ceritanya itu semua?” Tanyanya gagap, mulutnya masih menganga lebar, tak percaya sahabatnya menusuknya dari belakang.
“Jadi, dia waktu itu datang sama Dira, pake motornya, sejam sebelum kalian balik, sebelum hujan juga...” Jelas abangnya pelan, sengaja agar emosinya setidaknya turun.
“Terus dia punya bukti foto di tempat itu ada Revan yang nyulik lo, kejebak lo!” Oke oke, emosinya tidak bisa turun menceritakan nya.
“Dan, darimana adanya kita aneh aneh gitu?!” Tanya Anggi, nada akhirnya sedikit ngotot, gimana, nyatanya dia tidak bersalah, kok. Hanya fitnah dari mulut ke mulut yang menyebarnya lebih cepat daripada menyebar ke orang yang sedang diperbincangkan tersebut.
“Tentu gue tau, dong. Sudah ditebak, dari tempatnya, kan?” Tanyanya dengan pandangan sinis, arggh... Anggi sangat membenci ini, mau menjelaskan darimana lagi dia ini? Kenapa ngeyel sih, seolah ucapannya itu semuanya salah, selalu salah, dan selalu saja salah.
Anggi memalingkan wajahnya sembari memutar bola matanya malas, ya, bagaimana dia tidak malas coba, berapa kali lagi sih, dia harus menjelaskan. Ah, semua itu, tentu tak akan terjadi kalau bukan karena surat sialan yang ia buang itu.
“Bang, berapa kali gue harus jelasin?” Tanya Anggi bersabar, nadanya juga memelas, dia benar benar ingin berteriak saat ini, mencurahkan isi hatinya, ke siapa? Tidak ada siapa siapa yang bisa ia jadikan teman curhat. Kecuali, dua sahabatnya, atau, mantan pacar nya.
Abangnya pergi dari kamar, Anggi menoleh sejenak sampai batang punggung nya menghilang dari pandangannya, awalnya, ia mengira abangnya akan melaporkan, ternyata dia membawa mobil karena mesinnya yang juga terdengar kencang. Oke, kali ini dia merasa selamat, tapi curhat nya kesiapa ini??
Anggi kemudian memutuskan untuk mandi sejenak, untuk kembali merefresh pikirannya, pagi pagi sudah membuat kepalanya pusing cenat cenut saja, dasar dua orang bodoh itu.
Selesai mandi, Anggi langsung terbaring ke kasurnya, kemudian berguling untuk mengambil ponselnya yang tak bisa ia raih. Oke, mungkin dia bisa menelpon seseorang untuk menenangkan hatinya, meski itu tak akan membuat pikirannya fresh selamanya.
Dia mengetik grup wa nya, dengan dua sahabatnya, ya, grup apa lagi kalau bukan grup pergibahan antar tiga cewek? Anggi mulai menggunakan jari jempolnya untuk mengetik di keyboard layar sentuh nya.
Me:
Eh, gue gabut nih, Telp me atau nggak Video Call kek.Vania: Eh, sorry ya, Nggi. Gue lagi sibuk nih soalnya, bukannya gue gak mau telp lo. Sama Sisca aja sono!
Sisca: idih ngapa juga harus gue, sih?! Emang lo ada masalah apa sih Nggi? Kalau gabut mah nonton YouTube aja sono! Jan malah lo nelpon gue!
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding With Two Love Two Way
RomanceKetika cewek pendiam bertemu dengan cowok cerewet yang terkurung dalam lemari es dan sudah sama sama memiliki pacar. Lalu harus menikah? Kisah manis dimulai saat mereka memutuskan pacar yg bukan takdir mereka. lantas dapatkah mereka hidup begini? Ma...