Bab XXVIII

1.5K 189 46
                                    

"Mama ... kenapa nangis?"

Aretha buru-buru mengusap air matanya ketika Altas memergoki dirinya. "Tadi kelilipan, sayang."

"Hali ini Papa ulang tahun, besok gantian Al." Aretha tersenyum ketika Altas mencolek krim kue. "Ma, kenapa kalo Al ulang tahun, kuenya celalu dua. Telus catu bilu, catu lagi ping. Memang kenapa, Ma?"

"Altas punya saudara. Punya kakak, tapi udah ke surga."

"Kayak Papanya Nando? Ciapa namanya, Ma?" Aretha menganggukan kepalanya. "Tapi kenapa pelgi?"

"Karena Allah sayang sama kakak kamu." Aretha memeluk tubuh Altas dengan sangat erat. Akankan keluarganya akan utuh seperti ini terus. "Altas jangan pernah ninggalin Mama, ya."

"Al nggak ninggalin Mama kok. Al kan cayang Mama."

"Mama juga sayang Altas."

Mereka berpelukan dengan sangat erat. Altas, anak laki-laki itu bahkan tak menyadari jika ibunya terus meneteskan air matanya.






—oOo—



"Ma ... Papa kok lama banget? Ini udah jam catu nol."

Aretha hanya tersenyum ketika Altas bertanya demikian. Anak itu bahkan sudah menguap beberapa kali sejak beberapa jam yang lalu.

"Altas kalo ngantuk, tidur dulu aja. Besok kita rayain lagi, ya."

Altas menganggukkan kepalanya. Tanpa menunggu perintah dari sang ibu, Altas langsung masuk ke dalam kamar.

Tak lama dari kepergian Altas, deru mobil Rafa langsung terdengar. Penampilan laki-laki itu benar-benar kacau sekarang.

"Kok belum tidur?" tanya Rafa sambil merengkuh bahu Aretha.

Aretha menggelengkan kepalanya. "Penerbangan ada kendala? Kok sampe malem banget."

"Delay dari sana. Ini kok ada kue kenapa?" tanya Rafa bingung.

"Nggak inget ini hari apa?" Aretha tersenyum dengan mata sendu. Entah bagaimana air matanya bisa menetes sekarang.

"Kok nangis?"

Rafa mengusap air mata istrinya, kemudian mencium kening wanita itu. "Maaf, ya. Pasti kalian ngantuk nungguin aku."

Aretha kembali menggelengkan kepalanya. Wanita itu menuntun suaminya agar duduk di sofa televisi. "A-aku ... bener-bener nggak nyangka Lina sama Nando bener-bener pergi selama satu bulan belakangan ini."

Bukannya senang, air mata Aretha kian menderas. "Tapi ... aku lebih suka kalo dia ... dia berada di sini dengan masalah kecil."

Alis Rafa mengkerut. "Kamu sebenarnya ngomong apa?"

Aretha membawa tangan Rafa ke atas perutnya. Wanita itu tersenyum dengan linangan air mata. "Akan ada malaikat kecil di sini."

"K-kamu ... hamil? Serius?" Mata Rafa berbinar ketika Aretha menganggukkan kepalanya. Laki-laki itu memeluk tubuh Aretha dengan sangat erat. Bahkan, sampai meneteskan air mata. "Kenapa nggak bilang dari tadi? Kenapa pake ngomong serumit ini?"

"Ada yang lebih rumit, Rafa. Lina ... Lina hamil, anak kamu."

Aretha memalingkan wajahnya berusaha mencegah air matanya yang kian menderas. Rafa, laki-laki itu terdiam kaku mendengar berita tersebut.

Trust Me Aretha (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang