Fabian membetulkan posisi duduknya setelah memasuki pintu Tol, perjalanan kami akan menjadi perjalanan yang tidak terlupakan...
pulang ke kampung halaman bukannya untuk selametan malah untuk mengusir setan.
aku mengenakan kaos lengan panjang dan celana bahan, senyaman mungkin karna tau akan berada dalam perjalanan yang panjang pula sedangkan Fabian mengenakan kaos hitam lengan pendek dan celana trouser berwarna khaki.
sepanjang perjalanan kami memasang lagu hits tahun 90an dan bernyanyi bersama melihat mobil - mobil berlalu lalang
" aku ketemu mobil berwarna kuning lagi! 3 - 0 ya Nik!! kamu mah gak focus "
teriak Fabian bersemangat disaat kami memainkan permainan siapa cepat melihat mobil berwarna kuning, mobil yang ditunjuk Fabian adalah mobil Truk pasir lengkap dengan tulisan di belakang nya
MELUPAKAN IBADAH ITU NERAKA
MELUPAKAN ORANG TUA ITU DURHAKA
MELUPAKAN MU? MANA BISA !!
kami tertawa tak henti - hentinya.
ibu mengirim pesan hati - hati dijalan, tidak lupa pula doa kami panjatkan...
agar semua baik baik, agar tak ada lagi yang harus bersakit - sakit.
" berhenti di rest area depan ya Nik, aku mau beli kopi dan cemilan buat kita nanti di jalan " kata Fabian sembari menyalakan lampu sen ke arah kiri, aku mengangguk.
" aku sekalian mau pipis nih " jawabku.
waktu sudah menunjukan pukul 8 pagi, sudah 2 jam kami dijalan dan perjalanan ke Semarang kini sudah tidak memakan waktu lama lagi.
tak lama setelah kami mampir di rest area, mataku berat karna mengantuk...
semalaman aku tidak tidur karna terus saja memikirkan apa yang akan terjadi hari ini...
aku tidak tau sejauh mana ibu dan bapak tau mengenai aku dan Seno, atau apapun itu yang berhubungan dengan ular berkepala manusia yang keluar masuk jendela kamarku.
aku tidak tau apa mau perempuan setan itu dan aku juga tidak tau seberapa banyak kata terima kasih yang harus aku katakan pada Fabian.
sebelum menutup mataku, aku memandangi wajahnya yang sedang serius menyetir...
Fabian menggenggam tanganku dan berbisik " istirahat Nik, nanti aku bangunin kalau kita sudah sampai ya "
**********************************************************
aku berdiri didepan sebuah rumah kayu tua ditengah hutan, lalu didepannya aku melihat ada kayu yang baru saja dibakar...
lalu dari belakang, menembus badanku... berjalan Gusti endara...
ia meletakkan beberapa kayu bakar dan mengelap keringatnya, wajahnya terlihat gusar dan marah...
lalu ia menendang kayu yang telah terbakar itu.
kembali menembus melewati tubuhku, seorang wanita cantik berbalut kemben batik berwarna cokelat menangis bersimpuh dikakinya...
" apapun asal bukan anak kita mas... tolong... "
wanita itu bersujud menangis dan menyeka air matanya yang terus mengalir, berteriak memohon ampun dan meminta tolong namun Gusti Endara tidak menggubrisnya sama sekali, ia hanya berdiri dan memandang kearah hutan.
aku berusaha untuk bicara namun tak terdengar satu patah katapun dari mulutku sehingga aku hanya dapat menyaksikan dan seluruh tubuhku bergetar mengetahui aku telah kembali kemasa dimana raden wijaya bertemu dengan Seno untuk pertama kali.
aku melihat kesekitar mencarinya namun yang kulihat hanyalah pohon - pohon tinggi yang menjulang keatas dan rumah Gusti Endara.
tak lama, Gusti Endara membungkuk dan meminta wanita itu masuk kedalam rumah dan dia pergi masuk kearah hutan, penasaran aku pun pergi mengikuti kemana ia melangkah.
terus berjalan semakin kedalam hutan setelah cukup jauh dari rumah, Gusti Endara menghentikan kakinya didepan pohon beringin besar yang akarnya menjalar keseluruh arah, jantungku berhenti berdetak untuk beberapa saat ketika aku melihat Seno berdiri disampingku
ia tersenyum kepada Gusti Endara tanpa melihat kearahku sama sekali.
" ada keperluan apa datang mencariku? "
aku melihat Gusti Endara memperlihatkan batu topaz yang sama seperti yang aku miliki...
diam seperti kehabisan kata kata, tangannya tiba tiba gemetaran.
" tidak perlu takut, saya tau dan saya mengerti apa yang disampaikan oleh istri sampeyan...
tidak perlu khawatir karna saya ndak akan mengambil anakmu... "
" terimakasih ... " teriak Gusti Endara sembari menangis terisak dan duduk bersimpuh di kaki Seno
" kamu pasti sudah tidak ada didunia ini ketika aku meminang keturunanmu, aku sudah melihat wajahnya begitu juga dengan dirimu "
Seno memandang kaku kearah Gusti Endara, sedang aku yang berdiri tepat dibelakangnya hanya bisa terpaku.
Aku tidak kembali kemasa lalu... apa ini???
sepersekian detik aku berpindah tempat kesebuah makam dan melihat seorang kakek tua berdiri memunggungiku.
kakek tua berambut putih memakai blankon batik itu membalikan badannya dan berjalan kearahku...
" maafkan kebohodan dan kesalahanku serta sikapku yang sangat egois karna telah menumbalkan keturunanku sendiri, menyusahkan nasib mereka hanya agar aku tak perlu melihatnya namun percayalah, aku sendiri telah disiksa oleh mahluk itu dan juga para bangsa Jin...
aku tak dapat pergi meninggalkan dunia ini dengan tenang, aku dipaksa menjadi dayang dayang bangsa mereka... Karnika, semoga kamu mengerti... "
setelah selesai berbicara, kakek tua itu hilang entah kemana.
lalu aku terbangun dari mimpi.
KAMU SEDANG MEMBACA
bercinta kepada malam
RomanceKarnika baru saja tiba di jakarta berniat untuk melanjutkan pendidikan nya, namun dia tidak mengira bahwa ada sosok lain yang mengagguminya sejak lama, memaksanya masuk ke kehidupan yang lain, kehidupan yang dirasa lebih mudah untuk dijalani.