˚⸙͎۪۫⋆ Happy reading ˚⸙͎۪۫⋆
«
Dalam perjalanan menuju ke rumah sakit
Seorang pemuda bersurai hitam melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Tangan kanannya digunakan untuk mengatur laju kendaraannya, sedangkan yang satunya menggenggam erat pelukan di perutnya.
Awalnya pemuda ini berniat untuk memanggil ambulance, hanya saja ia mengurungkan niatnya tersebut. Keputusan yang ia ambil memang memiliki risiko yang cukup tinggi, tapi jika ia memilih untuk menunggu lebih lama lagi bisa saja gadis di belakangnya ini semakin lemas.
"Tangannya dingin," gumamnya sehabis mengelus punggung tangan gadis tersebut.
Dengan rasa khawatir yang semakin memenuhi pikirannya, ia pun semakin melajukan kecepatannya di atas ketentuan berkendara. Persetan dengan peraturan berkendara, keselamatan gadisnya adalah hal utama yang harus ia lakukan.
Tangan mungil gadis tersebut semakin mengeratkan pelukannya ke dalam tubuh pemuda di depannya.
"Taeyong," lirih Jennie yang nyaris tidak terdengar oleh pemuda di depannya.
Tangannya kembali mengusap punggung tangan milik gadis yang memeluknya dari belakang. "Iya, kenapa? Gue disini," balasnya.
"Maaf,"
"HAH, APAAN?" tanya pemuda itu dengan nada sedikit keras karena ucapan sang gadis tertindih suara bising dari laju motornya.
"MAAF," ulangnya dengan sedikit keras.
Dalam beberapa saat suasana kembali hening seperti semula. Kedua insan ini sama-sama diam, tak ada sama sekali yang berniat membuka pembicaraan. Hingga pada akhirnya pemuda tersebut merasakan basah yang membanjiri punggungnya.
Gadis di belakangnya menangis sesegukan diselingi dengan gumaman 'maaf' berkali-kali.
Niat untuk menenangkan gadisnya itu ditundanya dahulu tak kala ia melihat pintu masuk rumah sakit sudah mendekat.
Usai mengurusi kendaraannya, pemuda tersebut berjongkok membelakangi gadis yang berdiri memeluk erat hoodie hitam miliknya.
"Ayo naik," ujar pemuda tersebut yang langsung dituruti oleh gadis di belakangnya.
Setelah memastikan bahwa gadis di belakangnya sudah naik ke punggungnya dengan aman, pemuda tersebut mulai mengutarakan beberapa kata untuk menenangkan sang gadis.
"Gak perlu minta maaf," ujarnya sembari berusaha untuk berdiri. "Apa yang udah terjadi gak bakal bisa dibalikin ke semula. Ini semua udah diatur sama yang di atas jadi sekarang jalani aja apa adanya."
Kakinya perlahan melangkah ke depan secara bergantian. "Dan juga ini bukan salah lu. Cuma kebetulan aja yang di atas makek lu dalam skenarionya," tuturnya.
Kepalanya menoleh ke samping untuk melihat wajah milik gadis ."Mau serumit apapun skenarionya," Ia pun memberi sedikit jeda pada ucapannya dan menunjukkan senyum penuhnya.
"gue tetap ada di belakang untuk jagain lu."
🍁🍁🍁
Ruang yang bertuliskan UGD di atas pintu masuk terlihat sangat ramai. Tiap sudut dipenuhi dengan peralatan medis dan ranjang yang ditempati pasien. Tak sedikit pula diantara alat medis tersebut mengeluarkan suara yang membuat beberapa orang kehilangan harapan.
Beruntungnya pemuda bersurai hitam ini bisa sampai di ruang tersebut dengan cepat meskipun sedang menggendong seseorang di punggungnya.
"Lukanya sudah berhasil ditutup dan untuk proses pemulihannya sendiri akan memerlukan waktu sekitar dua minggu. Pastikan untuk mendapatkan istirahat yang cukup untuk membantu proses pemulihan. Apakah ada yang ingin ditanyakan?"
Seorang perempuan berbalut jas berwarna putih serta name tag yang diawali dengan title 'Dr' di depannya baru saja menangani luka Jennie.
Pemuda tersebut membungkukkan badannya sebagai bentuk terima kasih kepada dokter karena telah mengobati gadisnya. "Tidak, terima kasih banyak dokter."
Dokter pun menunjukkan senyumnya. "Sama-sama. Semoga cepat sembuh, ya. Kalau begitu, saya permisi dulu." Akhirnya dan pergi menjauhi kedua insan tersebut.
Taeyong kembali menegakkan tubuhnya dan mengambil tempat duduk di sebelah ranjang Jennie. Perhatiannya kembali pada sang gadis yang masih fokus menatap telapak tangan yang baru saja diobati.
"Oi,"
"Kenapa?"
"Telapak tangan gue pasti jadi jelek karena bekasnya, kan?"
Luka yang berada di telapak tangan Jennie cukup dalam yang mengharuskan dokter untuk menjahit lukanya agar tidak terjadi pendarahan lebih banyak lagi. Luka tersebut mendapatkan dua jahitan yang membuat bekas dari jahitan tersebut terlihat dari luar.
Jennie membenci hal itu.
Ctak
"Awww, sakit. Kok disentil, sih?" ringis Jennie sembari mengusap dahinya yang baru saja disentil dengan jari besar milik Taeyong.
Taeyong pun menghela nafasnya perlahan. "Lagian lu tuh aneh ya. Udah tau lagi sakit juga masih mikirin beginian," gerutu Taeyong.
"Ya, tapi kan–" ucapannya terputus dikala Taeyong menarik telapak tangan Jennie yang lain menyentuh dada kirinya.
Sudah jelas Jennie menjadi sedikit salah tingkah dengan perlakuan Taeyong barusan. Namun, gadis itu merasakan sebuah perasaan yang aneh. Ia merasakan dentuman dari dalam tubuh Taeyong yang bergema sangat cepat.
"Ini...."
"Iya, ini kondisi jantung gue sekarang. Sekarang lu udah tau kan seberapa khawatirnya gue?"
Sinting. Hanya itu yang dapat Jennie ucapkan berkali-kali di dalam hati kecilnya. Semburat malu telah memenuhi wajahnya bahkan ia sendiri tidak bisa membayangkan bagaimana kondisi wajahnya sekarang.
Sudah lama ia tidak merasakan hal seperti ini malah ia pikir tidak bisa merasakan hal ini lagi tapi tiba-tiba saja perasaan itu muncul lagi.
Pada orang yang sama lagi.
"A-apaan, sih? Ga jelas banget," elaknya sembari menarik tangannya kembali. Sedangkan pemuda di depannya itu tersenyum melihat perilaku gadisnya yang sudah lama tidak terlihat.
"Oh, dan satu lagi," ujar Taeyong yang membuat Jennie sedikit menaikkan alisnya. "jangan panggil gue oi. Nama gue bukan oi, nama gue Taeyong."
Sebelum hendak membalas, perhatian Jennie teralihkan dengan suara dorongan ranjang yang mendekati ranjang miliknya. Gadis itu berusaha untuk melihat siapa yang terbaring di ranjang tersebut tapi ia tidak berhasil melakukannya karena perawat-perawat tersebut menghalangi pandangannya.
Hingga pada akhirnya sepasang manik coklat menatap keberadaan Jennie. "Jennie?"
Yang dipanggil pun terkejut setelah melihat ke sumber suara. "Mama? Mama ngapain disi-" ucapannya terputus setelah menelusuri pakaian milik ibunya yang bersimbah darah.
"Mama kenapa?!" tanyanya histeris.
Sang ibu pun berusaha untuk tetap tenang menghadapi kondisi di depannya ini. "Mama gapapa tadi ada kecelakaan di jalan waktu mama mau pulang ke rumah," tuturnya menjelaskan.
Sang anak yang mendengar ucapan ibu pun sedikit tenang tapi ketenangan itu hanyalah bersifat sementara.
"Tapi ada hal lain yang jadi masalah sekarang,"
Jennie yang bingung pun segera bertanya. "Apa, Ma?"
Atensi sang ibu beralih pada ranjang di sebelah Jennie yang baru saja ditempati oleh pasien baru beserta perawat yang mengeliling di sekitar ranjangnya.
"Anak itu," Tangannya diarahkan ke orang yang dimaksud. "menyelamatkan ibu dan sekarang ia tengah terluka."
Baik Jennie maupun Taeyong sama-sama melihat ke ranjang di sebelah mereka dan betapa terkejutnya mereka berdua ketika melihat orang yang tengah berbaring di ranjang tersebut.
"Haruto?"
»
KAMU SEDANG MEMBACA
Alone
FanfictionDi dunia ini ada satu hal yang tidak dapat dilakukan oleh manusia, yaitu mengubah takdir. Tentu saja dalam kehidupan ini kita selalu diiringi dengan masalah dan sayangnya kita lebih memilih untuk menghindari permasalahan tersebut daripada menghadap...