maapin kalo ada typo
“Ternyata benar ya, semakin lo benci sama seseorang, semakin lo susah buat lupain orang tersebut.” —Garaga Atalaric Winata.
17. Bitter Truth
"Tapi— kalo tunangan lo, sukanya sama gue, lo bisa apa?"
Melvan sempat terdiam untuk beberapa saat dengan bibir yang membentuk garis lurus, bertanda sedang menahan amarahnya. Meskipun yang dikatakan cowok itu benar, bahwa laki-laki yang Desya sayangi adalah Garaga, tapi entah kenapa ia benci mendengar pernyataan itu.
"Kalaupun Desya emang suka sama lo," Kali ini Melvan menatap Garaga dengan bengis. "Gue tetap nggak akan pernah sudi nyerahin dia sama cowok keparat kayak lo!"
Garaga membuang mukanya ke samping diiringi dengan tawa remehnya. "Oh ya? Tapi sayangnya, tunangan lo sendiri yang dengan suka rela udah nyerahin hatinya buat gue," cetusnya seraya tersenyum miring.
"Gue jamin itu nggak akan bertahan lama. Karena mau sampai kapanpun, gue nggak akan pernah biarin lo nyakitin Desya."
"Lo nggak ada hak buat ngatur hidup gue." Garaga mengacungkan jari telunjuknya di hadapan wajah Melvan dengan rahang yang mengeras. "Mau gue deketin atau nyakitin dia sekalipun, itu bukan urusan lo!"
"Kalau lo nggak suka sama Desya, jangan pernah kasih dia harapan palsu lo, sialan!"
"Jadi lo dengerin semua obrolan gue sama tuh cowok?"
"Gue juga denger waktu lo nyuruh Garaga buat jauhin gue," ucap Desya datar dengan pandangan lurus ke depan, rasanya muak sekali melihat wajah Melvan yang menurutnya sangat menyebalkan itu.
Melvan tersenyum miring. "Bagus deh, kalau lo denger semuanya," katanya yang kontan berhasil membuat Desya memandangnya dengan sorot tak percaya. "Biar lo tahu sendiri, kalau itu cowok bukan seorang yang pantes lo perjuangin." Desya sempat menggeleng-gelengkan kepalanya sebelum akhirnya terkekeh hambar.
"Lo kenapa sih?"
Melvan mengernyit dalam. "Gue kenapa?" tanyanya balik.
"Kenapa lo tiba-tiba nyuruh Garaga buat jauhin gue?" cecar Desya, terlihat raut tak terima di wajah cantiknya.
"Ca, gue nggak mau lihat lo sakit hati."
"Sakit hati, lo bilang?" Lagi-lagi Desya terkekeh hambar, "Selama ini gue udah terlanjur sakit hati kali sama semua sikapnya Garaga ke gue. Dan itu sama sekali nggak bikin gue nyerah buat dapetin hatinya dia," ucapnya begitu tegas, namun malah dibalas dengan decihan pelan dari Melvan. "Dapetin hatinya dia? Udah jelas-jelas tuh cowok nggak punya hati!" Melvan tampak kesal.
"Lagian dengan lo pura-pura pingsan kayak tadi, itu nggak akan bikin dia suka sama lo."
Desya sontak membelalak. "Gue nggak pura-pura pingsan!" tampiknya sewot.
"Oh ya?"
Bola mata Desya tampak mengerling jengah, sebelum akhirnya ia mengambil napasnya dalam. Tidak ada untungnya juga, ia berdebat dengan cecunguk yang satu ini. "Bisa nggak, ngajak berantemnya nanti aja? Gue pusing, pengin istirahat." Ia memilih untuk menarik selimutnya, hendak kembali berbaring di atas brankar UKS.
"Ca...," belum sempat Desya merebahkan tubuhnya, Melvan sudah duluan memanggil namanya, membuat cewek itu terpaksa menghentikan pergerakannya. Desya menatap Melvan dengan seksama. Rasa-rasanya ada kilatan berbeda dari netra cowok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
GARAGA; FAKE GOOD BOY (HIATUS)
Teen Fiction💢ZONA MERAH‼️ -Brutalitas is as always- Berawal dari sebuah insiden tak terduga. Garaga Atalaric Winata, seorang bad boy ulung yang terkenal kejam dan jauh dari kata berperikemanusiaan itu, harus rela pindah sekolah. Meninggalkan geng motor yang i...