4

713 86 3
                                    

"Jadi, waktu itu lo datang, Chik? Terus, lo gak bisa masuk gara-gara gak punya tiket?"
.
Gracia dan Shani cukup terkejut mendengar cerita dari Chika setelah tiga hari gadis itu tidak datang ke kampus.
.
"Ya, apapun status gue disana, kita harus tetap ikut prosedur kan, Gre?"
.
Chika menyeruput minuman bobanya yang sudah tinggal setengah. Rupanya, istirahat tiga hari bisa membuat pikirannya jauh lebih tenang.
.
"Terus, hubungan lo sama Vino gimana? Kalian gak akan bubar kan?"
.
Pertanyaan itu tidak lagi mengagetkan. Namun, Chika tidak ingin menanggapinya terlalu serius.
.
"Sampai sekarang sih, gue belum ngobrol sama dia, Shan. You know lah, kalau pembicaraan ini pasti akan panjang dan menguras emosi. Gue cuma belum siap."
.
"Kalau sekarang belum siap? Kapan kamu siapnya? Kamu gak mau terus-terusan lari dari aku kan?
.
Tidak, suara itu bukan milik Gracia maupun Shani. Chika yakin, setelah ini, dia akan menangis lagi.
.
"Ka-kamu... apa kabar?" Tanya Chika setelah cukup lama menunduk dan terdiam.
.
Ya, kini keduanya sudah tinggal berdua. Kedua sahabat Chika sudah pergi entah kemana.
.
"Seperti yang kamu lihat, aku baik. Tapi kamu tahu kan? Apa yang terjadi diantara kita sama sekali gak sebaik dulu?"
.
Mendengar itu, Chika hanya bisa membalasnya dengan senyuman. Apa lagi yang bisa Chika lakukan jika semua itu benar?
.
"Sepertinya, showcase kamu berjalan lancar. Selamat ya."
.
Berarti dia adalah Vino, pacar Chika.
.
Bukannya menerima jabat tangan Chika, Vino justru memeluknya. Pelukan itu terjadi cukup lama. Semua emosi yang mereka pendam, tumpah begitu saja. Setelah di rasa suasana menjadi lebih tenang, Vino melepaskan pelukan itu kemudian mencium kening Chika singkat.
.
"Kamu tahu? Betapa bahagianya aku seandainya aku bisa peluk dan cium kamu di depan semua orang hari itu? Kamu orang dibalik semuanya, Chik. Semua kesuksesan aku. Bukan Mira."
.
"Tapi, kamu tahu aku datang kan? Aku diluar sendirian, Vino! Bahkan sampai lokasinya sepi, kamu yang aku cari gak ada disana."
.
"Terus, kalau aku gak ada disana, apa kamu berhak pergi sama laki-laki lain sementara pacar kamu cemas cariin kamu? Aku lihat semuanya, Chik! Aku lihat, Chika!"
.
"Aku melakukan itu karena aku gak punya pilihan lain, Vin. Kamu paham kan?"
.
Lutut Chika mulai terasa lemas dan dada Chika mulai merasa sesak.
.
"Oke, anggap aja ini semua salah aku. Kamu tahu gimana kondisi aku waktu itu? Aku kacau dan aku bela-belain datang karena aku gak mau kecewain kamu." Chika mulai berbicara panjang lebar.
.
"Tapi apa? Kedatanganku sama sekali gak bisa bawa dampak apapun buat kamu. Aku ngerasa nggak ada artinya lagi, Vino. Aku ketakutan, aku sendirian, dan satu-satunya orang yang peduli sama aku saat itu cuma laki-laki itu." Sambungnya dengan penuh emosi hati.
.
"Kalau kamu berharap aku yang ada di samping kamu saat showcase itu dan bukannya Mira, harusnya kamu juga bisa rasain kalau aku juga menginginkan hal yang sama, Vin."
.
Chika menarik napas dalam-dalam. Air matanya sudah tumpah dengan begitu deras.
.
"Aku mau kamu yang hadir saat aku berada di titik terlemahku. Bukan siapapun apalagi Pak Zahran."
.
"Aku senang saat dengar kalau kamu cemburu lihat aku pergi sama Pak Zahran. Tapi, hal itu malah bikin aku ragu kalau kamu sayang sama aku."
.
Pria itu tampak mengacak rambutnya kasar.
.
"Maksud kamu, aku udah gak sayang sama kamu, begitu? Aku gak habis pikir, ya. Kenapa pemikiran kamu bisa sedangkal itu."
.
"Dangkal?" Chika berdecih pelan.
.
"Realitanya, rasa sayang kamu cuma sampai di mulut, Vin."
.
"Aku gak berekspektasi kamu bakal mukulin Pak Zahran waktu kamu lihat aku masuk mobilnya, tapi aku harus bisa terima kalau kamu sama sekali gak berusaha bawa aku keluar dari sana."
.
Keduanya terdiam cukup lama. Bukan hanya untuk Chika, ini pasti menjadi moment yang sangat ingin Vino hindari.
.
"Jadi, mau kamu apa?" Tanya Vino pada akhirnya.
.
"I don't know. Yang pasti, selama tiga tahun ini kamu udah jadi laki-laki yang sangat luar biasa menurutku. Kita udah lewatin up and down bareng-bareng. Tapi, kalau emang kita gak berjodoh, aku akan berusaha ikhlas dan aku harap kamu juga bisa ikhlas."
.
Chika bisa melihat ada raut kekecewaan dan penyesalan yang terpancar dari wajah Vino. Tetapi, Chika percaya mereka belum benar-benar berakhir.
.

apakah ini akhir dari cerita cinta Vino dan Chika
doakan saja yang terbaik buat mereka ke depannya

Tentang Jatuh HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang