“Berharap itu melelahkan. Tapi, lelah bukan berarti menyerah, kan?”
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.19. THE WANING HOPE
"Jadi, kalian sudah pada tahu bukan, pengertian dari limit fungsi ini?" tanya seorang guru perempuan berbadan gempal dengan tahi lalat di antara hidung dan mulut, sebelah kanannya.
"Kebiasaan deh, Bu Cinta kalau lagi ngajar suka korupsi waktu," keluh Radit mendumel sendiri di tempat duduknya. Garaga hanya melirik sekilas tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Tepat sekali!" ujar guru itu lagi. Apanya yang tepat, orang kagak ada yang nyaut juga. "Jadi, limit adalah suatu batas yang menggunakan konsep pendekatan fungsi. Bisa dibilang limit adalah nilai yang didekati fungsi saat suatu titik mendekati nilai tertentu," jelasnya mengulang, sembari memperhatikan satu persatu wajah-wajah anak didiknya. "Baik, sampai sini, apa kalian sudah paham?"
"PAHAM BU CINN!!" teriak mereka serentak.
"Paham atau hampa nih? Ada yang mau ditanyakan tidak? Sebelum kita lanjut ke materi berikutnya."
Semuanya menggeleng kompak.
Di sisi lain, Wong, pemuda keturunan Tionghoa itu terlihat sedang beradu mulut dengan Radit. "Sana, lo aja," Radit tampak berbisik pada Wong, dengan alis mencuram. "Lo aja deh," balas Wong tak setuju.
"Kalian berdua! Lagi pada ngapain?" Bu Cinta nampak menatap Radit dan Wong dengan tajam, yang membuat keduanya seketika terlonjak kaget. Semua teman-temannya pun secara bersamaan menoleh pada mereka.
Wong tampak menggaruk bagian belakang rambutnya, sambil sesekali melirik ke arah Radit yang sedang komat-kamit menatapnya balik. "Anu ... saya cuma mau ngingetin, Bu, kalau ini udah waktunya istirahat, hehe...," cicitnya disertai dengan ringisan kecil.
Tatapan murung dan tak berselera dari teman-temannya tadi seakan lenyap, berubah menjadi sorot berbinar, kala Wong mengatakan hal tersebut. "Masa sih?" Bu Cinta kontan mengecek arloji yang melingkar di tangan kirinya. "Kayaknya, dari tadi, bel istirahat belum bunyi deh."
"Ya iyalah Bu, kan bel sekolahnya lagi mati, gimana mau bunyi?" Pretty mengipasi lehernya dengan kipas karakter andalannya disertai bibir yang mengerucut dan sorot jengahnya.
"Perasaan juga, Ibu baru ngajar lima belas menit kok!"
Lima belas menit your head!
"Lima belas menit apanya, Bu! Ibu udah ngajar kita selama tiga jam lebih, Bu ... TIGA JAM!" timpal Kumala, menekan kata terakhirnya dengan mata melotot dan mengangkat tiga jari tangan kanannya tinggi-tinggi.
"Iya, udah laper juga nih, Bu!" sosor siswa lainnya, "pengin jajan di Kantin."
"Bener tuh, Bu! Ibu nggak lihat nih, kepala saya udah keluar asap gini? Gara-gara berkutat sama rumus dan angka-angka yang nggak ada habisnya ini?"
"Sssttt!! Udah-udah cukup!" teriak Bu Cinta pada anak-anak didiknya, mencoba untuk meredam kericuhan yang mulai hinggap di dalam kelas. "Kebiasaan banget deh kalian, kalau ada apa-apa sukanya ribut terus," dumelnya. "Ya sudah gini aja, kalian boleh istirahat. Asalkan..., salah satu dari kalian ada yang bersedia untuk mengerjakan contoh soal yang akan Ibu tulis di papan tulis ini," ujarnya berjeda, "satu soal saja kok, ini juga mudah."
KAMU SEDANG MEMBACA
GARAGA; FAKE GOOD BOY (HIATUS)
Teen Fiction💢ZONA MERAH‼️ -Brutalitas is as always- Berawal dari sebuah insiden tak terduga. Garaga Atalaric Winata, seorang bad boy ulung yang terkenal kejam dan jauh dari kata berperikemanusiaan itu, harus rela pindah sekolah. Meninggalkan geng motor yang i...