14. [FGB] Garaga Psikopat Winata

1.5K 130 73
                                    

"Kalau lo diapa-apain sama tuh bocah, bilang sama gue. Biar gue bawa kepalanya langsung ke hadapan lo," —Garaga Atalaric Winata.

14. Garaga Psikopat Winata.

"Apa, Pih? Dipercepat?" Desya berdiri. "Pih, umur Desya masih enam belas tahun, Desya nggak mau nikah muda, Pih." Perempuan yang masih mengenakan seragam sekolah lengkap itu tampak menatap figur Ayahnya dengan sorot memohon.

Abraham menghembuskan napas pelan sebelum akhirnya ikut berdiri dari sofa yang ia duduki. "Papih tahu, Sya, tapi Papih melakukan ini demi kebaikan kamu," tuturnya lembut, berharap sang putri mengerti.

"Kebaikan Desya, Papih bilang?" Desya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan iris berkaca-kaca, terlalu rumit jalan pikir Ayahnya ini untuk ia pahami.

"Sya, dengerin Papih kamu dulu, ya." Grace yang sedari tadi hanya diam menonton pun akhirnya ikut angkat bicara, mencoba untuk menenangkan Desya dengan mengusap lengan cewek itu namun yang ia dapatkan justru malah hentakan kasar darinya, anak itu menghempas tangannya.

"Tante nggak usah ikut campur sama urusan Desya!"

Benar ya, orang yang sedang merasa tertekan, jatuh, tidak ada yang mempedulikannya dan kerap menganggap bahwa dunia itu tidak adil, justru cenderung sering mencampakkan orang yang ternyata benar-benar tulus sayang dan peduli padanya.

Rahang Abraham mengeras. "Desya!! Jaga sikap kamu!" gertaknya nyaring, sontak semakin membuat Desya menahan air matanya agar tidak luruh saat itu juga.

"Desya benar-benar nggak ngerti sama jalan pikir Papih," lirihnya, terdengar pilu. "Kalau emang Papih udah muak merawat Desya, bilang, Pih! Jangan maksa-maksa Desya buat nikah kayak gini," ucap cewek itu sedikit tersendat karena menahan tangisnya yang sebentar lagi pecah.

Abraham tampak meneduhkan tatapannya. "Papih benar-benar nggak pernah punya pikiran kayak gitu, Sya. Papih cuma ingin yang terbaik buat kamu," sanggahnya.

Terbaik buat aku? Desya tersenyum getir. "Bener ya, Papih itu egois, itu sebabnya Mamih pergi ninggalin Papih."

"Desya Lovata! Udah berani kurang ajar ya, kamu sama Papih!" teriak Abraham dengan mata yang kembali mendelik tajam ke arah Desya. Anak ini benar-benar tidak tahu tata krama, pikirnya.

"Pak, sabar, Pak." Grace langsung meraih dan menggait lengan atasannya itu, takut jika laki-laki ini sampai bertindak melewati batas.

"Maafin Desya, Pih, kalau perkataan Desya tadi menyinggung Papih."

Setelah berucap demikian, Desya langsung melenggang pergi sembari mengusap setitik air mata yang mulai jatuh dari pelupuknya. Bahkan teriakan nyaring yang keluar dari mulut Ayahnya itu hanya ia anggap angin lalu, sungguh yang Desya butuhkan sekarang hanyalah tempat untuk menenangkan diri dan pikirannya.

***

"Bukan lautan hanya kolam susu."

"Anjay susu!"

PLETAK!

"Monyet lo emang! Gue lagi nyanyi gini malah lo potong!" sungut Abbas setelah menjitak dahi lebarnya Caka yang kontan membuat cowok itu beringsut mundur sambil mengelus-elus dahinya itu.

GARAGA; FAKE GOOD BOY (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang