aku terus dan terus mengingat bagaimana terjadinya pertemuan antara aku dengan Seno, bagaimana aku bisa melihat wajahnya di mimpiku bahkan sebelum aku bertemu dengannya... bagaimana kami berkenalan, dan kemana kami pergi berkencan.
terus berjalan hingga kini aku berada di atas batu batu karang yang menusuk kaki ketika aku menapakinya, menoleh kebelakang dan mendapati Fabian yang tak bergerak dan terus menatapku, mengawasiku masih dengan wajahnya yang dingin... aku tau dia sedang berfikir dan juga mencerna semua ini, aku tau dia pasti kesal dan menyesal telah terseret dalam masalah yang terjadi diluar nalar ini.
Aku merindukan Seno...
tak lama setelah itu anak laki-laki yang kemarin membantu Fabian memanggil kami dari kejauhan, dia berteriak memanggil nama Fabian dan tangannya mengisyaratkan agar kami segera kembali, lalu Dia menghampiriku dan membantuku untuk turun dari batu karang.
" Maaf ya, tadi aku kasar ngomongnya "
" gak papa, aku ngerti posisimu... aku juga minta maaf, harusnya aku berterima kasih karna kamu mau temenin aku sampai sini "
sesampainya kami dirumah Mbah Suwarni, kami menjumpai seorang kakek tua duduk dengan tongkat terbuat dari marmer berwarna hijau tua...
saat melihat Fabian matanya terbelalak lalu menunduk untuk beberapa saat dan kemudian memalingkan mukanya ke arahku, matanya memandangi dari kepala hingga ujung kaki lalu memejamkan mata.
" Sampeyan kesini, kalau nggak cepat cepat diobati bisa bawa petaka keseluruh kampung " tangan kakek itu tak berhenti memutarkan jarinya keujung gelas kopi hitam yang disediakan diatas meja tepat disampingnya, uap panas dari kopi itu mencuat dari sela sela jarinya yang berputar.
aku dan Fabian hanya bisa berpandangan mata.
" mohon maaf sebelumnya " Kakek itu menganggukan kepala kepada Fabian
" Saya rasa Raden iku belum faham betul siapa dirinya " lanjut kakek itu lagi.
okay, aku makin bingung.
Fabian hanya terdiam menunggu kakek itu menjelaskan lebih lanjut, tak lama kakek itu berdiri dan mempersilahkan aku duduk ditempatnya dan memberikan aku gelas kopi yang sedari tadi ia pegangi.
" ini diminum "
" untuk apa? " tanyaku.
" sampeyan mau tau kan kenapa bisa sampai kesini? sampeyan minum "
aku menerima gelas yang diminum kakek itu dan menatap wajah Fabian dengan cemas, Fabian menatapku dan mengangguk meyakinkan.
kalau habis ini aku mati, seenggak nya aku tau cuma karna minum kopi bukan karna perempuan setengah uler jadi jadian yang kemarin!
pikirku sembari menggeleng-gelengkan kepala.
begitu aku meminum kopi itu, kepalaku berputar kencang sekali... badanku bergemetar aku bisa melihat Fabian yang dengan sigap memegangi tubuhku, wajahnya panik dan langsung menoleh kearah kakek tua itu
" ini ada apa??? " teriaknya
" sabar, dia akan lihat sendiri setelah ini "
***********************************************************************
Aku berjalan ditengah hutan lebat tanpa penghuni, jalan setapak ditengah hutan itu menunjukan bahwa sebelumnya ada beberapa kuda yang belum lama lewat.
ini dimana??
aku melihat kesekeliling, tidak ada siapapun. tanganku sudah penuh dilumuri oleh tanah, dan baju yang kukenakan hanyalah kain batik dan aku tidak menganakan alas kaki.
mengikuti naluri, aku terus menelusuri jejak kaki kuda yang ada didepanku.
sekiranya 700 meter sudah aku berjalan, aku tidak merasa lelah dan haus sama sekali, namun aku mendengar riak suara air dan juga suara orang yang terngah berbicara...
lalu aku mengendap-endap untuk mencari tahu suara siapa itu.
tak jauh dari tempatku berdiri aku melihat ekor kuda yang berkibas, jumlahnya ada dua ekor dan aku mencoba mendekat, dua orang laki laki gagah tengah meminum air dari sungai yang jernih
" wis ngendi kita saiki? " *sudah dimana kita sekarang?* kata pria pertama, aku melihat pria itu memegang keris yang sangat tajam terbuat dari emas.
" jepara Den " sahut pria kedua, tangannya disilakan kedepan membentuk sikap yang sopan... aku menyadari bahwa wajah pria itu terasa sangat familiar, seperti aku pernah melihatnya entah dimana.
ketika aku mencoba mendekat, kakiku yang tak terbiasa mengenakan kain tersangkut dan terjatuh.
*kreeeeeeeeeeeeeeek!!!*
kedua pria itu menoleh dan mengangkat keris mereka dengan sigap, lalu pria kedua itu segera berlari kearahku.
" Ojo ngalih! Sampeyan iku sopo?!! " * jangan bergerak, siapa kamu! *
aku bergetar ketakutan melihat keris itu ditujukan tepat dihadapanku, lalu berteriak sekuat tenaga " Ampun Ndoro, Jenengku Karnika "
bergetar hebat hingga aku mengeluarkan air mata, lalu pria pertama datang menghampiri
dia memperhatikan aku dari ujung kepala hingga ujung kaki
" Wis, Mung nggawa dheweke " *sudah, dibawa saja dia* pria itu segera menaiki kudanya dan berjalan kedepan
" Baik Den " sahut pria kedua membopongku naik ke kudanya.
" iki.. arep men " belum sempat aku bertanya akan dibawa kemana, pria kedua itu menghardikku dengan keras
" Berisik! "
aku hanya bisa terdiam sepanjang perjalanan hingga hari berganti malam dan tibalah kami di satu pohon yang sangat besar, aku didudukinya dibalik kuda mereka dan dari kejauhan aku melihat Seno keluar dari balik pohon tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
bercinta kepada malam
RomanceKarnika baru saja tiba di jakarta berniat untuk melanjutkan pendidikan nya, namun dia tidak mengira bahwa ada sosok lain yang mengagguminya sejak lama, memaksanya masuk ke kehidupan yang lain, kehidupan yang dirasa lebih mudah untuk dijalani.