41 : Marah atau Murka

444 115 24
                                    


Taehyung

Tumpukan album foto sudah diobrak-abrik. Mencari-cari dimana kiranya ia letakkan sekumpulan hasil jepret yang sudah dicetak. Berisi banyak foto Taehyung yang bersanding berdua dengan Jimin dan Raden Bagus.

"Cari apa, sih, mas?" Chaeyoung datang dari kamar. Masih pakai kaos oblong dan celana pendek. Garuk-garuk rambut yang masih berantakan pula. Mungkin baru saja bangun dari tidur siang. "Kok, sampai ambil album yang ada di atas sendiri. Susah mengembalikannya, nanti."

"Lagi cari fotoku yang bareng sama Jeongguk dan Jimin." Taehyung menjawab ala kadar nya. Kedua tangan nya masih sibuk membolak-balik setiap album yang ada. Mulai dari yang kecil sampai ke paling besar. "Dimana, ya? Kayaknya ada yang ditaruh di satu album begitu."

"Mau buat apa?"

"Ingat Jimin, kan, kamu?"

"Ya, ingat, lah. Wong dia yang bawa Pararaton. Bagaimana, sih?" Tubuh Chaeyoung berjongkok di samping kakak lelaki nya. Manik mata nya ikut berpendar ke album foto yang berserakan. "Dia bukannya ndak ingat sama Raden Bagus? Buat apa cari foto kalian?" Jemarinya membenahi kekacuan yang disebabkan kakak tengah nya. Menumpuk beberapa buku album yang kiranya sudah selesai dicek.

"Dia mau kalau memorinya balik."

"Semuanya? Ndak mau pelan-pelan dulu?"

"Sudah ingat sampai Jeongguk dapat Jamus Kalimasada. Sebentar lagi juga ingat," kilah Raden Mas. Surainya yang sudah panjang mungkin mulai menghalangi. Ia tarik karet rambut yang entah sudah berapa kali putus dan disambung lagi, di dalam saku. Mengikat rambutnya rendah supaya tidak mengganggu. "Tolong carikan juga, ya, Chae. Nanti, aku belikan jajan yang banyak."

"Bukannya bakal jadi trauma, ya, kalau sampai dia ingat yang di sungai itu?"

"Jimin sudah besar. Dia bisa handle masalahnya sendiri."

"Asem. Ngomongmu koyok bener ae (Ngomongmu seperti orang benar saja)." SeokJin tidak kedengaran langkahnya. Tiba-tiba masuk ke obrolan sambil menjinjing satu gelas air putih. Ditenggak pelan-pelan supaya tidak tersedak. "Kalau mau kembalikan memori Jimin, ya, harusnya aku sama Rara Irene ikut. Buat bisa dapat Pasopati, kan, aku harus duel sama mbak Raden Bagus."

"Ha? Kok, aku ndak tahu?" Chaeyoung tidak terima. "Duel gimana?"

"Ya, kejar-kejaran," jawab SeokJin, "yang jadi penengah, si Jimin itu. Dia yang menentukan siapa yang berhak bawa ini dan itu." SeokJin duduk di sofa dan tidak ada tendensi membantu sama sekali. "Kamu ndak tahu karena kamu masih kecil, Chae. Masih digendong sama ibunya Jeongguk, waktu itu."

Chaeyoung manggut-manggut meski bibirnya masih manyun. Tanda kalau ia masih tidak terima tidak diikutkan di aktifitas bersejarah keluarga. "Mas Taehyung mau berencana buat kasih album fotonya biar memori Jimin kembali, begitu? Pakai foto? Memangnya bisa?"

"Kan, kalau ndak dicoba, ya, tidak tahu hasilnya, Chae." Taehyung menyerah. Ia duduk bersila di atas karpet. Gerah dengan rambutnya sendiri dan mulai mengipas-ngipas leher pakai tangan. "Kalau kamu jadi Jeongguk, kamu marah, tidak, sama Jimin?"

"Marah nya yang bagaimana dulu maksudnya?"

"Ya, marah karena kamu dilupakan padahal bukan kehendak Jeongguk dan Jimin sendiri."

"Memangnya kenapa, kok, dilupakan? Pastinya ada alasannya, kan?"

"Ada," sambar SeokJin, "tapi kalau kamu ada di posisi Jeongguk, gimana, cah ayu? Marah atau murka?"

Baskara [kookmin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang