-TR03-

40 12 7
                                    

Sang hakim masih terdiam, mencerna lama cerita dari Jack, si terdakwa. Beberapa orang mulai berbisik-bisik, dan semakin lama semakin bertambah. Sedangkan Jack, hanya diam dengan kepala terdunduk dalam. Enggan bersuara sebelum dirinya disuruh bicara.

"Apakah hanya kau seorang diri yang menjalani pekerjaan khusus itu? Atau ada temanmu yang lain?" tanya Hakim, memecah kebisingan akibat bisikan dari orang-orang.

Jack mendongak, membuka bibirnya untuk menjawab pertanyaan dari sang hakim.

"Ada. Saya memiliki seorang teman, dia adalah...."

####

Ini sudah ketiga kalinya Jack melakukan tugas khususnya. Dan untuk ketiga kalinya juga Jack selalu merasa was-was, takut dan khawatir. Jack tahu, kemungkinan dia ketahuan oleh pihak yang berwajib sangat kecil, karena tak ada satupun orang yang tahu jika dilihat dari siapa dalang utamanya. Bahkan Jack pun tak menyangka.

Saat ini Jack sedang duduk di sel tahanannya. Sudah seminggu ini, dia dikurung sendirian. Dan bisa Jack simpulkan, bahwa sampai saat ini, hanya dirinyalah korban dari pembohongan atas dasar omongan suci orang besar.

"Bagaimana, aku bisa keluar dari sini? Tapi, kalau aku keluar, bagaimana dengan orang tuaku. Mereka pasti sangat kecewa denganku. Ya Tuhan, bisakah kau memutar waktu kembali?" monolog Jack di tengah sunyinya sore.

Seorang pria berjas hitam masuk, membawa sebuah nampan berisi makan malamnya. Meskipun Jack dikurung, dia tetap mendapat jatah makan tiga kali sehari. Meskipun menunya monoton, hanya air mineral dan makanan bubur dengan campuran beberapa sayuran. Meskipun begitu, Jack bersyukur, dia bisa makan dan bisa hidup sampai sekarang.

"Tuan Smith nanti akan datang ke sini. Hanya itu yang ingin aku sampaikan," ujar si pria berjas hitam itu setelah meletakkan nampan ke atas meja.

Jack hanya menganggukkan kepalanya, tak berniat untuk mengeluarkan suara. Setelah kepergian sang pria berjas, Jack meraih nampan itu. Meneguk air mineralnya terlebih dahulu sebelum memakan bubur sayur.

"Mom, dad, anakmu kuat, anakmu bukan laki-laki pengecut, aku akan bertahan sampai akhir," ujar Jack setelah meneguk airnya. Bermaksut untuk menyemangati diri sendiri.

####

Waktu terus berlalu, tak terasa jam weker di atas meja menampilkan pukul tujuh malam. Saat Jack sedang bersiap untuk tidur, suara pintu mengintrupsi kegiatannya. Dengan segera Jack berdiri dari posisi duduknya.

"Ada apa Mr. Smith?" tanya Jack sopan setelah menundukkan sedikit kepalanya.

Mr. Smith tak menjawab, malah menyuruh seseorang untuk masuk ke dalam ruangan.

"Benjamin!"

Seorang anak laki-laki remaja yang seusia dengan Jack segera masuk dengan membawa sebuah koper. Terkejut saat melihat Jack yang ada di dalam ruangan.

"Kau tinggal di sini mulai sekarang. Ini Jack, dia yang akan menjadi rekan kerjamu dalam menjalankan pekerjaan khusus besok. Sekarang kalian tidur cepat, karena besok pekerjaan kalian bukan hanya satu," perintah Mr. Smith kemudian berjalan cepat keluar dari ruangan.

Sepeninggalnya Mr. Smith, Jack langsung menyeret koper milik Benjamin untuk disimpan dipojok ruangan.

"Semoga kau nyaman tinggal disini, kau bisa tidur di sampingku," ujar Jack ramah kemudian menyodorkan tangan kanannya. "Jack Anderson."

Benjamin maju dan menjabat tangannya Jack. "Aku Benjamin, Benjamin Gavriel. Panggil saja Ben."

Jack hanya tertawa renyah setelah mendengar logat Ben yang dirasa sedikit kaku, mungkin karena masih merasa syok.

Jack segera mendudukkan dirinya di atas kasur. Menatap ke arah Ben dengan pandangan serius.

"Kau tak akan menyangka dengan hari esok yang sudah menunggumu," ujar Jack  terdengar dalam, sarat akan peringatan.

Kedua bola mata Ben membola, sedikit tak menyangka saat kalimat itu yang meluncur mulus dari bibirnya Jack.

"Sungguh? Apakah aku akan mati terbunuh oleh pria bertopeng itu?" tanya Ben yang terlihat benar-benar terkejut.

"Kau juga bertemu dengannya?" tanya Jack untuk mengalihkan pembicaraan.

"Ya, aku bertemu dengannya tadi. Aku tak menyangka, orang besar bisa sekeji itu terhadap kita orang kecil. Apakah semua orang besar di dunia ini sama? Jika iya, aku tak akan mengira apa jadinya dunia ini?" monolog Ben.

Jack hanya tertawa kecil, kemudian menidurkan tubuhnya, menarik selimutnya sampai batas dada.

"Sudah, hentikanlah gerutuanmu. Sekarang kita harus tidur."

"Tunggu!" cegah Ben. Jack hanya menoleh dengan tatapan heran.

"Ada apa, Ben?"

"Kau bawa ponsel? Apa boleh aku meminjamnya sebentar? Aku sudah berjanji dengan orang tuaku, jika aku sudah sampai di sekolah FSHS, aku harus mengabari mereka."

"Kau pikir aku sekaya itu?" tanya Jack balik kemudian tertawa. "Aku juga siswa beasiswa sepertimu, namun, sudahlah ayo tidur. Orang tuamu pasti akan memaklumi jika kau tak bisa menghubungi mereka."

"Wah, orang-orang seperti mereka membuatku tak bisa berkata apa-apa!" ujar Ben frustasi. "Apa gunanya gedung megah ini, jika telepon saja tidak ada disini?"

"Hei, kau pikir disini tempat umum? Harus ada teleponnya. Ini adalah sel tahanan jika kau lupa," balas Jack terlihat kesal.

"Ups, aku hampir lupa dengan satu fakta itu. Dasar, orang besar berhati keji. Mati saja kalian semua!"

"Diam! Jika sampai seseorang mendengar perkataanmu itu, bisa jadi yang mati bukan mereka, melainkan dirimu! Sudahlah, jangan banyak menggerutu."

Jack segera mematikan lampu ruangan. Menginstirahatkan tubuhnya, agar tubuhnya bugar dan kuat untuk menghadapi hari esok.

Take Revenge [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang