Bab III

2.6K 194 24
                                    

Jangan lupa Vote Coment Share Ref.

One vote, comment, and share means a lot to this story

Semoga sebulan cerita ini kelar. Aamiin.

Selamat membaca


*********

"Kalo aku nggak ada di rumah, jangan nerima tamu laki-laki! Jangan lakuin aneh-aneh! Jangan banyak tingkah! Makan yang teratur. Jangan pulanh malem-malem! Jangan—"

Cup

"Bawel!"

Rafa tersenyum ketika istrinya mencium pipinya untuk menghentikan serentetan kalimat yang selalu ia ucapkan kepada Aretha sebelum ia terbang.

Laki-laki itu merangkul bahu Aretha sambil sebelah tangannya menggeret koper. "Yang udah maba beda." Rafa langsung mengambil roti yang sudah dipanggang melalui mesin pemanggang kemudian menyuapkannya ke mulut Aretha. "Mau langsung apa sarapan?"

"Langsung aja."

"Aku nggak pernah masuk kuliah mana tau kayak gitu." Rafa tertawa membuat Aretha mendengus.

Meskipun tidak pernah merasakan bangku kuliah, tapi laki-laki itu merasakan bagaimana berada di atas awan, dengan dirinya sebagai sang pengendara pula.

"Untung aku satu jurusan sama Hani, satu universitas sama personil GAIS."

Rafa mengernyitkan dahinya bingung. "GAIS? GARIS maksudnya."

"Rafanya, 'kan, nggak ada. Jadi GAIS."

Rafa terkekeh mendengar ucapan istrinya. Laki-laki itu langsung kembali menggenggam tangan istrinya untuk segera memasuki mobil.

"Pakai supir, Raf?"

"Hm."

Tangan mereka saling tertaut satu sama lain meskipun di dalam mobil. Rafa dan Aretha saling melempar senyuman ketika mata mereka saling bersitatap.

"Coba pakai topi kamu, Raf."

"Kenapa?" Tangan Rafa langsung meletakkan topinya ke atas kepala kemudian tersenyum ke arah Aretha. "Gimana?"

"Ganteng banget!" Aretha memeluk Rafa dengan sangat erat. Rasanya dirinya ingin menghalangi kepergian suaminya kali ini. "Jangan caper di maskapai kamu! Awas aja sampe godain pramugari!"

Rafa tertawa kemudian memeluk Aretha agar lebih dekat dengan dirinya. "Nethink mulu! Harusnya aku yang bilang kayak gitu ke kamu. Tingkah kamu waktu di Nevada itu luar biasa ajaib. Nggak menutup kemungkinan di universitas juga banyak yang suka, 'kan." Rafa menarik pipi Aretha hingga memerah—membuat gadis itu langsung mencebikkan bibirnya kesal. "Awas aja kalo mimpi aku jadi kenyataan."

"Itu mimpi tiga tahun lalu jangan diungkit! Memang dasarnya kamu baperan, ya!"

Rafa tertawa membuat Aretha diam-diam mengabadikan ke dalam ponselnya. Siapa tau jika dirinya merindukan suaminya, dan laki-laki itu susah di telepon, dirinya langsung bisa melihat gambar laki-laki itu.

"Udah sampai, Nak."

Rafa hendak keluar dari mobil tapi langsung dicegah oleh Aretha. "Mau ngapain?!"

"Bukain kamu pintu."

"Nggak usah! Dasar tukang tebar pesona," jawab Aretha sambil membuka pintu mobil dengan cepat.

Cepat-cepat Rafa turun untuk menghentikan aksi merajuk istrinya, sebelum wanita itu masuk ke dalam kampus.

"Aretha!"

"Kenapa turun, sih?!" tanya Aretha kesal. "Banyak cewek di sini!"

"Posesif banget!" Rafa mengacak-acak rambut Aretha. Laki-laki itu membuka dompetnya, kemudian menyerahkan beberapa kartu kredit, dan ATM ke Aretha.

Trust Me Aretha (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang