Bab XVI

1.8K 177 15
                                    

Selepas pengungkapan berita luar biasa tersebut, mereka masih menatap Rafa dengan pandangan tak percaya.

"Kalian serius banget, Kak. Kak Rafa cuman bercanda ngomong kayak gitu," ucap Aretha membuat semua orang langsung memusatkan pandangannya ke arah Aretha.

"Sebenarnya ini yang asli omongan siapa?!" tanya Laura.

"Omongan gue!" ucap Aretha dan Rafa serempak.

"Udahlah ... bukti berbicara waktu kelulusan mereka pake cincin yang sama. Gue lihat juga kok," ucap Laura angkat bicara.

"Emma ... emma ...." Altas ingin meraih tangan Aretha, tetapi ibunya berada jauh darinya.

"Nad, lo agak nyingkir, gih! Kasian si Altas nyariin induknya," ucap Mauren.

"Udah nggak papa." Aretha berdiri menghampiri Rafa, kemudian menggendong anaknya itu. "Ikut Mama, ya. Kita ke sana sama omo. Omonya dah pergi tadi, di cuekin sama Altas."

"Mainannya dibawa nggak?" tanya Rafa sambil menggoyangkan mainan tersebut.

"Yang kalian maksud omo itu siapa? Hani?" tanya Stefan. Rafa menganggukkan kepalanya. "Itu tadi dia udah pulang."

"Loh?" Aretha menyerahkan Altas ke Rafa. "Kamu pegang Altas dulu, Raf."

Aretha langsung berlari keluar ke arah café ketika melihat punggung Hani yang hendak menyeberang. "Hani!"

"Han! Berhenti bentar!"

"Kenapa, Tha?" tanya Hani sambil memalingkan wajahnya ketika terkena terpaan matahari.

"Katanya lo mau PDKT sama Satria. Kenapa pulang? Cemburu lihat mereka deket?"

"Siapa yang cemburu?"

"Fakta, bukti udah jelas, Han. Gue udah bilang waktu itu, lo deketin Satria waktu ada kak Laura. Jangan pergi gitu ajalah," ucap Aretha sambil menarik tangan Hani.

"Tunggu dulu! Lo itu, ya! Altas sama siapa?!"

"Lo kok jadi alihin pembicaraan ke Altas? Dia udah aman sama bapaknya." Aretha kembali menarik tangan Hani tapi buru-buru dicegah oleh perempuan tersebut. "Kenapa, sih?!"

"Gue nggak mau ngejar-ngejar seseorang yang hatinya nggak buat gue, Tha."

"Halah ngeles, Han. Lo mau jadi pujangga di hadapan gue?"

"Kisah cinta gue itu sama kayak lo, cuma bedanya gue diposisi Nadia saat ini."

Aretha mencubit pipi sahabatnya itu dengan sangat keras. "Sadar! Lo harus bangun dari mimpi. Lo itu prioritas utama. Posisi lo kayak gue, bukan Nadia yang ngemis cinta ke Rafa. Lo itu di perhatiin sama Satria, tapi dia nggak nunjukkin ke semua orang. Kok bisa kisahnya sama sama gue sih, Han."

"Ya ... mana gue tau? Masih mending kak Rafa, lah ini apa?!"

"Tetep aja, 'kan kalo—" Aretha tak meneruskan ucapannya ketika ponsel di saku celananya berdering. "Bentar, Han. Gue angkat dulu."

"Halo, Pa. Gimana?"

Hani melihat raut muka Aretha yang sangat pucat pasi sekarang.

"Papa udah ke bogor? Aretha pulang sekarang, Pa. Ini juga ada bang Satria, nanti Aretha kasih tau dia."

Tut

"Tha, kenapa?"

"Lo kasih tau Satria sama Rafa suruh pulang sekarang. Gue tunggu di mobil," ucap Aretha.

Tanpa membantah ucapan sahabatnya, Hani langsung kembali masuk ke dalam café. Sebelum dirinya berucap, dirinya sudah diberi pertanyaan oleh suami dari sahabatnya itu.

Trust Me Aretha (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang