24. Rasa Sayang

1.1K 253 18
                                    

Hi! masih ada yang nunggu cerita ini nggak? Maaf kalau ada typo,  jangan lupa vote+komen ya. Happy reading!

"Everyone needs a house to live in, but a supportive family is what builds a home

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Everyone needs a house to live in, but a supportive family is what builds a home."

— Anthony Liccione

***

Fiki sama sekali tidak mengerti kenapa Shandy akhir-akhir jadi sering marah-marah. Bahkan pada hal remeh sekalipun. Marah-marahnya nggak ke semuanya, hanya ke Fiki. Maka dari itu Fiki benar-benar bingung dengan perubahan dari kakaknya tersebut. Mungkin masalah yang dulu juga menjadi penyebab Shandy seperti ini. Ya, Fiki tahu diri saja sih makanya sekarang udah nggak lagi mencoba buat mengajak Shandy berbicara. Kata Fenly, Shandy butuh waktu. Lantas, kapan waktunya itu? Kapan waktu Shandy untuk bisa mendengarkan penjelasan Fiki atas kesalahpahaman ini? Kapan? Tidak tahu. Begitulah jawaban Fiki setiap harinya.

Namun, Fiki sudah tidak bisa sabar lagi. Pertemuannya dengan Nindy tempo hari nampaknya belum juga memberikan hasil apapun. Nindy sepertinya belum mencoba untuk berbicara dengan Shandy, begitupun Shandy yang akhir-akhir ini semakin disibukan dengan pekerjaannya. Laki-laki kelahiran Agustus itu sudah jarang sekali nimbrung dengan anak-anak kosan, membuat pertanyaan di diri mereka semua.

"Shandy masih belum baikan sama lo?" Farhan yang baru datang selepas menyelesaikan masalah pernikahannya bertanya begitu saja kepada si bungsu yang nampak muram.

Wajahnya sebelas dua belas dengan keadaan langit sore ini. Penuh kelabu menggantikan awan putih yang sejak pagi menggantung menyongsong hari. Pada akhirnya rintik hujan dan suara petir mulai menemani.

"Gue nggak ngerti, Bang. Gue takut," ungkap Fiki.

Farhan menghela napas. Dia tidak mengerti bagaimana bisa hubungan harmonis dari kakak beradik itu bisa renggang dengan begitu cepat hanya karena masalah yang sepele. Ya, bagi Farhan masalah percintaan itu cukup sepele jika dibandingkan dengan perasaan saudara kita sendiri.

"Gue deh yang coba ngomong ke dia." Farhan sudah bangkit dari duduknya. Namun, langkahnya lebih dahulu dicegat oleh Fiki yang sudah menghadang laki-laki tertua itu dengan tangan yang direntangkan."Jangan, Bang. Biar gue aja nanti yang ngomong," ujar Fiki.

"Shandy udah terlalu kekanakan, Fik," kata Farhan geram. "Lagipula bukannya pertujukan seni musik lo itu besok?" Fiki mengangguk sebagai jawaban. "Dan kalian masih aja berantem kayak gini? Kalau kayak gitu harapan lo akan Shandy yang datang buat lihat penampilan lo itu mending dibuang-buang jauh aja. Karena nggak bakal kejadian juga."

Fiki tertegun. Ah, pertunjukan musik ...

Sepertinya memang tidak ada harapan untuk Shandy melihat penampilan Fiki.

"Lo nggak mau itu terjadi, kan?" Farhan menyingkirkan tubuh Fiki sedikit agar tidak menghalangi jalannya lagi. "Jadi, gue yang bakal ngomong sama Shandy masalah ini."

From Shandy (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang