"Mostly it is loss which teaches us about the worth of things."
— Arthur Schopenhauer
***
Pagi hari yang syahdu dengan diringi suara kicauan burung yang merdu hilang begitu saja di saat suara teriakan seorang pemuda yang memekakan telinga, mengguncangkan dunia, dan membangunkan para ikan cupang milik Pak Asyuaeib yang sedang asik diberikan pangan oleh pemiliknya.
"Abang! Gue telat huaa..."
Iya, teriakan Fiki benar-benar membuat suasana pagi yang syahdu berubah menjadi gaduh. Disertai dengan langkah kaki terburu membuat para penghuni kos terganggu. Bahkan Gilang yang masih dalam posisi tertidur di atas sofa karena menyelesaikan deadline tugas kuliahnya sampai terbangun dengan mata merah dan lingkaran hitam.
"Ada apa? Gempa ya?" tanya Gilang panik kepada Fiki yang cuma geleng-geleng kepala sambil memakai sepatunya.
"Terus kenapa?" desak Gilang.
Fiki menoleh. "Gue telat ke kampus, padahal hari ini ospek pertama." Dengan wajah tanpa dosa Fiki menjawab pertanyaan Gilang yang sudah memerah karena panik. Tugas-tugas yang sejak tadi berada di atas tubuh laki-laki itu sampai jatuh ke lantai dan berserakan.
Gilang yang mendengar itu berdecak. "Ah anjir gue kira apaan, sampai panik gini." Akhirnya dia memiih untuk kembali membaringkan tubuhnya di sofa. Karena jujur saja, Gilang benar-benar mengantuk karena baru tidur pukul dua malam.
"Lah?" Fiki hanya mampu melongo.
"Apaan sih teriak-teriak?" Shandy tiba-tiba datang dengan setelan kaos dan celana boxer kebanggaan. Sambil mengeringkan rambut dengan handuk ia mendekati Fiki yang masih sibuk mengenakan sepatu.
Namun, belum sempat Fiki menjawab, Fenly yang baru saja kembali dari acara membeli nasi uduk di depan gang tiba-tiba bertanya, "Lah lo kok belum berangkat, Fik? Zweitson sama Aji tadi udah berangkat pagi-pagi banget."
Fiki yang mendengar itu pun semakin panik sekaligus kesal dengan kedua teman barunya yang kebetulan menjadi mahasiswa baru di kampus yang sama dengannya. Padahal semalam Fiki sudah mengingatkan kedua orang tersebut untuk mengetuk kamar Fiki atau kalau perlu masuk dan menyiram Fiki dengan air mengingat laki-laki itu memang sangat sulit dibangunkan. Tapi, nyatanya kedua temannya itu melupakannya. Fiki merasa dikhianati.
"Tuh kan Bang, gimana nih?" Fiki sudah menghentak-hentakan kakinya ke lantai dengan gelisah.
"Yaudah pesan ojek online aja," pungkas Shandy.
Fiki menggeleng. "Nggak-nggak," katanya, "nanti kalau ada acara nyasar-nyasar gimana? Malah makin telat."
"Dengan lo yang kayak gini juga malah bikin makin telat Fiki..." kata Shandy gemas. Ia akhirnya menjatuhkan pandangan kepada Fenly yang sudah duduk manis di meja makan dan menyantap nasi uduk. "Fen, minjem helm ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
From Shandy (Completed)
General Fiction"Semua hanya perihal ditinggalkan dan meninggalkan. Akhirnya tetap sama, yaitu kehilangan. Fase di mana lo akan sadar jika seseorang itu sangat berarti di dalam kehidupan lo selama ini." "Tapi, kalau gue lebih baik meninggalkan daripada ditinggalka...