SeokJin
Kepentingan pekerjaan sudah tidak diindahkan Seokjin. Sambungan telfon dari Hoseok membuatnya kalang-kabut. Tidak mau membuang waktu untuk ada di rumah sakit lebih lama. Cepat-cepan pulang ke Mojokerto dan menemui adik laki-laki nya yang sudah diam di atas sofa ruang tamu. Termenung seperti baru dipecat dari kantor tempatnya kerja.
"Piye (Bagaimana (keadaan)) Chaeyoung?" tanya SeokJin. Tidak peduli kalau mendorong sisi pintu terlalu keras dan menyebabkan bunyi hantaman kayu dengan tembok. "Kok, isa? Awakmu ndek endi, kok, gak ngerti lek adikmu dewean nang Lawang? Koen nang ndi, cok? (Kok, bisa? Kamu dimana, kok, tidak tahu kalau adikmu sendirian ke Lawang? Kamu dimana, cok (mengumpat))"
Taehyung diam saja. Entah karena tidak mau menjawab atau masih belum bisa memproses. Tubuhnya makin merunduk. Kedua tangannya mulai mengusap-usap wajah tanda kalau frustrasi.
"Untung arek iku gak ketemu ambek sing nggowo Gandiwa. (Untung anak itu tidak ketemu dengan yang bawa Gandiwa.)"
"Tambah ruwet (Semakin rumit)," bisik Taehyung, "Padahal rencanaku tidak sampai begini."
"Rencanamu dari awal yang mau menghilangkan Singasari saja sudah kacau." SeokJin jadi terpancing. "Harusnya kamu sudah siap dengan konsekuensinya. Kamu kenal Jeongguk. Kamu juga tahu orangnya gimana. Mercon itu, kamu nyalakan tapi tidak mau merconnya meledak. Ya, kamu itu."
"Tapi aku sudah minta tolong Jimin buat menahan Jeongguk biar tidak menyerang balik."
"Kejadiannya setelah ini," sanggah SeokJin. Meski tidak tega juga melihat adik laki-laki nya jadi kelabakan seperti tidak punya pegangan, ia tetap harus melanjutkan. Ia yang tertua disini. "Alasanmu buat Singasari saja ndak masuk akal. Aku, kan, sudah bilang."
"Aku cuma mau berpegang ke Negarakertagama," jawab Taehyung tidak mau kalah. Yakin betul kalau alasannya logis dan pantas diperjuangkan. "Kalau masih ada Pararaton apalagi jejak Singasari, bakal muncul perselisihan lagi."
"Ndak ada habisnya." SeokJin juga agaknya tidak mau menyerah. "Iling (Ingat), kamu itu manusia. Kemampuan kita terbatas. Biarkan apa yang sudah terjadi. Aku sudah bilang berkali-kali," tambahnya, "fokus ke masalah inti, Taehyung. YoonGi saja belum ketemu, kamu mau nimbun Pararaton juga. Negarakertagama mu itu, lho, belum lengkap."
Taehyung menghela napas panjang. Seperti sudah lelah seharian bekerja. "Chaeyoung masih di Rumah Sakit Kartini. Jangan ditemui dulu," pintanya. Mungkin setengah mengalihkan pembicaraan supaya tidak melulu menyalah-nyalahkan. "Aku mau ke Wilwatirta (Bahasa Sansekerta dari Majapahit)."
"Mau ngapain kamu disana?"
"Ndak ada gunanya aku disni. Mas saja yang jaga Chaeyoung." Pemuda tinggi itu beranjak dari sofa. "Biar aku bikin rencana."
"Ajak Hoseok juga. Saran dari dia berguna."
"Dia sudah duluan ke sana."
Jimin
Kembaran Jeongguk datang dengan membawa selembar kertas yang bertulis Balai Kota tanpa keterangan waktu. Membuat Jimin jadi ragu harus mengambilnya kapan.
Menyejajarkan kepercayaan klenik yang baru-baru ini ia kuasai dengan pengalamannya beberapa tahun jadi perawat, masih sukar. Kadang ingin rasanya menyanggah dokter atau bahkan terbesit pikiran kalau apa yang dikatakan Jeongguk tidak masuk akal. Meski ia sendiri cukup tahu kalau dua-duanya, tidak ada yang bisa disalahkan. Keduanya punya ilmu dasar yang melandasi setiap pergerakan. Kalau dipikir, Irene ternyata punya kuasa lebih dengan kemampuan kontrol luar biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baskara [kookmin]
Fanfic[ COMPLETE ] : KookMin [ Sudah dibukukan ] Indonesian Mythology Fanfiction Jimin ingat, kawan sekamarnya cuma satu dan sekarang sedang tidur nyenyak di dalam kamar kos nya. Tapi kenapa Jeongguk selalu muncul di saat Jimin sedang senggang? Sifat yang...