"Chika."
"Sayang."
"Yakin kamu mau ngambek lagi?"
"Angkat dong, Yang. Kamu gak kangen apa sama aku?"
"Tega banget sih kamu, Chik."
Sambil menahan napas, Chika tak henti-hentinya mengumpat setelah membaca pesan-pesan dari Zahran.
Bukan apa-apa, setelah satu minggu menghilang dengan kondisi yang cukup membingungkan untuk Chika, apa pria itu masih berani berkata bahwa Chika tega? What the hell?
Sebenarnya, definisi tega bagi Zahran itu seperti apa? Apa Zahran tidak tahu jika selama satu minggu ini Chika benar-benar hampir gila dibuatnya?
Bayangkan saja, Chika sampai harus meninggalkan agenda liburannya hanya untuk memastikan keadaannya.
Tapi, setelah Chika tiba di Jakarta, Chika tak menemukan pria itu didalam unitnya. Ponselnya juga tidak bisa dihubungi.
Tentu saja Chika ketakutan setengah mati jika terjadi apa-apa padanya. Kecelakaan maut misalnya?
Kepala Chika kembali terasa pening jika mengingatnya. Untuk beberapa alasan, Chika ingin sekali meneriaki Zahran saat ini juga. Apa pria itu sama sekali tidak merasa bersalah?
Dan lagi, Chika baru mengabaikan panggilan Zahran sebanyak tiga kali. Sementara Zahran? mungkin sudah ribuan kali. Jadi, siapa yang lebih tega disini?
"Masih hidup kamu, Mas?" Tanya Chika sedikit sarkas saat menjawab panggilan suara yang keempat dari Zahran.
"Untungnya masih, Chik." Jawabnya santai.
"Kenapa kamu gak bisa dihubungi? Kenapa apartemen kamu kosong? Ya Tuhan, Mas! Kamu mikir gak gimana rasanya jadi aku? Ya wajar dong aku tanya kamu masih hidup atau enggak! Kali aja yang aku ajak ngomong ini mayat hidup!"
"Video call aja kali ya, biar kamu bisa lihat aku ini mayat hidup atau bukan."
Saat panggilan video mereka tersambung, Chika langsung speechless saat melihat Zahran tengah memakai pakaian rumah sakit dengan beberapa bekas sayatan yang tercetak jelas di wajahnya.
"Mas, kamu-"
"Udah, kamu gak udah banyak tanya. Mending sekarang kamu jemput aku di rumah sakit. Nanti aku akan jelasin semuanya."
Emosi Chika seketika meledak. Siapa yang berani membuat wajah ganteng pacarnya jadi seperti ini? Mau Chika santet? HAH?!
Setelah kurang lebih dua jam menghabiskan waktu dijalan, Chika akhirnya tiba di rumah sakit tempat Zahran dirawat.
Gadis itu mempercepat langkahnya dan segera menuju ke bagian informasi. Namun, belum sempat dia bertanya dimana ruang rawat inap Zahran, sebuah lengan sudah melingkari perutnya.
"Rumah kamu kesini cuma tiga puluh menit lho. Kenapa lama banget?"
Merasa mengenali suara yang bergema didekat telinganya, Chika lantas berbalik badan.
"Mas-"
Chika menghentikan ucapannya manakala bola matanya tertuju pada beberapa bekas sayatan di wajah Zahran.
"Ya Tuhan, Mas. Kok bisa begini gimana ceritanya?"
"Siapa yang berani giniin kamu? Perampok?"
"Yaelah, Mas. Kalau kamu gak berani lawan mereka, harusnya tuh kamu kasih aja apa yang mereka mau. Jangan main iya aja kalau mereka mau nyakitin kamu."
Eh buset! Itu mulut kok sekata-kata banget? Gak berani lawan? Main iya aja? Heh! Begini-begini, pelakunya hampir aja dia bunuh!
"Terus, kenapa gak kasih tahu Chika? Udah capek pacaran sama Chika, Hah!? Kalau capek, kenapa kemarin pakai ajakin Chika nikah segala?"
Sambil memejamkan mata, pria itu hanya menghela napas pelan.
"Kamu kerasukan apa di jalan? Kok aku jadi horror begini rasanya dekat-dekat kamu? Memangnya kamu gak capek apa? Ngomong gak ada jeda kaya begitu? Gak malu kamu dilihatin seisi rumah sakit?"
"Ya habis Chika kesal, Mas. Kok bisa-bisanya Mas gak kasih tahu Chika? Mas tahu gak? Berat badan Chika sampai turun lima kilo gara-gara mikirin Mas." Kali ini, nada bicara Chika terdengar jauh lebih stabil.
"Yaudah, ayo ke mobil dulu. Kita bicarain ini di jalan. Kamu naik taksi kan tadi?"
Sadar akan Zahran yang sudah tidak memakai pakaian pasien lagi, gadis itu kemudian mengangguk.
"Eh tapi, Mas beneran udah sembuh? Coba sini Chika lihat."
Bola mata Zahran membulat sempurna saat melihat tangan Chika yang sudah melayang ke udara dan hendak menyentuh pipinya.
"Jangan dipegang! Yang di pipi sebelah kanan masih-"
PUK
Satu tangan Chika sudah mendarat dipipi kanan Zahran.
"Belum kering." Sambungnya dengan menampilkan ekspresi yang sudah tak terkondisikan.
~~~
marah-marah mulu chikpendek bgt tp gapapa
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Jatuh Hati
Romance"Beri aku satu alasan. Kenapa? Kenapa kamu masih mau bertahan setelah apa yang terjadi diantara kita?" -Chika . "Aku cuma mau kamu percaya bahwa aku bukan pembunuh mama kamu." -Zahran