19. Katanya Mama Rindu

1.1K 237 22
                                    

"It is not how much we have, but much we enjoy, that makes happiness

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"It is not how much we have, but much we enjoy, that makes happiness."

— Charles Spurgeon

***

"Pasangin dulu dong Bang helmnya."

"Abang-abang, gue nggak bisa ngerem!"

"Abang mau jatuh mau jatuh!"

Plak!

"Kok mukul sih?!"

Shandy yang duduk di belakang Fiki hanya dapat memutar bola mata malas. "Gimana mau bawa motor kalau lo aja takut begitu?"

"Gue nggak takut," sanggah Fiki.

"Iya, tapi lo panik," ujar Shandy, "padahal lo udah cukup bisa bawa motornya. Cuma harus hilangin paniknya aja. Lo bisa kan? Kalau lo sanggup gue bakal dengan senang hati kasih motor ini ke lo—"

"Iya-iya ngerti. Yaudah diam dulu. Kita ngomong lagi kalau udah sampai rumah."

Shandy cuma manggut-manggut dan duduk santai menikmati angin sepoi-sepoi yang menampar wajahnya berkali-kali. Nampaknya semalam hujan makanya beberapa jalanan terlihat tergenang. Shandy sudah menemani Fiki belajar motor selama satu jam berkeliling jalanan komplek sampai jalanan yang tadinya sepi sudah terisi oleh beberapa ibu-ibu yang terlihat berkumpul di tukang sayur untuk membeli bahan masakan.

"Demi alek, tangan gue masih tremor." Fiki menunjukan kedua telapak tangannya yang terlihat bergetar itu ke hadapan Shandy, membuat sang kakak senantiasa menariknya dan melingkupinya dengan tangan besar miliknya. Meskipun jika dibandingkan mereka sama-sama memiliki tangan yang lebar, namun dengan cara itu Shandy berusaha menenangkan Fiki. "Lo udah cukup lancar kok," katanya sambil menggiring Fiki masuk ke dalam rumah.

Fiki mengangguk. "Tapi, tetap aja. Gue kayaknya masih panikan banget. Huhu ... kenapa lo nggak bisa antar jemput gue lagi sih, Bang?"

"Lah itu kan permintaan lo semalam ya, Fik. Daripada nyusahin Mama dengan minta motor mendingan pakai motor gue aja, kan," ujar Shandy. Langkahnya membawa mereka menuju meja makan. "Lagipula, lo harus terbiasa hidup tanpa gue, Fik." Katanya lagi sebelum menjauh untuk mengambil piring.

"Tapi gue kan selalu sama lo?"

Shandy mengangguk. "Untuk sekarang, nggak tahu nanti, kan. Lagipula, lo juga udah mulai beranjak dewasa, Fiki. Gue juga nantinya pasti bakal membina rumah tangga."

Mendengar hal itu Fiki cengegesan. "Iya juga ya, kalau gitu lo sama Kak Nindy harus kasih gue keponakan yang lucu-lucu."

Shandy cuma manggut-manggut lantas mendorong piring berisi nasi uduk yang sempat mereka beli di jalan tadi mendekat kepada Fiki. "Sarapan dulu, gue juga mau siap-siap ke kantor."

"Jangan bandel lo, hari pertama kerja, kan."

Shandy tertawa. "Harusnya gue yang bilang gitu," katanya, "jangan bandel, udah anak kuliahan juga." Mengusak rambut Fiki gemas lantas berlalu dari hadapan sang adik untuk bersiap. Ah, euforia benar-benar memenuhi dirinya. Ia begitu excited menyambut hari pertamanya bekerja di perusahaan.

From Shandy (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang