Bab IX

2K 178 149
                                    

Tok ... tok ...

"Sebentar!" teriak bi Rumi.

Wanita paruh baya itu terkesiap ketika tuannya sudah kembali pulang tanpa memberitahukannya.

"Loh, bi Rumi? Aretha ke mana?" tanya Rafa sambil mengedarkan pandangannya ke segala ruangan. "Apa kuliah? Kayaknya nggak ada jadwal."

"Anu ... a-anu, Tuan. Nak Arethanya sakit," ucap Bi Rumi.

"Sekarang di mana? Kenapa nggak bilang, Bi? Udah tiga hari kok nggak kasih kabar, Bi!"

Rafa berlari ke kamarnya secepat kilat. Laki-laki itu langsung membuka pintu kamar mereka, dan menuju ke arah ranjang yang ditiduri istrinya.

"Rafa, udah pulang?" tanya Aretha. Wanita itu hendak bangun, tapi langsung ditahan oleh Rafa.

"Kenapa nggak bilang?" Rafa memegang kening Aretha. Laki-laki itu menghela nafas ketika rasanya sangat panas.

"Udah makan?" Aretha menggelengkan kepalanya lemah. "Aku ambilin, ya. Kamu makan tapi."

"Kamu ganti, dulu. Nanti aja nggak papa. Kamu pasti capek, Raf." Aretha menahan lengan Rafa yang hendak meninggalkan dirinya. "Tadi Bi Rumi juga udah buat makanan, kamu makan dulu."

Rafa menghela nafasnya, kemudian mengusap rambut Aretha. Laki-laki itu keluar dari ruangan itu, kemudian berjalan entah ke mana. Aretha memejamkan matanya ketika Rafa telah keluar dari ruangan tersebut.

Selang beberapa menit, pintu kamar kembali terbuka, tetapi mata Aretha sangat susah untuk dibuka sekarang.

"Makan dulu, ya." Rafa mengusap kening Aretha agar istrinya membuka matanya. "Ayo, biar cepet sembuh. Kamu nggak kasihan sama anak kita?"

Aretha terpaksa membuka matanya ketika mendengar ucapan Rafa. "Kamu tinggal buka mulut. Aku suapin."

Aretha menuruti ucapan suaminya. Tapi baru beberapa sendok makanan itu masuk ke mulut, wanita itu langsung berlari ke kamar mandi untuk memuntahkannya.

"Kenapa nggak bilang kalo sakit? Dari kapan?" tanya Rafa.

"Kamu berangkat."

Selama itu dan istrinya tidak memberitahu dirinya. Rafa melepas sepatunya, kemudian menaiki ranjang tersebut.

"Ke dokter, ya?" Aretha menggelengkan kepalanya. "Kok nggak mau? Minum susu dulu, ya?"

"Beliin kebab, Raf," ucap Aretha lemah.

"Tapi kamu masih sakit. Nanti kalo udah sembuh aku beliin."

"Beliin dulu, Rafa .... Aku cuman pengen makan itu."

"Tapi, 'kan itu bukan makanan, sayang."

"Raf ...." Aretha menatap suaminya dengan wajah memelas membuat laki-laki itu mengusap wajahnya frustasi.

"Oke. Tunggu bentar!"

—oOo—

Rafa menghela nafas ketika perjalanannya menuju restoran cepat saji harus terhalang macet. Bahkan dirinya baru sampai di tempat tersebut setelah lima belas menit lamanya di jalan.

"Mbak, kebabnya lima, ya."

"Di bungkus atau di makan sini?"

"Di bungkus," jawab Rafa.

"Tunggu sebentar, ya, Mas."

Rafa mengangkat kepalanya, kemudian menuju ke arah kursi makan yang disediakan di tempat tersebut. Laki-laki itu mengeluarkan ponselnya, kemudian mengirimkan pesan ke istrinya.

Trust Me Aretha (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang