26🍃Demensia Adit.

9.2K 946 31
                                    

Haiii semuanyaaa, jangan lupa vote dan komen ya. Unch-unch aku sayang kaliaaaaan💃✨

Enjoy the reading🍃
.
.
.
.

Author Pov🍃.

Anya masih berusaha mengajak Adit bicara, tapi pria itu hanya diam memandang kosong ke arah depan, dan liurnya mengalir semakin banyak. Anya sesekali menyeka liur itu agar tak meluber.

Mereka sedang dalam perjalanan menuju rumah Bunda Jihan dan Ayah Kardi, Anya sudah menelepon mereka perihal keadaan Adit.

Kata keduanya itu bukan masalah besar, Demensianya tak akan bertahan terlalu lama. Hal itu biasanya terjadi karena rasa shock yang berlebihan pada Adit.

"Maafin aku Dit.." Anya terus meminta maaf, tak henti-hentinya dia berkata maaf pada Adit walau pria itu tak memperdulikannya sama sekali.

Anya memeluk bahu Adit dan menciumi pipinya "Adit, bahkan aku udah kangen sama suara kamu.." lirihnya memelas, padahal baru semalam mereka mesra dan buat anak diranjang.

Tapi hari ini malah seperti ini, dia rindu Aditnya yang ceweret dan manja. "Adit..kamu kayak boneka kalau diam gini.." lirihnya sedih.

Anya menghela napas panjang kemudian menyandarkan tubuhnya di sandaran mobil "Huft, kapan sampenya sih!?" gerutunya sebal.

Suasana mobil kembali hening dan Anya memilih untuk diam saja, dia tengah menjernihkan pikirannya saat ini. Pasalnya banyak sekali yang harus dia fikirkan.

Masalah Koasnya, masalah Abang laknatnya, masalah Aditnya, masalah yang terus saja menghampirinya, bosen banget didatangin masalah mulu.

Anya mengambil ponselnya dan mengecek sesuatu. "Jadwal keberangkatan dimajukan jadi besok!?" seru Anya shock. Dia baru saja membaca pesan grup teman sekelas di Kampusnya.

Dan berita menyebalkan apa ini!? Dia bahkan belum berberes pakaian atau sejenisnya, sangat menyebalkan bagi Anya.

"Pak lebih cepat Pak, saya buru-buru nih." Pak Mamang mengangguk.

"Baik Non."

Mobil Audy putih itu melaju semakin cepat dijalanan padat penduduk pagi ini.

.🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃.

Anya langsung keluar dari dalam mobil begitu benda besar itu terparkir dihalaman rumah Jihan dan Kardi, perlahan Anya membuka pintu sebelah Adit.

"Biar Ayah aja Nya." Anya mengangguk, dia membiarkan Kardi menurunkan kursi roda Adit lalu mendorongnya masuk ke dalam rumah.

Anya mengikuti langkah kaki Ayah mertuanya itu. Dia harus menitipkan Adit pada mereka selama 3 bulan ini "Yah, dimana Bunda?" tanya Anya.

Kardi menoleh "Bunda di dapur sayang, samperin gih." jawabnya lembut, Anya mengangguk kemudian berjalan menuju dapur.

Adit dibiarkan bersama Kardi, Kardi berusaha membuat putranya itu fokus dan sesekali menyeka air liurnya.

"Bunda Jihan." panggil Anya begitu sampai didapur, Jihan menoleh dan langsung memeluk Menantu kesayangannya itu.

"Eh, mantu sayangan bunda udah datang. Adit sama Ayah kan?"

"Iya Bund."

"Ada apa Nak?"

Jihan tau pasti ada yang ingin Anya sampaikan padanya, sebab raut wajah gadis itu seolah henda mengatakan sesuatu. "Anya ada Koas selama 3 Bulan di Kalimantan Bund. Aditnya Anya titipin disini gak papa kan Bund?" tanya nya segan.

Jihan tersenyum lembut, Jihan lupa kalau Anya masih harus menyelesaikan pendidikan S1 Kedokterannya. "Gak Papa kok. Kapan berangkatnya?" tanya Jihan.

Anya meneguk ludahnya pelan "Besok Bund." jawabnya lemah.

Jihan tersenyum kecut, pasti berat bagi Anya untuk meninggalkan Adit yang notabenenya sedang dalam fase Demensia tapi dia harus pergi demi cita-citanya.

"Gak papa sayang, nanti kalau Adit udah ingat. Bunda yang jelasin sama dia ya."

Anya mengangguk, Anya harap Adit tak salah paham dan malah menganggapnya sengaja meninggalkan Adit. "Oh iya Bund." Anya hendak mengatakan hal semalam.

Pipinya mulai bersemu merah "Ey, ada apaan nih. Kok merah-merah pipi kamu." goda Jihan.

Anya menunduk "Adit sama Anya udah itu Bund semalam, Anya gabakal minum pil pencegah kehamilan, semoga aja langsung jadi Bund." cicit Anya malu.

Jihan langsung tersenyum sumringah, dia memeluk Anya lagi "Yeeeey akhirnya Bunda bakalan jadi neneeek." serunya bahagia.

Mendengar seruan sang Istri membuat Kardi penasaran, dia berjalan menuju dapur dengan Adit "Ada apaan nih Bun?" tanya Kardi lembut.

Jihan lantas mengatakannya "Adit udah gak perawan lagi Yaaaaah!! Adit sama Anya bakalan punya baby bentar lagi dan kita bakalan jadi Opa dan Oma!!" girangnya tak tanggung.

Kardi tersenyum ikut bahagia, syukurlah Putranya udah pecah telur.

Anya tersenyum sendu "Anya pamit pulang Yah, Bund. Soalnya mau beberes lagi buat keberangkatan." pamit Anya.

"Loh? Kamu mau kemana Nya?" tanya Kardi.

"Anya mau pergi Koas Yah, 3 bulan. Titip Adit ya Yah."

"Tapi Aditkan-"

"Nanti bunda yang bilang." Kardi hanya bisa mengangguk pelan.

Anya kemudian berjongkok didepan Adit yang masih diam dengan pandangan mata kosong dan ekspresi datarnya. "Anya mau pergi, Adit jaga diri ya selama Anya gak ada." pamitnya lembut.

Anya menggenggam kedua tangan Adit kemudian menyalaminya dan menciumi punggung tangannya, Anya juga mencium dahi, pipi, hidung dan sudut bibir Adit.

Senyum sendu tercipta "Anya pergi ya suami, Assalamualaikum." Anya kemudian berdiri, tapi tangannya langsung tertahan.

Adit menggenggam balik tangan kanannya, perlahan Adit mendongak dengan tatapan mata kosong namun berurai air mata. Dia tak berbicara sepatah katapun.

Anya tersenyum lagi, Adit seakan melarangnya pergi. "Dah Adit." bisiknya sembari mengelus rambut Adit kemudian melepas pegangannya.

"Anya pulang ya Yah, Bund. Assalamualaikum."

"Hati-hati Anya. Wa'allaikum Sallam."

Anya berjalan cepat keluar dari rumah minimalis ini, dia harus take of jam 5 pagi dan banyak hal yang harus dia persiapkan dirumah.

Beberapa detik setelah Anya pergi, terdengar isakan pelan dari Adit "Heuks.." Adit menangis, tapi tatapan mata kosong serta ekspresi datarnya masih ada.

Demensianya memang kambuh, namun hatinya tetap sakit mendengar perpisahan dari Istrinya.





































Bersambung🍃

Syalalalallala.

My Lumpuh Husband [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang