Chika mengamati kondisi ballroom hotel tempat acara perayaan ulang tahun Rumah Sakit Edelweiss digelar. Sejauh mata memandang, ruangan ini diisi sekitar tujuh ratus tamu undangan.
Malam ini, Chika tidak berpenampilan terlalu spesial. Gadis itu hanya mengenakan dress batik selutut dan sebuah jepit rambut untuk menambah kesan manis pada rambutnya yang digerai bebas.
"Kan? Datang juga kamu akhirnya."
Chika menyipitkan matanya saat Gito tiba-tiba datang. Namun yang menarik perhatian, pria itu tidak datang sendirian.
"Jangan sinis begitu lihatnya. Aku sama dia masih satu garis keturunan." Ucap Gito yang sudah bisa menebak kemana jalan pikiran Chika.
"Ini Arabella, Chik. Sepupu aku juga." Imbuh Zahran.
Chika tersenyum kearahnya saat gadis itu memperkenalkan diri.
"Jadi, bener ya kalau kamu mau nikah, Mas?"
"Belum kok, Bel. Masih nunggu dia wisuda dulu."
Chika tertawa miris. Menikah setelah wisuda? Jangan mimpi!
"Lho, jadinya kamu berubah pikiran, Chik? Kupikir kamu terpaksa."
"Emang terpaksa, Kak." Chika menanggapi pendapat Gito.
"Hahaha!" Gito terbahak. Ternyata, rencananya kemarin belum mampu mengelabuhi Chika sepenuhnya.
"Hust! Jangan ngomong begitu dong sayang. Pamali."
"Kalau bapak masih begitu terus, Chika pulang nih!" Ancam Chika namun gadis itu malah dibuat makin geram karena Zahran tiba-tiba mengecup pipinya.
"Kalau kamu begitu terus, aku cium bibir kamu nih! Ancam Zahran balik dan itu sukses membuat Chika diam.
"Pinter!" Nyinyir Gito setelah mendengar ancaman tak berkelas dari Zahran.
"Udah ah! Gue mau ketemu nyokap bokap dulu."
"Eh, Tunggu!" Cegah Arabella.
"Ini gimana ceritanya sih? Yang kamu bawa ini pacar sewaan, Mas? Segitu gak lakunya kamu sampai cari-cari pacar sewaan begini?"
Gito lagi-lagi terbahak.
"Ini lebih menyedihkan dari sekedar gak laku, Bel. Masmu ini ngotot mau kenalin Chika ke orang tuanya padahal lamarannya ditolak."
Arabella mengusap wajahnya tanda frustasi.
"Chika siap-siap ya. Masku emang rada gila. Tapi, kalau dia sampai gak tahu malu kaya begitu, itu artinya dia cinta banget sama kamu."
"Kenapa gak dimakan? Gak enak ya?"
Chika tersenyum kikuk kepada wanita paruh baya yang duduk di sebelahnya. Siapa lagi kalau bukan mama Zahran?
"Em, ini juga mau dimakan kok, Tan."
"Mama aja jangan tante. Biar kita lebih enak ngobrolnya."
"Iya, Ma." Sahut Chika pasrah.
Bola mata Chika melirik sekilas kearah Zahran yang tengah bicara serius dengan papanya dimeja yang terpisah.
"Kamu serius kan sama Zahran?"
"Uhuk!" Chika langsung tersedak ketika mendengar ucapan mama Zahran.
"Se-serius kok, Ma."
"Syukur deh kalau begitu. Tapi, kalau memang kamu calon istrinya Zahran, kenapa belum pakai cincin? Atau jangan-jangan, Zahran belum melamar kamu?"
Chika memejamkan matanya sesaat. Ini kenapa Zahran tak kunjung datang?
"Kalau memang belum, biar mama saja yang melamar kamu untuk dia ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Jatuh Hati
Romance"Beri aku satu alasan. Kenapa? Kenapa kamu masih mau bertahan setelah apa yang terjadi diantara kita?" -Chika . "Aku cuma mau kamu percaya bahwa aku bukan pembunuh mama kamu." -Zahran