Penutup

1.4K 258 66
                                    

Katanya orang yang paling sering mengundang tawa adalah orang yang paling pintar menutupi kesedihannya

— From Shandy —

***

Riuh rendah suara tamu undangan memecah keheningan di dalam salah satu ballroom hotel cukup mewah di Jakarta. Meja-meja berisi makanan dan kudapan manis nampak dilingkupi oleh beberapa tamu yang baru datang selepas memberikan selamat kepada pasangan di atas pelaminan. Di balik suasana suka cinta, duka bahkan masih terasa. Jika saja Farhan belum mempersiapkan semuanya, mungkin ia akan dengan sukarela mengundur acara pernikahannya. Tapi lagi dan lagi segala hal tidaklah semudah menjentikan jari.

Farhan dari atas pelaminan memanggil salah satu temannya saat antrian tamu undangan terlihat kosong. Rani di sampingnya mengangguk sebagai jawaban dari rasa gelisah Farhan.

"Fiki ... belum kelihatan?" bisiknya kepada Fenly yang hanya mampu menggelengkan kepala. "Kita semua udah hubungin dia sejak kemarin, tapi nggak ada balasan apa-apa."

Dengan terpaksa Farhan mengangguk, lagipula dirinya tidak bisa memaksa kan? Walaupun jauh di dalam lubuk hatinya Farhan sangat menginginkan semuanya berkumpul termasuk si bungsu yang nampaknya masih nyaman di kampung halaman.

Tiba-tiba Farhan merasakan tangannya ditarik oleh Rani, lantas istrinya tersebut berseru, "Lihat! Siapa di sana?"

Mengikuti arah pandangan Rani, Farhan tidak bohong jika rasa bahagia langsung melingkupi. Si bungsu berdiri di sana, menggenggam microphone dengan cengiran polosnya. Disusul dengan kekehan ringan lantas berkata, "Sebelumnya mau bilang dulu ke Banghan dan Kak Rani happy wedding ya! Semoga kalian bahagia selalu!" Farhan dan Rani sama-sama mengangguk dan mengaminkan perkataan Fiki dalam hati.

"Fiki mau minta izin buat kasih persembahan untuk kalian, tapi ini sekalian juga untuk orang yang Fiki dan Abang sayang..." Ada jeda sebentar sebelum Fiki akhirnya melanjutkan kata-katanya. "Mama, persembahan ini untuk Mama."

Farhan melihat ke arah pandangan Fiki, di mana berdiri ibu Shandy dan Fiki yang sudah meremat kedua tangan di depan dada.

Semua tamu undangan keheranan, tapi Farhan malah menyunggingkan senyum kesenangan. Melodi yang familier di telinga menyapanya, Farhan bahkan tidak masalah jika Fiki akan membuat lautan air mata di acaranya.

Fiki memejamkan mata, berusaha fokus untuk menampilkan permainan yang baik di hadapan sang mama. Karena ini adalah mimpi besar dari sang kakak.

Ballroom hotel yang tadinya ramai langsung sepi, semua menikmati permainan Fiki yang nampak ahli. Sampai di dentingan terakhir, tepuk tangan meriah menutup penampilan Fiki yang begitu indah.

"Abang, harapannya sudah Fiki lalukan ya," bisiknya setelah selesai memainkan piano. Berharap bisikannya tersebut dapat dibawa oleh langit menuju Shandy.

Farhan di ujung sana tersenyum, membuat Fiki mau tidak mau ikut menarik sudut bibirnya. Terima kasih ya, sudah bersama-sama mewujudkan mimpi terbesar Shandy.

***

Fiki berjalan dengan pelan menyusuri koridor menuju auditorium kampus yang nampak ramai. Tangannya menggenggam sebuah tiket acara yang diselenggarakan pihak kampus. Sebenarnya Fiki tidak benar-benar ingin menghadiri, tapi paksaan dari Zweitson dan Fajri akhirnya mau tidak mau harus ia ikuti. Padahal hei! ini acara stand up comedy, yang jujur saja bukan kesenangan Fiki sekali. Bukannya memandang remeh atau bagaimana, tapi Fiki lebih suka musik dibanding hal-hal yang berbau komedi. Karena hal tersebut malah membuatnya mengingat sosok Shandy yang begitu mudahnya mengundang tawa di antara mereka. Shandy dengan beragam tingkah anehnya selalu mampu membuat mereka semua geleng-geleng kepala.

From Shandy (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang