Bab VII

1.8K 156 44
                                    

Ada yg masih on?

Sebelum baca ini cerita gue mau cerita. Jadi ...
Tadi itu keponakan gue dateng. Katanya Indihome. Eh, indigo. Bisa lihat kejadian² gtu. Kenapa gue nggk tanya sama dia siapa suami gue di masa depan, ya😂🙈🙈

Serius ini. Trs gue tanyain. Gini. "Dek, nanti hujan." Dia ngangguk. Eh sorenya hujan.

Sblm itu dia udh ngmg sama bokap nya dia diajak pulang tpi nggak mau. Katanya nanti kehujanan klo pulang sekarang.

Mana dia ngobrol sendiri lagi di samping rumah. Trs bilang gini. "Sana-sana nggak usah ikutin aku."

Trs dia cerita, kalo di samping itu bentuknya jijik gtu. Dia tpi nggak takut, sih. Cuman jijik.

Iseng aku tanya, di rumah ini, maksudku rumahku. Ada setan nggak? Dia mikir trs bilang nggak ada. Syukur.... Kalo ada kejer gue. Hebat kali, ya. Tpi dah pulang dia. Mana nggak begitu deket lagi. Maklum ponakan dari bokap, tau sendiri lah.

Happy Reading

And

Selamat Berhalu





Aretha mengusap wajahnya berkali-kali. Sebenarnya dirinya malas mencari buku-buku di perpustakaan, tetapi dari pada membeli lebih baik gratis, bukan.

"Kamu yang kuat, ya, Nak." Aretha mengusap perutnya sambil tersenyum. Kebahagiaannya kini dimulai dari hal-hal kecil seperti ini sekarang. "Pokoknya harus dukung Mama sampe sarjana."

Setelah buku-buku yang ia pinjam Aretha tunjukkan kepada pengawas perpustakaan, Aretha langsung menuju ke ruangan dosen menyebalkan sekarang.

Tok ... tok ... tok ...

"Masuk!"

Aretha membuka pintu bercat putih. Indera penciumannya langsung disuguhkan dengan harum ruangan yang maskulin, ketika kakinya baru saja menapaki tempat tersebut.

"Duduk!"

Aretha menatap datar ke arah dosennya yang berbicara tanpa melihat dirinya. Tak lama setelah itu, Arsen menutup laptopnya kemudian menatap intens ke arah Aretha.

"Kamu tau kesalahan kamu?"

"Kesalahan? Saya izin, Pak."

"Peraturan kelas. Kamu nggak inget?" tanya Arsen.

"Saya ada kepentingan, Pak. Saya juga izin, di mana bapak maksud kesalahan? Di kampus ini juga diizinkan untuk cuti beberapa hari. Kenapa bapak jadi yang nggak terima?!"

Arsen menatap datar ke arah mahasiswa yang sangat berani kepadanya. Melihat kelakuan Aretha pertama kali, membuat dirinya yakin bahwa wanita itu pasti akan menjadi pemberontak di mata kuliahnya yang sangat ketat.

"Kemarin ada kuis. Temen yang izinin kamu nggak bilang?" Aretha menggelengkan kepalanya. "Itu terserah kamu. Mau nilai kamu kurang, atau ikutin syarat saya."

"Syarat? Syarat apa, Pak?"

"Kamu koreksi jawaban mahasiswa ini."

Aretha menatap sedih ke arah tumpukan kertas yang sangat banyak itu. Kenapa nasibnya harus sesial ini hari ini? Padahal dirinya belum sarapan dari tadi.

"Bagaimana?"

"Bisa minta izin sebentar, Pak?"

"Iya, atau nggak sama sekali."

Pasrah! Dirinya hanya bisa melakukan hal itu tanpa memperdulikan perutnya yang meronta kelaparan sekarang.

—oOo—

Trust Me Aretha (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang