"Kamu kalo nggak enak badan nggak usah dipaksa ngurus Altas, Tha. Tidur sana! Biar aku yang urus."
Aretha tersenyum. Suaminya itu berbicara ketika Altas dalam keadaan sudah rapi dan wangi.
"Papa terlambat, ya, sayang. Altasnya udah ganteng, Papa!"
"Aooo .... aooo!" Altas muntah ketika lima jarinya ia masukkan ke dalam mulut.
"Tuh-tuh! Masih diulangi. Anak siapa bandel banget, hm?" Bayi tersebut tersenyum ke arah Aretha. "Aku mandi, kamu jagain Altas dulu, ya."
Rafa tersenyum kemudian menganggukkan kepalanya. Tanpa mengeringkan rambutnya, Rafa merangkak ke tempat tidur kemudian berbaring di samping Altas.
"Kok di masukkin lagi jarinya? Muntah nanti." Rafa berusaha menyingkirkan tangan Altas membuat anaknya langsung menendang dirinya.
"Aduh! Papa kok diserang, hm?"
Lagi-lagi Rafa mengeluarkan kelima jari Altas yang dimasukkan ke dalam mulut, membuat bayi tersebut menangis.
"Ya Allah anaknya siapa, sih?! Kok ngeyel banget di bilangin." Rafa menahan tangannya yang akan mencubit pipi Altas yang besar. "Kita ke bawah, ya? Ketemu sama temen-temen Papa yang otaknya nggak penuh."
Oh ... dan benar saja apa yang baru ia katakan. Otak teman-temannya memang tidak ada yang beres. Di rumah nenek Satria, mereka dengan seenak jidatnya berguling-guling di lantai yang sudah digelari karpet berbulu.
"Moo ...." Altas menendang kakinya senang ketika melihat banyaknya orang yang berada di hadapannya. "Ecca ...."
Rafa meletakkan Altas disebelah Satria. Langsung saja anaknya tengkurap sambil mengangkat kepalanya.
"Anak lo heboh banget, Raf. Mirip Aretha," ucap Arsha sambil memegangi pipi gembul Altas. Bahkan tempatnya kini sudah digusur oleh anak Rafa.
"Ecca ... ahu ...." Altas menyemburkan air liurnya ke arah Satria membuat laki-laki itu langsung meletakkan ponselnya dan menatap tajam ke arah ponakannya.
"Serius! Ini nanti bakal jadi musuh bebuyutan sama Satria," ucap Ibra.
"Anjir! Lawannya bocil berarti," jawab Arsha.
"Lo anaknya siapa, hah?! Berani banget sama orang tua. Gue dua puluh tahun lebih lama makan nasi dari pada lo, Al. Bahkan lo belum makan nasi sekarang." Satria menciumi pipi Altas dengan sangat gemas membuat bayi tersebut memundurkan kepalanya hingga pelipisnya menatap pinggirin kursi.
Tanpa menunggu waktu lama bibir bayi tersebut bergetar, kemudian menangis dengan sangat kencang.
"Ngawur lo, Sat!" seru Gibran sambil menonyor kepala Satria.
"Eh-eh! Kok nangis? Om nakal, ya? Minta dipukul Omnya." Rafa menggendong Altas tapi tangis bayi tersebut tak kunjung reda.
"Kenapa Altas?" tanya Sandra yang sudah berdiri di samping Rafa disusul keluarga Aretha yang lain.
"Loh kenapa?" tanya Erika. "Di gendong Nenek mau?"
"Tadi kena pinggiran kursi," jawab Rafa.
"Kok bisa?!" tanya Sandra terkejut.
"Satria Tante gara-garanya," jawab Arsha dengan senyum miring.
"Kamu ini, ya!" Sandra langsung menggeplak kepala belakang anaknya dengan sangat keras. "Nak, ni lihat! Omnya udah dipukul, nih!" Sandra terus memukul kepala anaknya, tapi Altas kian menangis.
"Tuh, Ma! Nggak terima Altasnya itu," ucap Satria berusaha mengelak dari serangan ibunya yang kian brutal.
"Sama nenek mau?" Altas melengos, bahkan tangisannya kian keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trust Me Aretha (Republish)
Teen FictionBuruan baca sebelum gue apus🥴🥴🥴 Private acak, follow sebelum baca‼️‼️ Sequel My Perfect Hubby Ternyata kebahagiaan itu tidak harus tersusun sempurna. Bahkan pernikahan karena tidak sengaja pun bisa mendatangkan kebahagiaan baru. Gimana ya, jika s...