EXTRA PART

9 1 0
                                    

Setahun kemudian

Anggi kini dalam posisi duduknya yang menekuk lutut, dia melihat kearah jendela, perasaan gusar selalu menghampirinya sedari tadi.

Dari belakang, pelan, munculah seorang cowok yang adalah anugerah milik Anggi, dia memberikan sebuah jaket untuk Anggi, setidaknya ini bisa membuat keadaannya membaik. Anggi menoleh pelan, dia melihat prianya, lalu tersenyum tipis penuh rasa kegusaran.

“Van,” Anggi menghentikan ucapannya, sesaat. Dia menarik nafasnya untuk kembali berbicara, “Makasih ya, udah nemenin aku selama ini,” dengan senyum tipis, matanya sudah berkaca-kaca, tapi sesaat Anggi menepis air matanya, agar tak terjatuh. 

Revan memeluk Anggi, dari arah belakang, dia juga terhanyut, sama seperti Anggi saat ini. Mereka sama sama ingin menangis, ingin tertawa, kedua perasaan itu selalu hadir secara bersamaan. Anggi segera membalas pelukan Revan, mulai menangis.

“Kita emang sahabat Nggi,” jawab Revan sembari mengelus pelan punggung Anggi, mereka saat ini berada di ruangan yang merupakan calon rumah mereka saat menikah nanti, namun rumah ini sudah jadi, nampak seperti rumah-rumah di Italia.

Cahaya jendela yang menyinari kegelapan di ruangan ini, Anggi melepas pelukannya, kemudian melangkah pelan menuju kearah jendela tersebut. Dirinya tersenyum pelan, membuka jendela tersebut kemudian terlihatlah cahaya terik matahari di pagi hari yang juga disertai angin menyegarkan.

Anggi menatap sekitar, matanya tak bisa lepas dari pemandangan baru di rumahnya ini. Sangat jauh dari kota lamanya, maka dengan kata lain, Anggi harus merelakan berpisah dengan teman temannya, untuk selamanya. Dan mereka hanya bisa berhubungan lewat video call saja.

“Aku kangen temen temen ku, Van.” Ucap Anggi yang kini mencoba menepis air matanya, oke, kali ini dia harus relakan, ini, antara senang dan sedih. Anggi senang karena bisa menikahi sahabat masa kecilnya, tapi disisi lain, dia juga sedih karena harus berpisah dari kedua sahabat terbaiknya.

Sese, Sisca, Vania, lalu jangan lupakan Sasha, bagaimana kabar mereka?

Hari ini sudah kembali menjadi hari Senin, hari yang sangat panjang bagi mahluk hidup di seluruh dunia, terutama bagi manusia.

Sisca dan Vania kini melangkah, tanpa seseorang yang berada di tengahnya. Biasanya, mereka bertiga lah yang berjalan bersama, ghibah bersama. Namun sekarang, kesenangan itu telah sirna karena sebuah alasan yang menjadi rahasia Anggi yang tak boleh dikupas pada siapapun.

“Van,” Sisca berkata, nadanya terasa sesak sekali, Vania Hanya menjawabnya dengan anggukan kepala, “Gue kangen Anggi,” lanjutnya dengan menangis sesenggukan, dia berhenti sejenak, tubuhnya sudah tak kuat lagi, dia memeluk Vania dengan perasaannya yang sedih.

Vania juga membalas pelukannya, dia juga menangis, benar benar ingin kembali ke keadaan seperti dulu. Sekarang sahabat yang membuat mereka menyatu, telah pergi dari sisi mereka untuk sebuah mimpinya. Dan semua itu membuatnya tak lagi menyenangkan untuk mereka.

“Gue juga kangen Sis, tapi gue gak bisa ngapa ngapain,” jawab Vania juga degan suara sesak, tak bisa lagi menahan air matanya untuk jatuh. Ingat kenangan di hari Sabtu waktu itu, hari terakhir keindahan persahabatan mereka. Setelah itu semuanya sirna.

“Harusnya kita nggak ke bar waktu itu,” ucapnya juga dengan nada sesak, tangisannya memecah, tak peduli seberapa banyak orang yang menjadikan mereka sebagai pusat perhatian, mereka masih terhanyut dalam kenangan masa lalu mereka, dengan Anggi.

Bagaikan sebuah kupu-kupu, mereka muncul dengan cepat, membawa sebuah keindahan, namun semuanya terjadi hanya sekejap mata.

“Gue juga nyesel Sis, bukan lo doang,” Sisca mulai menghentikan tangisannya, air matanya sudah kering, dia sudah menangis dari semalam, hatinya tergores dan tergores lagi, entah kapan akan sembuhnya, se-toxic apapun dirinya tak pernah dia mengabaikan dua sahabat baiknya yang juga selalu ada untuknya.

Wedding With Two Love Two Way Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang