Bab XXVIII

1.6K 187 60
                                    

"Mendung mulu, Capt! Biasanya wajahnya sumringah. Nggak dapet jatah, nih!"

Rafa tersenyum ketika teman satu maskapainya bertanya hal tersebut.

"Makasih," ucap Rafa sambil menerima sebotol kopi dari temannya.

"Sorry, nih, Raf. Biasanya lo paling males kalo lagi di kantor. Baru selesai terbang langsung buru-buru pulang. Akhir-akhir ini kayaknya lo sering di sini, ya. Ada masalah?"

Ponsel Rafa berdering membuat niatan laki-laki itu menjawab pertanyaan temannya langsung terhenti.

"Gue angkat dulu, ya."

"Silahkan!"

"Papa!"

Wajah Rafa langsung berbinar ketika wajah Altas terpampang jelas di layar ponselnya.

"Hei, jagoan! Lagi apa? Udah makan belum?" tanya Rafa. Rasanya, dirinya benar-benar tak bisa berjauhan dengan mereka lebih lama lagi. "Kalian di mana?"

"Al udah makan. Tapi Mama dali tadi bolak-balik kamal mandi, Pa. Kacian."

"Terus, Mamanya sekarang di mana?" tanya Rafa penasaran.

Altas mengarahkan ponselnya ke arah kamar mandi yang pintunya sedikit terbuka. Dari kamera, dirinya dapat melihat istrinya mengalami mual hebat. Bahkan kehamilan Altas tak sampai seperti ini.

"Al ... kamu ngomong sama siapa?"

Hati Rafa teriris ketika wanita yang ia cintai mengatakan kalimat tersebut dengan suara yang sangat lemah.

"Coba ponselnya kasih ke Mama," ucap Rafa.

"Masih di bandara? Kok belum pulang?"

Rafa tersenyum. "Aku jarang pulang, Tha. Nggak ada kalian, rumah sepi."

"Adek ... di dalem jangan nakal. Kacian Mama. Nanti kalo nakal nggak kakak temenin lho."

Rafa dan Aretha sama-sama tersenyum mendengar ucapan Altas. Anak tersebut bahkan terus mengusap peluh ibunya yang membanjiri keningnya.

"Udah dulu, ya, Raf. Altas mau tidur. Besok disambung lagi."

"Good night, Tha. I love you."

Aretha tersenyum mendengar ucapan Rafa. Tanpa mengatakan sepatah kata, wanita itu langsung mematikan sambungan teleponnya membuat Rafa lagi dan lagi dilanda kerinduan yang luar biasa.

—oOo—

Rafa membuka pintu rumahnya dengan perasaan hampa. Biasanya, selalu ada Altas yang meneriaki kata Papa ketika dirinya baru saja menapaki pintu.

"Tuan, mau di buatin apa?"

Rafa memijit pangkal hidungnya pelan. Laki-laki itu menyerahkan kopernya ke arah bi Inah, dan langsung diterima oleh wanita itu.

"Bibi taruh di kamar dulu, ya. Rafa masih capek mau ke atas," ucap Rafa.


Rafa membuka ponselnya ketika sebuah pesan masuk ke ponselnya. Laki-laki itu tersenyum ketika melihat id sang pengirim

ArnyaFa

ArnyaFa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Trust Me Aretha (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang