"Jadi, hari ini kita jadian?"
.
Chika memutar bola malas saat Zahran kembali menggodanya. Gadis itu lebih memilih menyaksikan pemandangan kota Jakarta dari rooftop apartemen Zahran karena mereka sudah meninggalkan bandara satu jam lalu.
.
"Memangnya, bapak sudah cerita?"
.
"Apa yang ingin kamu dengar dari saya lebih dulu?"
.
Zahran kemudian bangkit dari duduknya dan menyusul Chika yang tengah berdiri dan menyenderkan tubuhnya di pembatas besi.
.
"Tentang perjalanan hidup bapak barangkali?"
.
Zahran tertawa renyah sembari mengalungkan tangannya di leher Chika.
.
"Saya pikir, kamu mau tahu tentang Fiony lebih dulu."
.
"Memangnya siapa sih pacar saya, bahkan calon pasangan hidup saya kelak? Fiony?" Chika mulai mencibir.
.
"Saya memang penasaran tentang Fiony. Tetapi bagi saya, cerita tentang bapak itu tetap yang utama."
.
Zahran mendelik, "Belajar gombal dari mana kamu? Jangan sering-sering begitu, nanti saya kelepasan."
.
Ucapan Zahran berhasil mengundang tawa keduanya.
.
"Jadi tebakan saya benar kan, Pak?"
.
"Not really, dan kamu tidak perlu sesenang itu mengingat saya hanyalah mantan dokter."
.
Kali ini, Chika mengalihkan pandangannya kepada Zahran.
.
"Mantan?"
.
"Ya, kamu tidak masalah bukan jika profesi saya sebagai dosen?"
.
Chika menggeleng tegas.
.
"Sama sekali tidak. Tetapi, apa bapak tidak ingat dengan pengorbanan bapak untuk bisa diakui sebagai dokter yang sesungguhnya?"
.
"Sebesar apa masalah bapak sampai-sampai bapak dengan entengnya menyebut diri bapak sebagai mantan dokter? Saya saja tidak sampai hati."
.
Napas Zahran tercekat mendengarnya.
.
"Saya tidak menyesali apa yang terjadi dengan bapak. Karena jika tidak begitu, kita tidak mungkin dipertemukan bukan?"
.
Chika meraih tubuh pria itu kemudian memeluknya.
.
"Tidak masalah jika kita berbuat salah. Tetapi, jangan sampai kesalahan itu merusak apa yang sudah kita punya sampai ke akar-akarnya."
.
"Perbaiki semuanya buat Chika. Ya, Mas Dokter? Nanti biar bisa prewed pakai jas dokter kita masing-masing."
.
Senyum Zahran merekah. Entah siapa yang memulai, bibir keduanya kembali bertemu. Namun kali ini terasa lebih dalam dan manis.
.
Selangkah demi selangkah, Chika berusaha mundur. Jantungnya berdegup luar biasa hebat. Sesekali, bola matanya melirik kearah Zahran yang terlihat canggung.
.
"Maaf, saya tidak bermaksud-"
.
"You're my boyfriend right now. Tidak masalah, asal jangan terlalu sering."
.
Merasa lelah berdiri, Chika kembali duduk di sofa yang tersedia diikuti Zahran di belakangnya.
.
"Boleh Chika tahu cerita sebenarnya?"
.
Pria itu tampak menghela napas pelan sambil mengusap kedua lengannya. Tak bisa dipungkiri, semakin senja, udara disini terasa semakin dingin.
.
"Masuk dulu, yuk. Saya gak tahan sama dinginnya."
.
Sesampainya di dalam apatemennya, Zahran mulai berbicara panjang lebar.
.
"Sama seperti kamu, dokter adalah mimpi besar saya dari dulu. Bahkan, saya mendapat dukungan penuh dari orang tua saya mengingat kakek saya adalah pemilik rumah sakit dan sebagian besar keturunannya bekerja di bidang kesehatan."
.
"Tapi, ketika saya mulai menginjak bangku SMA, semuanya berubah. Hubungan orang tua saya tidak seharmonis dulu."
.
"Setiap hari, hanya pertengkaran yang saya dengar dan itu sempat membuat saya kehilangan jati diri."
.
"Jangan bilang?" Chika mulai berasumsi.
.
"Ya, saya mulai tertarik dengan kenakalan remaja pada waktu itu. Saya berkelahi, merokok, minum, bahkan saya sempat mau mengajak teman perempuan saya untuk menginap di hotel bersama."
.
Pria itu terdiam sejenak dan membuat Chika merasa semakin prihatin.
.
"Puncaknya, saat orang tua saya memutuskan untuk berpisah. Saya memutuskan pergi dari rumah dan mencari kehidupan saya sendiri."
.
"Mas!" Chika berusaha menjeda.
.
"Kamu calon istri saya, Chik. Saya ingin semua pertanyaan yang ada di kepala kamu terjawab."
.
Chika menggenggam telapak tangan Zahran yang mulai terasa dingin.
.
"Keadaan justru semakin parah. Awalnya, saya berpikir tindakan saya bisa membuka mata hati kedua orang tua saya. Tetapi, prediksi saya meleset. Mereka tetap bercerai."
.
Chika semakin mengeratkan genggamannya saat suara Zahran mulai bergetar. Oh Tuhan, Zahran menangis.
.
"Dan saat saya mulai kehilangan harapan hidup, Fiony datang ke dalam kehidupan saya."
.
"Kamu gak keberatan kan kalau saya bahas Fiony?"
.
Zahran menyeka air matanya sambil tertawa garing. Chika yakin, pria itu sedang tidak ingin tertawa saat ini.
.
"Chika gak masalah, Mas."
.
Pria itu kemudian melanjutkan ceritanya.
.
"Saat itu yang saya tahu, Fiony adalah siswi teladan sekaligus ketua osis di sekolah saya. Namanya sering muncul di mading sekolah dan prestasinya juga kerap wira-wiri di beberapa surat kabar."
.
"Love at the first sight ceritanya?"
.
"Katanya gak masalah kalau saya bahas Fiony? Kok julid begitu?"
.
Chika menghela napasnya pelan. Memangnya, kentara sekali ya kalau Chika sedikit gerah saat Zahran memuji Fiony?
.
"Salah kalau kamu sebut itu cinta pada pandangan pertama. Malahan, saya gak pernah tertarik sama dia disaat orang lain berlomba-lomba jadi pacarnya."
.
"Lalu?"
.
"Ya karena saya sering berbuat onar, saya jadi sering ketemu dia di ruang BP. Bedanya, dia datang kesana karena urusan osis ataupun lomba-lomba yang akan dia ikuti."
.
"Dari situ, saya mulai mengingat jati diri saya yang dulu lagi. Jika saya baik-baik saja, bukankah saya bisa berprestasi seperti dia?"
.
"Namun, pikiran itu tidak berlangsung lama karena saya mulai nyaman dengan dunia saya yang baru. Dan lagi, untuk apa saya kembali bermimpi jika semuanya sudah terlanjur rusak seperti ini?"
.
Chika menepuk pelan telapak tangan Zahran saat suara Zahran kembali bergetar.
.
"Hingga tiba-tiba, ketakutan kembali melanda diri saya saat papa mengabarkan kakek kritis di rumah sakit. Saya tidak berani menghadapi hari esok mengingat selama saya pergi dari rumah, kakek lah yang membiayai hidup saya dan pendidikan saya. Bagaimana kalau kakek meninggal?"
.
"Boleh Chika tebak? Kamu pasti datang ke Fiony untuk bantu kamu bangkit kan, Mas? Kamu mau bikin kakek kamu bangga sebelum semuanya terlambat kan?"
.
Zahran mengangguk.
.
"Setelah saya menceritakan semuanya pada Fiony, dia dengan senang hati mau membantu."
.
"Cie."
.
Zahran mencibir "Kan mulai kan?"
.
"Iya, nggak lagi deh." Ucap Chika sembari terkekeh.
.
"Tapi, disaat semuanya berangsur membaik, hati saya kembali dipatahkan. Kakek meninggal."
.cerita cinta Zahran dan Fiony
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Jatuh Hati
Romance"Beri aku satu alasan. Kenapa? Kenapa kamu masih mau bertahan setelah apa yang terjadi diantara kita?" -Chika . "Aku cuma mau kamu percaya bahwa aku bukan pembunuh mama kamu." -Zahran