27. Bukan Pulang Yang Seperti Ini

1.7K 268 91
                                    

Tumben kan wkwk. Maaf kalau ada typo, selamat membaca!

"Death is tough for the people left behind on earth

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Death is tough for the people left behind on earth."

— Prateeksha Malik

***

"Abang!"

"Abang!"

Shandy menoleh, kekehan lolos begitu saja saat mendapati wajah sang adik sudah berlinang air mata di belakang sana. Lagi dan lagi ia harus mengeluarkan ekstra tenaga untuk menenangkan sang adik yang sudah kembali dalam mode : tidak menerima jika Shandy pergi begitu saja. 

"Nggak usah pergi ya, Bang?"

"Abang kan pasti pulang, Fik."

"Iya, tapi pasti lama deh."

"Tapi kan Abang udah janji untuk pulang?"

Lagi dan lagi Fiki terdiam, padahal abangnya hanya akan pergi merantau untuk melanjutkan pendidikan. Tapi, entah bagaimana Fiki benar-benar merasa kehilangan.  Mendapati kenyataan jika teman bertengkarnya akan hilang. 

Fiki hendak melemparkan protes kembali, namun mama yang sejak tadi diam akhirnya turun tangan. "Abang kan mau kuliah, Fiki. Masa mau dilarang-larang. Makanya Fiki harus belajar yang benar biar bisa nyusul Abang nanti kuliah di Jakarta. Iya, kan, Bang?"

Tenggorokan Shandy tercekat begitu saja saat mendapati sang mama menantapnya menantikan jawaban. Namun, tidak ada yang mampu Shandy ucapkan sebagai balasan, hanya anggukan patah-patah yang memecah keheningan. 

"Tuh kan Abang aja ngangguk."

Agak tidak rela sebenarnya untuk Fiki menerima alasan tersebut. Namun, akhirnya bocah itu mengangguk dan melepaskan sang abang menuju tanah perantauan.

***

Rasanya seperti dihantam batu berkali-kali, begitu menyakitkan. Isakan pilu menjadi penyadar bagi Fiki jika apa yang ada di hadapannya saat ini adalah kenyataan bukan buaian mimpi seperti hari-hari kebelakangan. Langit kelabu menjadi atap bagi mereka yang dirundung kesedihan, kehilangan, dan rasa tidak percaya yang berkali-kali dipatahkan dengan lantunan doa seiring langkah kaki mereka menuju pemakaman.

Fiki menjadi orang terakhir yang masih berdiri kaku di samping pusara sang kakak, rasanya seperti mimpi membuat Fiki hanya mampu menatap kosong dengan sorot sendu.

"Bang, gue bahkan nggak percaya kalau ini nyata." Monolognya menjadi pemecah kesunyian di belakang sana, tidak jauh dari Fiki yang masih betah berdekatan dengan sang kakak, teman-teman kosnya kembali mengeluarkan air mata. Semua kembali dirundung duka yang tidak berkesudahan.

"Harusnya gue nggak ngambek ya?" Kekehan lolos dari bibirnya. "Lagian lo ngapain juga sih ngebut-ngebut demi ketemu adik lo yang nggak tahu diri ini?"

From Shandy (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang