3 : Selembar Kertas yang Tidak Disobek Rapi

769 179 37
                                    


Jeongguk

Jeongguk mengenal kata Maha Patih. Sosok yang dipercaya oleh seorang Raja untuk ada di sisinya dan membantu Kerajaan supaya bisa lebih baik. Darah ningrat di dalam badan juga diberkahi kelebihan. Dimana ia bisa membedakan aroma seseorang yang berkaitan dengan Singasari atau Kerajaan turunannya, Majapahit.

Satu-satunya orang yang masih ada kaitannya dengan Singasari tapi tidak mendapat gelar keningratan adalah sosok NamJoon, kawan mulai ia masih ada di bangku sekolah menengah pertama sampai sekarang. Laki-laki yang kelihatan garang dan selalu menempati posisi wakil ketua kelas dengan Jeongguk yang jadi korban sebagai ketuanya. Dipaksa teman sekelas dengan alasan kalau Jeongguk ganteng dan bisa memikat hati guru. Aneh.

"Jadi.." NamJoon memulai obrolan, "kamu tidak tahu dimana arca Dwarapala itu? Tidak sama sekali?"

Gelengan ditujukan Jeongguk sebagai jawaban disela berpikir. Melupakan fakta kalau ia duduk di salah satu bangku yang ada di tengah café penuh orang.

"Bahkan baunya?"

Kembali Jeongguk menggeleng. "Kalau aku tahu, aku sudah kejar sampai dapat."

"Bahkan sudah dua tahun." Secangkir latte ditengguk lawan bicara nya pelan-pelan. "Tapi kamu pasti punya kandidat yang jadi tersangka, kan, Raden Bagus?"

"Tersangka ada, yang bisa membantu, juga ada."

"Kalau tersangkanya?"

"Maha Patih Majapahit."

"Yakin betul?"

Jeongguk mengangguk mantap. "Cuma masalahnya, mau dibawa kemana."

"Dunia yang cuma turunan Raja Jawa, yang bisa masuk." NamJoon menjuk-nunjuk seperti Jeongguk adalah tersangka, di kasus ini. "Ken Arok digulingkan dan kamu juga tahu, kan, Raja terakhirnya. Mati karena kudeta." NamJoon menyandarkan punggung ke kursi. Setelan kemeja berlengan panjang dengan warna kelabu dan celana kain hitam, membuatnya jadi seperti pekerja kantoran yang cuti tanpa bilang. "Tapi walaupun wangsanya beda, Raden Wijaya juga aslinya dari Singasari. Sekarang, kamu menuduh Patih nya curang dan main belakang."

Jeongguk tidak menjawab langsung. Semata-mata diam dan berpikir karena bukan ia yang menyebabkan Singasari dan Majapahit ada di keadaan tidak enak, begini. "Kamu mau tahu, apa yang mereka pikirkan?" Tanyanya.

"Tidak."

"Menghapus nama Singasari dan menghilangkan jejaknya."

"Alasannya?"

"Sudah banyak darah tumpah karena Raja Pertama nya yang dikutuk Mpu Gandring. Kejadian waktu dia minta keris nya buat bunuh Tunggul Ametung," kata Jeongguk. "Aku tahu persis apa yang Taehyung pikirkan. Kalau Singasari bergabung di bawah nama Majapahit, sejarah kelam bisa mudah dihapus."

"Kan, masih ada Pararaton?"

"Aku masih belum ketemu dengan yang bawa Kitab itu."

NamJoon mengerjap-ngerjap tidak percaya. "Dua tahu ini?" Tanyanya penuh penekanan. "Kemana saja kamu? Kalau kamu punya Pararaton, kamu bisa ambil arca itu dengan mudah."

"Dan sejarah tidak jadi dibelokkan?" Jeongguk setengah mendengus. "Kitab Pararaton banyak tidak dipercaya orang karena isinya cuma magis."

"Tapi kamu bukti magisnya."

"Jadi kedengaran seperti pesulap."

NamJoon terpingkal-pingkal. "Terus, sekarang." Ia mencoba mengalihkan pembicaraan. "Apa rencana kamu?"

Baskara [kookmin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang