There again, I saw him at the exact same spot the first time we spoke.
Duduk diam dengan tatapan yang kosong memandangiku dari kejauhan, ia mengenakan kaus bewarna hitam ketat dengan celana jeans dan sepatu sneakers. Sekilas aku melihatnya berbaur seperti mahasiswa biasa lain.
Aku melihat orang berlalu lalang di sekitarnya, beberapa mahasiswa terlihat linglung mencari meja agar mereka dapat menyantap makanan yang mereka bawa diatas nampan.
Lalu terpikir olehku, tidakkah mereka melihat meja itu kosong? Atau mungkinkah mereka dapat melihat Seno yang sedari tadi hanya duduk diam disana?
Aku masih berdiam di tempatku berdiri...
Aku... tidak tahu apa yang harus aku katakan padanya...
Hai? Apakah hai saja sudah cukup untuk memulai percakapan ini?
Apa kabar? Apakah pertanyaan seperti ini cukup awam dipertanyakan dalam kalangan bangsa jin dan kawan-kawannya?
Lalu Seno, dia bangkit berdiri dan melambaikan tangannya kearahku...
Aku masih terdiam syok.
Kini, dalam satu kedipan mataku dia sudah berdiri tepat dihadapanku, lalu menggandeng tanganku ke arah meja tempat kami biasa duduk
"Halo? Apa kabar? " tanya Seno. yup, pertanyaan ini mungkin cukup awam di kalangan mereka. Yang sudah jelas jelas tau bagaimana keadaanku.
Aku mengangguk "baik, kamu gimana?" jawabku pelan.
Seno terkekeh lalu menggeleng.
"Berat buat kamu sudah pasti berat juga untukku nik..." jawab Seno yang lalu diselingi oleh keheningan kami yang berlangsung cukup lama.
"Gimana tugas kampus kamu Nik?"
"Ini mereka bisa ngelihat kita gak sih? Atau selama ini mereka mikir aku gila ngomong sendirian?"
"Kalau aku cium kamu sekarang boleh? Karena gak akan satupun dari mereka yang akan memperdulikan kita disini"
Aku terdiam.
"Jadi? Selama ini mereka tidak bisa melihat aku sama kamu?"
"Cuma yang aku pilih yang bisa melihat aku, termasuk teman-teman kamu"
Jawabannya cukup jelas, pantas satpam kosanku tidak pernah bertanya soal Seno... pantas saja Asih bisa melihat Seno...
Aku mengangguk perlahan.
"Ada lagi yang mau ditanya?" Seno mendekatkan wajahnya, memperhatikan reaksiku...
Jarinya mengetuk-ngetuk meja makan seakan tak sabar mendengar jawabanku.
"Bukannya kamu bisa membaca apa yang aku fikirkan?" jawabku ketus sembari memalingkan pandangan ke arah mahasiswa lain yang berlalu lalang tanpa memperdulikan kami.
"aku tau aku salah nik, kita sudah pernah membicarakan hal ini dan aku gak mau menyerah... aku cuma minta waktu untuk kamu bisa kenal aku yang sebenarnya"
"genderuwo?"
Seno terdiam lagi, kali ini dia terlihat berfikir keras
"apa yang kamu rasain ke aku, apa yang aku rasain ke kamu semuanya bukan sepenuhnya kebohongan... sayang aku tulus nik, kalau saja aku bisa memilih untuk menjadi manusia biasa akan aku tukar segala hidupku untuk itu tapi aku nggak bisa..."
aku masih diam mencoba mendengarkan Seno
"aku menunggu kamu ratusan tahun untuk apa? untuk menjelaskan semuanya, memangnya kalau suatu hari sebelum kamu kenal aku lalu aku datang didepanmu dan bilang kalau aku adalah bangsa jin yang"
"ngerti Seno, kamu udah pernah jelasin ini sebelumnya tapi apa yang kamu mau dari aku? kamu bahkan gak menua sama sekali, ratusan tahun kamu nunggu aku dan kamu segini segini aja kan? terus apa? aku cinta sama kamu, kamu tau itu tapi apa?"
aku menahan nafasku
"cinta beda agama masih bisa aku tahan Seno, kita udah bukan beda agama lagi kita beda dunia! kamu fikir sampe kapan kita bisa bertahan dengan keadaan kayak gini? kamu fikir berapa kali aku coba bunuh diri supaya aku bisa satu dunia sama kamu hah?"
air mataku mulai mengalir, Seno terlihat marah
"kamu fikir berapa kali aku mencoba menyelamatkan kamu? kamu fikir selama ini aku gak pernah ada didekat kamu? kamu fikir siapa yang nyelametin kamu pas kamu mencoba lompat dari atas bukit didekat rumah orang tua kamu??? kamu masih berfikir aku mau kamu ikut ke dunia aku??"
aku mengingat-ngingat kembali satu mimpi malam itu...
lagi-lagi bayangan itu bukan sekedar mimpi.
"percayalah nik, sebesar apapun keinginanku untuk hidup selama nya bersama kamu... aku gak akan tega membiarkan kamu mati begitu saja meninggalkan duniamu."
nice, kini aku sama sekali tidak berselera makan.
"Nik, sebelum kita berbicara lebih lanjut... kamu mau nggak jalan-jalan sama aku?"
"Jalan jalan?"
Seno mengangguk
"Kemana?"
"Nanti juga kamu tau kok... mau kan?"
Tanpa mendengar jawabanku, Seno menggenggam tanganku dan disini lah kami.
Satu cafe yang aku cukup familiar akan suasananya, kami berada di kota tua.
Indonesische luxe.
Kami tepat berada di pintu masuk loby, membayangkan penjaga, para tamu... dan perempuan belanda yang pernah aku temui disini membuatku seketika bergidik.
Seno tertawa
"Takut?"
Aku menggeleng, kali ini aku merasa aku perlu mengenal Seno yang sesungguhnya.
Kami perlu re-set.
Aku ingin mengenal dirinya sekali lagi.
Terdengar bunyi hpku berdering dari dalam tas
Fabian.
Aku mematikan hp ku dan melangkah kedalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
bercinta kepada malam
RomanceKarnika baru saja tiba di jakarta berniat untuk melanjutkan pendidikan nya, namun dia tidak mengira bahwa ada sosok lain yang mengagguminya sejak lama, memaksanya masuk ke kehidupan yang lain, kehidupan yang dirasa lebih mudah untuk dijalani.