18

580 74 4
                                    

Merasa ada yang tidak beres dengan Zahran, Chika lantas keluar dari lift. Pria itu termangu. Bola matanya hanya fokus pada satu titik. Meskipunn Chika tidak begitu ingat, Chika yakin dia adalah Fiony.

"Fi-Fiony?" Panggill Zahran dengan suara berat.

Dugaan Chika benar. Memangnya, siapa lagi yang bisa membuat Zahran sampai seperti itu kalau bukan Fiony?

Kelopak mata Chika mulai terasa panas saat Fiony membalas tatapan Zahran dengan tatapan yang sama. Kerinduan. Chika akui, Fiony cantik dan manis. Bahkan lebih cantik dari foto yang pernah Zahran tunjukkan padanya beberapa waktu lalu.

Namun, ada satu hal yang menarik perhatian Chika. Bukan pakaian ataupun tatanan rambut Fiony. Melainkan perut Fiony yang sedikit membuncit. Apa di dalamnya, ada nyawa yang tumbuh?

"Zah-Zahran?"

Jika Chika mampu menahan air matanya maka ia akan menahannya, tetapi rasanya gadis itu sudah tidak mampu lagi menahan air matanya. Bulir-buliritu menetes di antara riasan tipisnya.

"Aku gak salah lihat kan? Kamu? Untuk apa kamu kembali ke tempat ini lagi?" Lirih

Dada Chika terasa sesak manakala Zahran membawa Fiony ke dalam pelukannya. Bahkan sebuah kecupan mendarat di kening gadis itu.

"Dokter, maaf. Saya tidak bermaksud untuk mengganggu. Tetapi, denyut nadi pasien makin melemah. Tekanan darahnya juga menurun."

Dengan sedikit tenaga, Fiony pun mendorong dada Zahran saat mendengar kepanikan dari suster.

"Ah iya, sudah ada kabar dari Dokter Riri?"

"Beliau terjebak macet, Dok"

Fiony membuang napasnya kasar. Apa yang harus ia perbuat?

"Bawa pasien ke runag operasi, Sus. Saya yang akan menangani operasinya."

"Gak bisa, Ran!" Fiony menentang dengan keras.

"Kamu pikir operasi itu main-main, Hah? Kamu sudah terlalu banyak masalah, Ran. Please, jangan hancurin diri kamu lagi dengan hal yang sama seperti sebelumnya."

"Dan kamu mau membiarkan pasien ini mati begitu saja tanpa penanganan? Dimana hati nurani kamu sebagai dokter?"

"Aku mohon sama kamu, jangan!" Larang Fiony sekali lagi.

"Mas, jangan." Ucap Chika dengan suara mengecil.

Zahran mengernyit, "Kenapa? Bukannya ini keinginan kamu? Kalau saya berhasil, kemungkinan besar saya akan kembali bekerja di sini."

"Itu pun kalau kamu berhasil, Mas. Lagipula itu sebelum Chika tahu kalau masa lalu kamu juga ada di sini." Lirih Chika.


Chika menatap ruang operasi yang masih tertutup rapat dengan tatapan nanar. Di dalam sana, ada Zahran yang sedang berusaha menyelamatkan nyawa seseorang.

Beberapa saat sebelum operasi dimulai, Zahran sempat memberi tahu Chika agar tidak perlu khawatir. Tetapi apa mungkin? Bahkan saat ini saja, kepala Chika sudah terasa pening.

Sejujurnya, Chika tidak mendoakan pasien mati. Karena jika pasien itu mati, Chika jamin Zahran akan kembali semakin terpuruk. Lalu jika operasi itu berhasil, apa itu jawaban dari Tuhan jika mereka tidak ditakdirkan untuk bersama?

"Dek, kamu baik-baik aja? Wajh kamu pucat."

Chika mendongak dan menatap ke orang yang sedang mengajaknya bicara.

"Em, aku gak apa-apa kok, Kak." Jawab Chika, kemudian kembali menunduk.

"Dia memang keras kepala. Tapi, kakak percaya dia pasti bisa kalau dia punya keyakinan yang kuat."

Tentang Jatuh HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang