˚⸙͎۪۫⋆ Happy Reading! ˚⸙͎۪۫⋆««
"Jennie pu–"
"Kamu itu ya nggak bisa ngurus mereka, lihat aja mereka sekarang jadi kayak gitu!"
"Jaga ucapanmu ya mas, selama ini aku yang terus ngasih perhatian mereka. Emangnya mas yang kerjaannya cuman mabuk-mabukan dan berjudi di luar sana?"
"Heh, kamu jadi istri nggak usah ngelawan yaa, ngaca sana siapa yang lebih buruk. Aku yang berjudi atau kamu yang main dibelakang aku."
Jennie memutuskan perkataannya karena tengah menyaksikan aksi serang-menyerang antara kedua orang tuanya.
Jujur, Jennie rasanya ingin marah. Jennie tidak menginginkan hal ini terjadi, ia hanya menginginkan kedua orang tuanya itu berbaikan dan kembali pada anak anaknya.
Merasa muak dengan pemandangan di depannya ini, gadis ini pun memutuskan untuk pergi menuju kamarnya.
Baru saja Jennie ingin beranjak, ibu Jennie menahan lengan Jennie,
"Kamu liat dia sekarang? Dia kayak gini gara-gara mas nggak mau perhatiin dia!""Kok kamu nyalahin aku? Bukannya aku gak mau perhatian, dia nya aja yang nggak pernah nurut apa mauku. Disuruh nikah aja susah banget padahal kemaren udah jelas-jelas orang besar yang ngelamar dia, kehidupan udah terjamin tapi malah dibuang sia-sia. Buat apa sih sekolah tinggi-tinggi? Gak guna tau nggak,""
How's Jennie's heart condition rn?
She feels so hurt. Even though it's just words but it's too much for her.
Perempuan mana sih yang nggak marah kalau dibilang seperti itu oleh orang tuanya sendiri? Dibilang percuma aja sekolah tinggi padahal ada banyak kesempatan yang bisa kita raih."Mas kok nyalahin dia?? Kalo emang mas gak setuju ya udah kita cerai. Kita selesaikan semuanya, biar anak-anak sama aku!"
Sang ayah yang tak terima pun ikut membalas, "Enak aja kamu bilang gitu. Mereka tu harus ikut sama aku supaya sopan santun mereka tu dijaga,"
"Gak, pokoknya sama aku"
"Aku"
"Aku"
"A–"
"Ma, pa cukup!" Kini gadis itu tidak dapat lagi menahan amarahnya. Ia meluapkan kekesalannya itu di depan orang tuanya.
"Aku gak mau ikut siapa-siapa dan kalaupun kalian mau cerai, silahkan! Kalian emang gak pernah peduli sama aku dan Hanbin."
"Anak ini benar-benar ku–"
"Apa? Kurang ajar? Tidak punya sopan santun? Tidak berpendidikan?"
Jennie pun menjeda kalimatnya dan memberikan senyuman seringai kepada dua orang yang berada di depannya,
"Harusnya kalian sadar dong siapa yang egois, siapa yang kurang ajar, siapa yang nggak berpendidikan.
Itu tuh kalian bukan aku sama Hanbin!" Lanjut Jennie yang kemudian dihadiahi sebuah pukulan yang mendarat mulus di pipinya itu.Jennie sudah terlalu kecewa dengan orang tua yang berada di depannya ini. Ia kecewa dengan orang yang dulunya selalu menggengam tangannya ketika ia merasa takut.
Ia kecewa dengan orang yang dulunya selalu memberikannya harapan hidup karena esok hari kan lebih baik dari sebelumnya. Ia kecewa dengan orang yang dulunya selalu menjadi panutannya dan hidup tanpa mereka hakikatnya mati.
Tak mau berlama-lama disisi kedua orang ini, ia pun memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah yang baru saja ia singgahi sementara.
"Mau kemana kamu?!"
"Mau Jennie kemana juga, Jennie nggak akan ngerepotin kalian."
Yah, Jennie harus pergi. Setidaknya, saat ini ia memerlukan sebuah tempat untuk menenangkan pikiran dan perasaannya.
🍁🍁🍁
"Kak, kak!" Panggil seorang anak yang kini sedang berjualan di pinggir jalan.
Jennie sekarang tengah berada di sekitar tempat penyebrangan. Ia tidak menyadari bahwa dirinya hampir saja akan bertabrakan dengan sebuah mobil. Pikirannya sedang kacau. Ia bahkan tidak mau diganggu oleh siapapun, namun anak dibelakangnya ini memanggilnya.
Jennie yang mendengarnya langsung mengarahkan badannya ke anak tersebut. Ia ingin melampiaskan kemarahannya tersebut.
Namun,
"Kakak, bisa bantu saya nyebrang?–
anak itu
–Tongkat saya jatuh waktu ditumbur sama motor tadi jadinya saya nggak bisa ngapa-ngapain padahal saya lagi buru-buru mau menemui ibu saya."
buta.
Jennie tidak habis pikir dengan Keluarga anak laki-laki ini. Teganya mereka menyuruh anak ini berjualan di pinggir jalan dengan resiko yang sangat tinggi untuk kondisinya yang tidak memungkinkan.
Tanpa membuang waktu lama pun, Jennie pun mengulurkan tangannya ke anak laki-laki tersebut, "Makasih ya dek," Ucap Jennie pada saat membantu anak tersebut menyebrangi jalan.
"Buat apa kak?" Tanya anak itu.
"Udah nyelamatin kakak." Jennie pun mulai merangkul anak itu, "Tadi kakak nggak sadar kalo hampir ditabrak orang, tapi kamu manggil kakak jadi kamu selamatin kakak.
Setelah mendengar perkataan Jennie, anak tersebut tersenyum,
"Sama-sama, kak. Bukan apa-apa kok."Setelah itu, tidak ada lagi percakapan diantara kedua manusia tersebut, hanya suara angin dan kendaraan yang berlalu menemani perjalanan mereka.
Awalnya anak ini sudah meminta pada Jennie untuk melepaskannya dan membiarkan dirinya pergi ke tempat tujuannya sendiri. Namun, Jennie menolak karena ia merasa malu akan apa yang sudah ia lakukan pada anak laki-laki ini sebelumnya, sehingga Jennie pun memutuskan untuk menemani anak laki-laki tersebut hingga sampai ke tempat tujuannya.
Mereka terlalu sibuk dengan pikiran mereka masing-masing sampai akhirnya mereka sampai ke tempat tujuan mereka. Tapi, Jennie dibuat bingung oleh anak ini pasalnya membawa dirinya ke tempat pemakaman.
"Kakak pasti bingung ya kenapa kita ada di tempat pemakaman??"
"Maksud kamu? Jangan bilang–"
"Ibu saya tinggalnya disini kak. Dia udah bahagia kok."
»»
KAMU SEDANG MEMBACA
Alone
FanfictionDi dunia ini ada satu hal yang tidak dapat dilakukan oleh manusia, yaitu mengubah takdir. Tentu saja dalam kehidupan ini kita selalu diiringi dengan masalah dan sayangnya kita lebih memilih untuk menghindari permasalahan tersebut daripada menghadap...