36

550 87 9
                                    

Usai melewati peristiwa gila itu, Chika hanya bisa duduk diam di depan meja makan. Chika sendiri tak menyangka, setelah cukup lama Chika berusaha membentengi diri, nyatanya ia masih saja takluk dengan perlawanan Zahran.

Ditambah lagi, apa yang Chika lakukan tadi? Mengalungkan lengan dilehernya kemudian membalas ciumannya? Astaga! Itu sungguh memalukan.

"Maaf, aku cuma bisa masak ini. Belum sempat belanja banyak soalnya."

Chika memperhatikan Zahran yang sejak tadi sudah menyuap sarapannya dengan tenang. Baiklah, jika tidak ingin kejadian tadi terulang, Chika harus mengikuti permainannya.

"Kita disini hanya sarapan kan, Pak? Maaf sebelumnya, saya tidak bisa berada disini lama-lana karena ada kuliah pagi."

"Maunya sih gak cuma breakfast ya. Pengen habisin waktu seharian sama kamu. Tapi, aku gak bisa. Tadi malam, aku dapat email dari kampus di Singapura untuk melakukan pemberkasan hari ini."

Chika hanya menganggukkan kepalanya.

Keduanya melanjutkan kegiatan sarapannya dalam sunyi. Namun, itu justru membuat debar jantung Chika semakin tidak karuan.

"Selesai!" Ujar Chika dengan nada penuh kelegaan saat makanan di piring Chika sudah habis tak bersisa.

"Chika akan cuci piringnya, setelah itu Chika pamit pulang, Pak."

Gadis itu kembali menahan napas ketika sebuah lengan melingkari perutnya.

"Pak, tolong-"

Lidah Chika tiba-tiba kelu ketika kotak kecil berwarna biru dengan berlian putih tiba-tiba berada di depan matanya.

Chika bahkan tidak sadar, tubuhnya sudah diputar dan kini dirinya kembali berhadapan dengan sang pelaku.

"Lucu gak sih, kalau selama ini aku sering menyebut kamu calon istri tapi kenyataannya, aku belum melamar kamu secara resmi?"

Zahran kembali membawa Chika ke dalam dekapannya. Kali ini, pelukan tersebut terjadi cukup lama, dalam, dan hangat. Ditambah lagi, detak jantung mereka yang saling berlomba semakin menguatkan fakta bahwa keduanya masih ingin untuk saling terikat.

Zahran sedikit menuduk untuk mensejajarkan pandangannya dengan Chika.

"Menikahlah denganku, will you?"

Percayalah, kalimat itu sukses membuat air mata Chika luruh.

Sembari mengatur detak jantungnya yang belum sepenuhnya normal, Chika menghapus air matanya yang tadi sempat menetes.

Jujur, lamaran Zahran benar-benar diluar dugaan untuk Chika, dan itu sempat membuatnya sedikit terharu.

"Jadi, bagaimana? Mau ya sayang?"

Chika melempar sebuah senyum kecil padanya. Senyum kecil yang memiliki banyak makna. Namun bagi Zahran, hanya ada satu makna. Ya, gadisnya ini tidak mungkin berkata tidak bukan?

Zahran mengambil cincin itu dari kotaknya dengan tangan yang sedikit gemetar. Maklum saja, ketegangan masih mengakar kuat pada dirinya.

"Maaf ya, malah jadi gemeteran begini."

Zahran menarik napas dalam-dalam dan berusaha menyematkan cincin itu ke tangan mungil yang nantinya akan selalu dia genggam dan dia lindungi.

Hanya saja, saat cincin itu hampir mendarat sempurna, Chika justru menarik tangannya.

"Ke-kenapa?"

"Maaf, Pak. Chika tidak bisa."

Zahran diam dan menatap Chika dengan tatapan tidak percaya.

"Terimakasih, bapak sudah menyiapkan ini semua dengan sedemikian rupa. Tapi, Chika tidak bisa jadi istri bapak."

Zahran berusaha mengembalikan kesadarannya. Pria itu kemudian menarik tangan Chika dan membawanya duduk di sofa.

"Kalau ini mengenai kesalahanku-"

"Semua sudah selesai, Pak. Bapak tidak lupa kan status kita sekarang apa?"

"Mengenai alasan mengapa Chika masih tetap berada disini, Chika hanya ingin menghormati bapak."

"Dan ciuman itu? Ah! Bapak pasti salah paham. Chika memang membalas ciuman bapak. Tapi, kejadian tadi murni karena Chika terlalu terbawa perasaan."

Gadis itu membuang muka untuk sesaat. Andai Zahran tahu, dirinya juga tak kalah sakit saat ini.

"Jadi untuk kedepannya, Chika mohon bapak jangan berharap lagi kepada Chika. Karena sekeras apapun usaha bapak, hubungan kita sudah tidak bisa diperbaiki."

Chika menepuk bahu Zahran kemudian bangkit dari duduknya. Untuk apa lagi dia disini?

"Chika pamit, Pak. Terima kasih untuk sarapannya. Masakan bapak enak."

Saat itu, Zahran hanya bisa menatap kepergian Chika dengan sudut bola mata yang sudah berair.

~~~

he he he




besok masih pts😱

Tentang Jatuh HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang