˚⸙͎۪۫⋆ Happy Reading! ˚⸙͎۪۫⋆«
Gelap
Semua terlihat gelap bagi Jennie. Gadis itu perlahan mengumpulkan kesadarannya untuk memahami situasi yang sedang terjadi. Tidak ada satupun orang yang berada di sana. Semua benar-benar terlihat gelap.
Gadis ini mencoba untuk membuka suaranya namun suaranya itu tidak dapat keluar dengan jelas karena nampaknya ada sesuatu yang menutup mulut gadis itu dengan erat. Setelah menyadari kondisinya yang serba terikat, gadis itu pun berusaha untuk menggerakkan seluruh anggota tubuhnya untuk melepaskan dirinya dari jeratan tersebut.
Disaat gadis itu tengah berusaha untuk melepaskan diri, kondisi di sekitarnya yang awalnya serba gelap kini berubah menjadi terang oleh cahaya lampu yang dinyalakan. Mata Jennie menjadi sedikit terkejut akan perubahan kondisi ini sehingga ia sedikit menyipitkan matanya untuk melihat orang yang berada di depannya.
Hingga pada akhirnya ia berhasil untuk melihat dengan jelas orang yang berada di depannya. Jennie nampak terkejut dengan orang yang berada di depannya ini. Ia heran karena orang yang berada di depannya ini memakai pakaian yang serba tertutup sehingga gadis ini tidak bisa mengenali sama sekali orang yang sudah memperlakukan dirinya dengan buruk.
Tanpa diminta untuk melepaskan lakban di mulut Jennie, orang yang berada di depan Jennie ini sudah melakukannya duluan dengan cara yang kasar.
"Maksud lu apaan sih kayak gini? Lu siapa? Kenapa lu nyulik gue? Gue ada salah apa sama lu?" Tanya Jennie yang dirasa dirinya sudah ingin meledak.
Selepas mendengar ucapan Jennie, orang ini mengangkat salah satu sudut bibirnya, "Gak penting untuk lu tau siapa gue yang sebenarnya."
"Terus mau lu apa? Kenapa gue lu iket-iket kayak gini? Lu tau nggak kalo ini udah masuk ke dalam bentuk tindak kejahatan?" Jennie yang benar-benar penasaran rasanya ingin menanyakan pertanyaan lebih banyak.
Orang yang berada di depannya ini kini berjalan mendekati Jennie dan menyodorkan sebuah pisau tepat di depan wajah Jennie. "Santai sayang, gue cuman mau main-main aja sama lu." Perlahan orang di depannya ini pun membelai wajah Jennie dengan perlahan. "Wajahnya cantik, kalo gue iris dikit masih cantik gak, ya?"
"LU GILA, YA?" Teriak Jennie ketakutan ketika orang di depannya ini semakin mendekatkan pisau itu ke arah wajahnya. Jennie pernah berpikir bahwa ia lebih baik mati daripada harus menjalani hidup yang sengsara, tapi gadis ini juga tidak menginginkan kematian yang seperti ini.
Sontak orang di depan Jennie ini pun melemparkan pisau ke arah belakang Jennie yang untungnya masih tidak melukai Jennie. "IYA, GUE GILA. EMANGNYA KENAPA, HAH?" Pekik sang pemilik pisau tersebut seraya membuka masker dan topi yang menutupi wajahnya tersebut.
Setelah orang tersebut menunjukkan wajah aslinya, betapa terkejutnya Jennie ketika mengetahui fakta bahwa orang yang menculiknya ini adalah salah satu orang yang ia kenal. Tidak lama dari itu pun, Jennie tertawa, "Hahaha, apaan si pakai acara culik-culik? Lu nggak capek apa gangguin gue terus?" Olok Jennie ke orang tersebut tanpa dilanda rasa takut sedikit pun.
Orang yang kini berada di depan Jennie sedang menahan amarahnya dengan cara menyalurkan amarahnya tersebut ke kepalan tangannya, "Lu duluan yang mulai, Jennie. Dan kalo lu lupa, lu sendiri yang nantangin aksi gue ini bakal gimana nantinya, am I wrong?" Ujarnya seraya memegang wajah Jennie dengan salah satu tangannya.
Jennie pun menghela nafas, "Mau lu apa sih?" Tanya Jennie.
"Lu nggak tau rasanya jadi gue gimana," Lalu orang yang berada di depan Jennie ini pun melangkah mundur dari Jennie dan menduduki salah satu kursi yang berada di depan Jennie. "Lu cuman bisa mandang gue dengan sisi kegilaan gue. Lu nggak tau kalo gue ini sebenarnya rapuh."
Jennie pun yang melihat orang yang berada di depannya ini bersedih pun menjawab, "Hei, semua orang punya masalah masing-masing dengan standar tingkat kesulitan yang berbeda." Setelah Jennie mengatakan hal tersebut, orang yang berada di depannya ini pun sontak melihat ke arah Jennie lebih dalam.
"Lu nggak boleh kayak gini. Lu harus bisa ngehargain diri lu sendiri," Tambah Jennie.
Orang yang berada di depan Jennie ini pun menitikkan air matanya. "Gue tu iri sama semua orang yang bisa ngedapetin apa yang mereka mau."
Gak, gitu. Gue cuman minta keluarga gue kembali utuh aja susahnya minta ampun. Batin Jennie
"Lu dengan mudahnya bisa memiliki teman dan saudara yang bener-bener sayang dan perhatian sama lu," Lalu orang ini pun menunjuk dirinya sendiri, "Sedangkan gue? Gue nggak punya siapa-siapa. Gue pengecut, gue rapuh." Tambahnya mengakhiri penjelasannya.
Setelah Jennie mengetahui bahwa yang dibutuhkan oleh orang ini adalah kasih sayang, ia pun ingin membantu orang ini. "Temenan sama gue, yuk?" Ajak Jennie.
Namun sayangnya jawaban yang dilontarkan oleh orang ini tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh Jennie. "Temenan? Lu bilang lu mau temenan sama gue? Sorry gue nggak bisa temenan sama lu."
Jennie pun yang mendengar ucapan itu sedikit meninggikan nadanya, "Lu gimana sih? Emang lu pikir dengan cara lu jadi jahat bakal bisa nyelesain semua masalah lu? Enggak ada yang ada lu semakin lama semakin hilang arah." Terlihat raut wajah orang yang berada di depan Jennie ini menjadi sedikit kesal akibat perkataan Jennie.
"Banyak ngomong, lu. Udah ya, gue nggak mau dengerin omongan lu lagi. Ucapin selamat tinggal ya?" Orang ini pun perlahan mengeluarkan suntikan obat tidur pada salah satu tangannya yang sudah siap untuk disuntikkan pada Jennie.
"Jangan la–" Baru saja Jennie ingin meronta, Jennie sudah tertidur dengan lelap di kursi tahanannya tersebut. Melihat Jennie tertidur lelap, penculik tersebut memutuskan untuk keluar dari tempat persembunyian Jennie dan mulai menjalani aktifitasnya layaknya orang normal.
Sesaat sebelum orang ini hendak mengunci tempat ia menyembunyikan Jennie, orang ini pun meminta maaf pada Jennie.
"Sorry, Jen. Gue sebenarnya terpaksa ngelakuin ini supaya gue bisa bertahan hidup."
»
KAMU SEDANG MEMBACA
Alone
FanfictionDi dunia ini ada satu hal yang tidak dapat dilakukan oleh manusia, yaitu mengubah takdir. Tentu saja dalam kehidupan ini kita selalu diiringi dengan masalah dan sayangnya kita lebih memilih untuk menghindari permasalahan tersebut daripada menghadap...