10

678 73 0
                                    

Semakin lama Chika dekat dengan Zahran, Chika jadi semakin was-was. Bukan karena Zahran orang jahat, tetapi semakin hari, intensitas hubungan mereka menjadi semakin mengkhawatirkan.
.
Sebenarnya, Chika tidak takut jatuh cinta lagi. Yang Chika takutkan, apa perasaannya akan berbalas? Dan lagi, Chika jadi ingat perbincangan Zahran dengan Fajar tentang Fiony. Ya, meskipun Chika belum tahu dia siapa, Chika pastikan bahwa Fiony adalah sosok penting di kehidupan Zahran.
.
"Pak, yang tadi itu teman bapak ya?"
.
"Siapa? Subuh?"
.
Chika mengangguk membenarkan.
.
"Iya, dia teman kuliah saya dulu. Kenapa? Kamu kepikiran tentang dia ya? Dia orangnya memang begitu. Suka godain perempuan."
.
Chika menghela napasnya pelan. Apa ini saatnya?
.
"Kalau Fiony siapa, Pak?" Tanya Chika sehati-hati mungkin.
.
Zahran yang tengah mengaduk sayur pun tiba-tiba menghentikan aktivitasnya.
.
"Kenapa kamu tiba-tiba tanya tentang dia?"
.
"Selama ini, bapak kan udah tahu semuanya tentang Chika. Tentang masalah hidup Chika, tentang sahabat-sahabat Chika, bahkan sedikit banyak Chika udah cerita tentang keluarga Chika."
.
"Tapi selama ini, Chika merasa buta soal bapak. Chika takut salah paham sama apa yang terjadi di antara kita."
.
Tidak bisa dipungkiri, menjalani hari-hari bersama Zahran membuat Chika bingung sendiri. Jika dilihat dari gimana Zahran memperlakukannya, Chika boleh besar kepala mengatakan bahwa Zahran menyukainya.
.
Tetapi, apa semua itu sejalan dengan hati Zahran yang sesungguhnya? Entahlah, Chika benar-benar tidak mempunyai bayangan akan itu.
.
"Tapi, kalau bapak gak mau cerita juga Chika gak masalah. Itu artinya, Chika benar-benar salah paham."
.
Pria itu tampak mematikan kompornya dan berjalan menuju sofa kemudian duduk di sebelah Chika. Chika tampak bingung saat Zahran mengeluarkan selembar foto dari balik dompetnya.
.
"Kenalkan, dia Fiony, kekasih saya."
.
Chika mengamati gambar itu dengan seksama dengan mata yang berkaca-kaca.
.
"Astaga, mengapa rasanya begitu menyayat hati."
.
Seharusnya sedari awal Chika sadar, mereka tidak mungkin bersama.
.
Kalimat terakhir Zahran memaksa Chika berpikir ulang. Kekasih? Menikah? Jika gadis yang bernama Fiony itu sudah menikah, mengapa Zahran masih menyebutnya sebagai kekasih?
.
"Makan dulu, nanti saya jelaskan."
.
Chika menatap makanan yang sudah tersaji di atas meja. Terlihat enak dan menarik. Tetapi, nafsu makannya justru hilang begitu saja.
.
"Oh iya Pak. Chika kayaknya setuju usul bapak soal cari tempat tinggal baru di dekat kampus."
.
Memang beberapa hari lalu, Zahran memberi saran pada Chika untuk mencari tempat tinggal yang lebih dekat dengan kampus, mengingat alasan Chika sering terlambat masuk kelas adalah jarak tempuh antara rumah dan kampusnya yang lumayan jauh.
.
Zahran juga mengingatkan jika Chika pasti akan lebih sering datang ke kampus saat semester tua.
.
"Katanya kemarin masih berat buat ninggalin rumah? Tapi, bagus sih kalau kamu mau mendengarkan saran saya. Nanti saya carikan yang dekat-dekat sini biar kalau ada apa-apa jadi lebih mudah."
.
Disela pembicaraan, Chika menyuap makanan yang telah Zahran sajikan. Bagaimanapun juga, Chika harus tetap menghargai Zahran yang telah repot menyiapkannya makanan.
.
"Gak perlu, Pak. Chika nanti bisa minta rekomendasi dari teman-teman kampus aja. Jadi, kalau kalau nanti Chika sudah pindah, bapak gak perlu repot-repot antar jemput Chika lagi."
.
Zahran meletakkan sendoknya kemudian menghela napasnya pelan.
.
"Kamu gak berusaha lari dari saya kan, Chik?"
.
"Enggak kok, Pak. Kita kan masih bisa berinteraksi layaknya dosen dan mahasiswa kalau lagi dikampus. Chika cuma gak mau terus menerus bergantung sama bapak. Bapak gak perlu khawatir, Chika janji gak akan telat datang ke kampus lagi."
.
Chika menyeka air matanya yang mulai menetes. Tidak, Chika harus terlihat baik-baik saja di depan Zahran.
.
"Lalu, apa kamu akan tetap seperti ini meskipun saya mau jelaskan semuanya? Semuanya tentang hidup saya termasuk tentang Fiony?"
.
"Bapak gak perlu jelasin apa-apa ke Chika. Chika minta maaf kalau Chika terlalu menuntut bapak untuk terbuka sama Chika. Tapi, setidaknya Chika sudah tahu satu hal."
.
Chika berhenti sejenak untuk mengambil napas lalu membuangnya dan Chika berusaha untuk tersenyum.
.
"Meskipun dia sudah menikah, bapak masih menganggapnya kekasih bukan?"
.

jadi gimana, Pak? masih ditunggu penjelasannya

Tentang Jatuh HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang