Untuk saat ini, Chika benar-benar tidak bisa berpikir jernih. Oh Tuhan, usia Chika bahkan belum sampai dua puluh satu tahun. Bayangan Chika masih sangat jauh untuk membahas masalah pernikahan.
"Jika bapak mengira saya akan mengikuti kemauan bapak, saya rasa bapak salah besar."
"Bagi saya, menikah itu bukan sekedar berucap janji di hadapan Tuhan. Menikah itu tentang komitmen, Pak. Komitmen seumur hidup."
Chika menyesap jus mangganya kemudian kembali bersuara.
"Oke, kita abaikan dulu masalah Fiony. Kita bahas apa yang ada di dalam ruang lingkup kita saat ini. Bapak tahu usia saya berapa? Dua puluh satu tahun saja belum ada. Dan bapak tahu kan kalau saya ini belum lulus kuliah?"
"Lalu, bagaimana dengan bapak sendiri? Apa kehidupan bapak sudah tertata dengan baik? Bagaimana dengan hubungan bapak dengan orang tua bapak? Apa bapak tidak ingin semuanya baik terlebih dulu sebelum bapak menuju kebahagiaan bapak yang sesungguhnya?"
Kali ini, Chika sedikit bisa mengontrol emosinya.
"Dan saya ada maksud untuk menggurui. Tetapi saya rasa, ini bukan keputusan yang baik. Jujur saja, mental saya belum siap dan saya merasa pernikahan kita tidak akan berjalan baik jika memang dipaksakan."
Zahran speechless setelah mendengar semua ungkapan hati Chika.
"Kamu kalau belum siap aku nikahin, ya jangan buat aku makin cinta sama kamu."
Entah mengapa, perasaan Chika tiba-tiba menghangat mendengarnya. Gadis itu berusaha sekuat tenaga agar tidak terlihat bodoh karena termakan rayuan Zahran.
"Gak usah mulai!" Sungut Chika namun hanya ditanggapi sebuah tawa ringan dari Zahran.
"Iya-iya. Sekarang, aku harus apa biar kamu bisa percaya lagi sama aku? Atau paling tidak, sampai kamu mau maafin aku?"
Chika tersenyum menang. Inilah yang sejak tadi dirinya tunggu-tunggu.
"Kasih izin saya jalan sama Kak Gito."
Wajah Zahran langsung berubah emosi setelah mendengarnya.
"WHAT? Apa-apaan kamu? Gak ada! Nanti yang ada kamu dimodusin lagi sama Bang Gito!"
"Ya saya gak mau rugi dong, Pak. Kalau bapak saja boleh peluk cium Fiony, Seharusnya saya juga boleh dong? Meskipun hanya sekedar jalan?"
Lima belas menit lalu, Chika baru saja tiba di bandara. Rencananya, hari ini Chika akan terbang ke Nusa Tenggara Timur. Tepatnya, Chika akan menghabiskan masa liburannya selama tiga hari di sana.
Sebenarnya, liburan ini sudah lama Chika rencanakan bersama teman-temannya. Sejak masuk bangku kuliah, Chika dan ketiga sahabatnya sepakat untuk menabung dan menggunakan uang tabungan itu untuk berlibur ke Labuan Bajo.
"Kakak yakin mau ikut liburan bareng Chika? Padahal, Chika cuma minta kakak bantu Chika buat kasih sedikit pelajaran sama Mas Zahran."
"Gak masalah, kok. Lagian aku juga udah lama banget gak liburan kaya begini. Dan kamu bilang, aku juga bukan satu-satunya laki-laki kan disini?"
Ya, Vino dan teman-teman bandnya juga ikut berlibur mengingat rencana ini juga sudah Vino ketahui saat mereka masih berpacaran dulu.
"Tapi, kan kakak jadi keluarin biaya buat ikut liburan. Belum lagi soal pekerjaan kakak, masa kakak harus cuti?"
Gito terkekeh mendengar ocehan Chika. Apa gadis itu tidak tahu berapa penghasilan dokter spesialis?
"Mendingan sekarang kamu telepon Zahran deh. Kasihan juga kalau dia gak tahu apa-apa soal ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Jatuh Hati
Romance"Beri aku satu alasan. Kenapa? Kenapa kamu masih mau bertahan setelah apa yang terjadi diantara kita?" -Chika . "Aku cuma mau kamu percaya bahwa aku bukan pembunuh mama kamu." -Zahran