43 : Ia yang Seharusnya Menanggung Dosa

417 105 7
                                    


Irene

Sengaja memang Irene bawa Gandiwa yang punya tinggi hampir sepertinya. Melintang dari pundak sampai ke pinggang. Lengkap beserta beberapa busur yang pada tempatnya. Tidak perlu pakai wujud seperti waktu ada di Singasari. Yang dibutuhkan cuma kehadiran orang yang punya dan pusaka legendaris yang menyertai. Berguna untuk menunjang ingatan Jimin yang sekarang duduk manis di atas rerumputan, samping sungai.

"Gandiwa, ya, mbak?" tanya pemuda yang bertugas untuk membawa Pararaton itu. "Sepasang sama Pasopati." Senyum polos menjadikan sosoknya seperti orang yang tidak punya dosa.

"Sudah ingat?" Irene berjaga-jaga. Bisa saja Jimin cuma sekadar diberitahu oleh Jeongguk dan bukan berasal dari ingatannya yang asli.

"Ingat."

Busur yang masih melintang, diangkat Irene supaya bisa lepas dari tubuh. Disodorkan pada Jimin supaya anak itu bisa pegang dan merasakan sendiri pusaka yang dibagikan olehnya ke orang-orang yang pantas. "Sudah ingat juga, gimana aku dan Raden Mas SeokJin dapatnya?"

Kali ini, Jimin menggeleng. Tanda kalau tidak tahu. "Ndak ingat. Aku cuma tahu waktu kasih Pasopati ke Raden Mas SeokJin dan Gandiwa nya ke mbak." Dari suara itu Irene bisa tahu, pemuda ini yang paling terpukul. Dari semua awak yang berkumpul disini, Jimin yang paling tidak tahu. Menjadi seseorang yang tidak kenal apa-apa memang lumayan mengerikan.

"Ya, ndak papa." Irene mencoba menghibur. "Semoga, habis ini, ingat."

Setelah ini. Sehabis Jimin diposisikan di trauma terbesar yang berhasil menghapus ingatannya. Irene lebih suka menyebutkan kalau semua yang berkaitan dengan Jeongguk bukan dihapus dari anak ini, melainkan dimasukkan di dalam kotak dan Ibunda Jimin kelupaan dimana menaruh kuncinya. Memori yang berupa gas, jadi merembes keluar sedikit demi sedikit. Tidak sepenuhnya. Yang bisa dilakukan memang cuma menghancurkan kotak peti nya dan membiarkan gas itu memenuhi ruang ingatan Jimin. Mencari-cari sendiri pintu untuk masuk ke dalam kejadian-kejadian seperti sedia kala.

Satu lengan ditahan oleh Raden Mas Taehyung yang membantu tubuh Jimin untuk masuk ke aliran sungai. Seolah sesuatu mengerikan menanti siapa saja di dalam genangan air.

"Kalau sudah ndak bisa melawan arusnya, kamu panggil aku atau Jeongguk," kata Taehyung. Beruntungnya pemuda itu bisa punya kekasih yang tidak gampang cemburu. YoonGi kelihatan kalem-kalem saja. Melihat dari jauh sambil masih fokus menanti apa kiranya yang bakal terjadi.

"Iya," jawab Jimin sekenanya. Lebih sibuk mencari-cari tapakan kaki yang bisa menunjang tubuhnya supaya tidak langsung larut dengan arus. "Terus apa lagi? Cuma tenggelam saja?"

Jeongguk menoleh untuk memastikan sesuatu di balik tubuhnya. Membuat pasang mata jadi tergelitik untuk mewanti-wanti. Apa pula yang tengah ditunggu pemuda ini.


Jeongguk

Bukan setan sesungguhnya yang Jeongguk panggil tapi cukup bisa membuat beberapa orang berjengit saking kagetnya. Melihat sosok perempuan cantik yang pakai gaun kemerahan. Menjulang sampai ke tanah. Menyala di antara banyaknya orang yang cuma pakai baju seadanya. Kebanyakan memang baru saja bangun dari tidur dan malas berganti.

Mungkin cuma Jimin seorang yang tidak mengenali wujud perempuan cantik bergaun merah itu. Berkulit pucat dan punya rona pipi merata. Dari jauh maupun dekat, tidak ada aura negatif yang keluar. Semata-mata karena yang mengambil wujud adalah satu dari beberapa peliharaan Jeongguk yang ada.

"Kamu ingat dia?" tanya Jeongguk. "Dia yang jadi faktor utama kamu dibikin lupa."

"Dia?" Telunjuk Jimin menuding. Wajahnya sudah hampir dimakan amarah sebelum Jeongguk menggeleng. "Bukan? Terus?"

Baskara [kookmin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang