2

908 88 1
                                    

Sudah tiga jam lebih Chika hanya berdiam diri di dalam perpustakaan. Setelah kejadian itu, Chika benar-benar kehilangan semangat untuk mengikuti mata kuliah selanjutnya. Menurutnya, berdiam diri adalah pilihan yang paling tepat mengingat saat ini dirinya tidak punya teman berbagi.
.
Pagi tadi, Vino mengabarinya bahwa dia tidak datang ke kampus hari ini untuk mempersiapkan diri untuk showcasenya nanti malam. Sedangkan teman-teman Chika, pasti masih sibuk dengan kegiatan perkuliahan mereka. .
Ah sial! Chika menangis lagi. Jujur saja, perkataan dari Pak Zahran tadi masih sulit lepas dari hatinya.
.
"Gue udah dengar semuanya, Chik. Jangan takut, lo gak selamanya salah dan dia juga gak selamanya benar. Biasanya nih ya, orang-orang kaya gitu itu gak sesempurna seperti kelihatannya."
.
Chika mendongak kemudian melempar senyum kepada sang pemilik suara. Gracia sahabatnya. Dan disana juga ada Mira dan Shani.
.
"Lo mau cerita detailnya? Barangkali kita bisa kasih solusi."
.
Bulir itu kembali menetes. Namun sesegera mungkin, Chika menyekanya. Chika yakin dia akan baik-baik saja.
.
"Mir, gue titip ini ya buat lo." Ucap Chika sembari menyerahkan selembar kertas berwarna platinum.
.
"Chik! Kenapa lo kasih tiket itu ke Mira? Lo gak kasihan sama Vino? Kehadiran lo itu pasti berarti banget buat dia." Shani mulai bersuara.
.
"Gue kacau banget hari ini, Shan. Gue gak mau showcase Vino berantakan gara-gara gue. Gue sayang sama dia, dan gue tahu showcase ini adalah impian dia dari lama. Jadi Mir, gue mau lo support dia apapun caranya. Dan gue minta, lo jangan kasih tahu apa-apa soal gue ke dia."
.
"Chik, ayolah." Rengek Mira.
.
"Lo sahabat gue kan, Mir? Lo tahu sendiri kan gimana gue kalau habis berantem sama Pak Zahran? Tapi kali ini, dia beneran bikin gue hancur. Gue cuma mau yang terbaik buat Vino dan gue yakin dia pasti bisa ngerti."
.
Mira terlihat diam sesaat. Gadis itu tampak menoleh kepada kedua sahabatnya yang seakan membantunya memberi jawaban lewat gelengan kepala.
.
"Chik."
.
Tanpa melihat keraguan Mira, Chika kembali menyerahkan tiket itu kepadanya.
.
"Gue percaya sama lo, Mir."
.
.
.
.
.
.
.
"Tadi Vino telepon mama. Katanya nomor kamu gak bisa dihubungi. Bukannya hari ini showcase perdananya dia ya, Kak?"
.
Chika melirik mamanya sekilas kemudian kembali tertegun. Baguslah, setidaknya mamanya tidak berpikir bahwa Chika seperti ini bukan karena permasalahan yang dia hadapi tadi pagi.
.
Chika tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan sang mama jika dirinya tahu Chika terancam gagal mendapat gelar sarjana kedokterannya hanya karena terlambat.
.
"Kak?"
.
"Eh iya, ini Chika juga mau pergi ma. Chika ke kamar dulu ya."
.
Chika buru-buru meninggalkan meja makan sebelum mamanya menginterogasinya lebih jauh. Di dalam kamar, Chika kembali termenung.
.
Sebenarnya, jika Chika tidak ingin mengecewakan Vino, Chika masih bisa datang kesana meskipun sudah sedikit terlambat.
.
Chika sadar, apa yang dia lakukan ini  sama sekali tidak bisa dibenarkan. Mungkin saat ini, Chika sedang bermasalah dengan dosen di kuliahnya, tetapi tidak dengan Vino kan?
.
Untuk itu, Chika bergegas mengubah pola pikirnya. Chika meraih jaket berbahan jeans miliknya kemudian segera meluncur ke lokasi acara. Tetapi disana Chika justru kembali dikecewakan. Chika tidak bisa masuk kedalam lantaran dia tidak punya tiket. Chika sudah berusaha menghubungi pihak manajemen Vino, tetapi tidak ada yang merespon.
.
"Mira bilang kamu gak akan datang. Aku bisa percaya kamu kan daripada Mira?"
.
Hati Chika hancur berkali-kali lipat. Sambil membaca pesan-pesan yang dikirim Vino sejak tadi siang, Chika merasa dirinya benar-benar jahat. Dulu, disaat Vino belum menjadi seperti sekarang, Vino pernah bilang bahwa dia ingin bersama Chika apapun keadaannya. Dan disaat Vino sudah mencapai titik terbaik dari semua pencapaiannya, Chika justru tidak bisa mendampinginya.
.
"Maaf aku udah ngecewain kamu. Tapi kalau kamu gak keberatan, kamu bisa samperin aku ke depan setelah acaranya selesai."
.
Beberapa saat setelah Chika mengirim pesan itu kepada Vino, Chika bisa melihat jika para pengunjung sudah mulai berhamburan keluar. Tetapi, orang yang Chika tunggu sama sekali tidak ada. Bahkan sampai lokasi ini sepi, Vino masih belum datang. Sudahlah, Chika memang pantas dibeginikan.
.
"Tadinya saya kira bukan kamu. Ngapain malam-malam sendirian dipinggir jalan begini?"
.

siapakah dia yang berbicara dan kepada siapa dia berbicara

Tentang Jatuh HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang