Bibir Seno yang dingin meninggalkan jejak dari tengkuk hingga telinga, menjalar keseluruh tubuhku yang kini terkulai tak berdaya dihadapan langit malam penuh bintang.
kami berbaring berdampingan terdiam mendengarkan suara deburan ombak, pasir putih terhampar bak primadani bersisik yang saling menarik.
lalu Seno mengajakku bangkit berdiri, melilitkan selimut tipis yang kami jadikan alas agar tubuhku tetap hangat.
kami berjalan terdiam disepanjang pantai.
"sebelum pulang makan dulu ya?"
"hm? kan mau ketemu orang tua kamu? emang gak sambil makan?"
"hemm aku laper, orang tua aku palingan dateng nya masih agak lama sih..."
"di ujung sana ada tukang sate yang enaaak banget"
"sate? sate apaan?"
"sate burung"
"hah? burung???"
Seno mengangguk, mata nya tampak berhati-hati memperhatikan reaksi mukaku.
hingga kami sampai pada satu pondok remang diujung pantai, seorang laki-laki tua berpakaian adat bali lengkap dengan udeng batik, terlihat dari perawakannya laki-laki itu seperti sudah berumur 80an, namun badannya masih tetap bugar.
saat melihat kami laki-laki itu tampak terkejut dan langsung mengipas sate yang sedang dia diamkan dialat pebakaran, seperti sudah mengerti dia menuangkan dua gelas kopi hitam untuk kami.
"terima kasih Pak Wayan" sapa Seno sembari tersenyum.
"sudah lama tidak lihat disekitaran sini" laki-laki itu mengangguk-anggukan kepalanya tersenyum menyapaku.
"kan Saya sudah bilang, nanti Saya kesini bawa calon Saya" jawab Seno sembari memegangi tanganku.
"di minum non kopinya" lanjut laki-laki itu memberikan kami gelas kopi yang baru saja dia tuangkan.
rasa kopi yang diberikan Pak Wayan pahit dan asam, ampas kasar membasahi bibirku ketika aku menenggak kopinya.. aku bukan penikmat kopi hitam namun anehnya kopi itu kutelan habis seperti orang kehausan.
setelah segelas kopi kuhabiskan Pak Wayan kembali membawakan kami sate yang baru saja dibakarnya.
Sate itu berwarna hitam pekat namun terlihat kering, mungkin kecap yang diberikan Pak Wayan sudah menyerap?
Aroma sate yang dihidangkan sangat lezat sehingga aku tidak kuasa untuk langsung menyantapnya, sembari menyantap aku menatap wajah Seno yang juga sedang tersenyum menatapku.
Seno mengambil beberapa tusuk Sate untuk dibagi kepiringnya dan menyantap sate itu juga.
tak lama, aku mendengar suara sendal berbondong - bondong menuju kearah kami.
ketika aku menoleh, aku melihat beberapa orang berbaris berjalan menuju kami, setelah ku perhatikan dari kejauhan dibarisan pertama ada seorang wanita dan laki laki yang tampan dan cantik memakai pakaian adat jawa.
rambut wanita itu terurai panjang, sedang yang lelaki rambutnya cepak namun memiliki janggut yang sangat panjang.
barisan dibelakang mereka menunduk, juga menggunakan pakaian adat jawa.
Seno melirik dan mengajakku berdiri.
"itu ibu dan ayahku"
lanjut Seno lagi.
Aku terkesiap, mereka tampak tidak realistis... begitu indah seperti lukisan yang kau lihat dimuseum kerajaan kerajaan...
bulu kudukku berdiri...
semakin mendekat wanita itu menatapku dan tersenyum, lalu jalan lebih cepat mendahului rombongan dan memecah formasi mereka.
lalu ketika mendekat, Ia tersenyum dan menganggukan kepalanya lalu berpaling kepada Seno, memegang kedua bahu dan mencium kening Seno.
"sudah lama kau tidak pulang, apakah tidak terlalu berlebihan?"
Seno tersenyum " Njeh Bu kan ini wis ketemu... kenalin Bu, ini Nika yang selalu Seno ceritakan kepada Ibu"
wanita itu menatapku kembali " sudah lama diceritakan, akhirnya ketemu juga.. ayu sekali kamu nak "
aku menyalimi tangan ibu Seno, dingin... tangan ibunya jauh lebih dingin ketimbang anaknya.
lalu Ayah Seno menghampiri kami.
Ayahnya hanya tersenyum tanpa berbicara, berdiri menjaga jarak.
"Pak" sapa Seno.
Aku berinisiatif untuk meminta pak Wayan membawakan kopi namun ketika aku menoleh kebelakang hilang sudah Pak Wayan beserta warungnya yang tadi dipenuhi beberapa lilin dan kini tampak gelap gulita.
Seno sepeti menyadari aku kebingungan dengan kepergian Pak Wayan
"Pak Wayan sudah pergi Nik" bisik Seno.
Aku hanya bisa mengangguk gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
bercinta kepada malam
RomanceKarnika baru saja tiba di jakarta berniat untuk melanjutkan pendidikan nya, namun dia tidak mengira bahwa ada sosok lain yang mengagguminya sejak lama, memaksanya masuk ke kehidupan yang lain, kehidupan yang dirasa lebih mudah untuk dijalani.