2017
Gedung Utama Kabupaten Malang, Malang
Jeongguk
Iringan gamelan mengakhiri satu sesi menari Jeongguk. Tubuhnya merunduk untuk bisa melepas beberapa aksesori dari atas kepala. Mulai dari topeng kehijauan, mahkotan buatan, dan anting-anting pasangan yang menggantung di telinga. Tari Topeng Malangan masih ia hapal mulai dari awal naik panggung sampai gerakan terakhir ia harus kembali ke balik tirai megah.
"Sampun mantun (Sudah selesai), Mas Bagus?"
Dari balik badan, Jeongguk bisa tahu siapa yang punya suara. Setelah bertatap dengan Mas Mi'un, sopir keluarganya, Jeongguk merunduk sedikit guna memberi hormat ke orang yang lebih tua. "Sampun (Sudah), pak," jawabnya.
"Menawi wonten sing saget dibantu, dipun angsal, nggih. (Siapa tahu ada yang bisa dibantu, tolong tanya, ya.)"
"Matur nuwun (Terimakasih)."
"Sami-sami (Sama-sama)." Pak Mi'un merunduk sebentar sebelum akhirnya hilang ditelan sisi tembok yang jadi sekat antar lorong. Meninggalkan Jeongguk bersama dengan beberapa kawannya yang masih sibuk melucuti satu persatu aksesori dan busana kaki yang ramai.
"Langsung pulang, Gguk?" Salah satu kawannya menyahut. Banyak yang bilang kalau di antara semua anak di sanggar tari, cuma bocah ini yang paling ganteng. "Tidak ikut makan dulu dan mampir di sanggar?" Tanyanya.
Jeongguk menggeleng meski enggan. "Tidak bisa sekarang, EunWoo."
"Hati-hati, kalau begitu."
Tepukan dibahu mengantarkan Jeongguk meninggalkan suasana riyuh kawan-kawannya. Masuk ke dalam mobil dan menikmati lantunan tembang-tembang Jawa yang diputar oleh Pak Mi'un. Meski cuma bersisa beberapa menit, tidak ada salahnya kalau Jeongguk pergi tidur barang sebentar.
...
Ibu nya datang dari dapur beserta dengan dua kakak perempuan nya yang mengekor. Menjinjing nampan berisi hidangan dan satu teko besar air sirup dengan warna kemerahan.
Dalam balutan rok pendek selutut, ibu Jeongguk masih kelihatan muda. Garis halus di wajahnya justru menambah kesan pekerja keras dan membuat wanita itu lebih anggun, pemberani. Sedari awal memang sifatnya tidak berubah. Seorang perempuan tegas yang berhasil membesarkan dua orang anak gadisnya yang masing-masing bergelar Rara. Tidak menampik pula kalau Jeongguk juga tidak sengaja mendapat gelar Raden Bagus.
"Jeongguk!" Kakak sulungnya berhambur setelah berhasil mendaratkan satu mangkuk sayur sop di atas meja makan. Memeluk adik bungsunya dengan gemas karena Jeongguk memang jarang pulang karena sudah betah ada di kamar kos nya. "Bagaimana nari nya? Sukses?" Tanyanya.
"Sukses." Jeongguk mengangguk. Sedikit merunduk untuk memberi hormat pada ibunya yang sudah sampai di ruang makan. "Sugeng sonten (selamat sore), bu, mbak," sapanya.
"Sugeng rawuh (selamat datang), Jeongguk." Berbanding terbalik dengan kakak sulungnya, kakak keduanya kelihatan lebih kalem. Surainya yang panjang digelung rapi supaya tidak menghalangi aktifitasnya yang bisa dibilang padat. "Benar-benar mau diserahkan ke Jeongguk, bu?"
Ibunya mengangguk. Senyum manis tidak kunjung hilang dari wajahnya waktu bertatap dengan sang putra kesayangan. "Jeongguk, duduk di ruang tamu dulu. Ibu mau ngomong, sebentar."
Jeongguk cuma mengangguk. Pasrah diseret kakak sulungnya ke ruang tamu dan didudukkan di samping nya. Seakan tidak mau lepas dari adik bungsu nya barang sebentar saja. Tidak pernah pula Jeongguk melontarkan protes. Semata-mata sudah terbiasa dengan sikap dan sifat kakak pertama nya yang tidak terduga, kadang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baskara [kookmin]
Fanfiction[ COMPLETE ] : KookMin [ Sudah dibukukan ] Indonesian Mythology Fanfiction Jimin ingat, kawan sekamarnya cuma satu dan sekarang sedang tidur nyenyak di dalam kamar kos nya. Tapi kenapa Jeongguk selalu muncul di saat Jimin sedang senggang? Sifat yang...