40 : Juri

391 119 32
                                    


Jeongguk

Berkat bantuan Taehyung yang ikut mampir ke Omah Turen, tugas Jeongguk jadi sedikit terbantu. Raden Mas menunjukkan beberapa titik yang menurutnya berpengaruh untuk bisa memunculkan memori terkuat yang bisa didapat otak saudara jauh nya. Mulai dari bermain layangan sampai sore, berputar-putar di wilayah rumah guna menjelaskan sesuatu yang menyangkut Jeongguk di dalamnya, sampai ke bagaimana posisi ketiganya kalau tidur bersama akibat kasur yang tidak muat tapi memaksa.

"Ada yang kamu ingat?" Taehyung bersedekap dada. Berdiri mengintai di samping satu pohon rambutan yang belum dikerumuni semut. Memperhatikan Jimin yang baru saja muncul dari salah satu batang tebal yang ada. "Disini pertama kali kamu ketemu sama Jeongguk."

"Kalau pertama kali ketemu, aku ndak ingat," kata kekasih Raden Bagus. Membuat Jeongguk jadi berasumsi kalau Jimin pasti mengingat hal lain. Bisa saja situasi yang sama dengan waktu yang berbeda. "Ada satu yang samar-samar."

"Yang mana?"

"Waktu ada anak kecil yang membawa gulungan kertas seperti punya kamu, Jeongguk." Jimin mendongak setelah beberapa detik memperhatikan pelataran tanah berumput. "Jamus Kalimasada, kan, namanya?"

Telapak Jeongguk menengadah ke udara. Tidak usah terlalu tinggi. Percik-percik keunguan melayang melawan gravitasi. Memunculkan satu gulungan dari balik asap-asap. Mirip seperti pemain sulap. "Yang begini?" tanyanya.

"Iya, yang begitu!" seru Jimin semangat.

"Terus rupa anaknya bagaimana? Kelihatan?"

"Kelihatan, sih." Jimin kedengaran ragu. Telunjuknya menggaruk-garuk pipi yang mungkin juga tidak gatal-gatal amat. "Tapi mukanya ndak ada."

Jeongguk mengerjap-ngerjap bingung. Saling melempar pandang pada Raden Mas yang juga mengernyit heran. Satu peliharaan gaibnya ia panggil guna mempermudah urusan kali ini. Mewujud Jeongguk yang masih berumur sekitar enam tahun. Bersurai sepunggung dan punya poni yang dipangkas rapi.

"Ganteng sekali. Anak siapa?" Jimin berjongkok. Sudah bersiap untuk menerima bocah kecil itu di dalam pelukan dan segera digendong.

"Itu bentuk Jeongguk waktu masih kecil," ujar Taehyung.

"Kamu, kan, bilang kalau dia ndak ada mukanya." Jeongguk menunjuk bocah kecil di samping nya pakai dagu. Susunan wajah yang awalnya mirip seperti Jeongguk kecil jadi hilang. Masuk ke pusaran kecil di tengah hidung dan mengaburkan seluruhnya pakai warna kulit. "Muka rata, begini?" tanyanya.

"Astaghfirullah!" Alih-alih lari dan sembunyi, Jimin melompat tinggi dan melingkarkan lengan di leher sang kekasih. Mendaratkan badannya di atas gendongan. Jeongguk berterimakasih pada reflek tubuhnya yang lumayan cepat. Menangkap pemuda manis itu supaya tidak jatuh. "Jeongguk!" pekik Jimin lagi.

Bukan cuma Jeongguk yang membelalak kaget. Taehyung yang bersedekap dada juga punya posisi siaga seperti baru melihat singa. Kuda-kuda tubuhnya mirip orang yang hendak bertarung dengan kedua lengan yang bergerak-gerak. Jeongguk pernah lihat beberapa kali waktu mereka tengkar.

"Jamput! Tak kiro ono opo. Ancene arek gendeng! (Aku kira ada apa. Memang anak gila)" suara Taehyung lantang seperti orang yang tidak terima dengan situasinya yang dibuat kaget padahal tidak ada apa-apa.

"Gak mek koen tok sing kaget, blok (Bukan cuma kamu saja yang kaget, (go)blok)!" Jimin mengikuti. Kalau begini, mereka kelihatan seperti keluarga sungguhan. Saling olok dan tidak mau kalah. "Kamu, sih, Gguk," racau Jimin walaupun tidak kunjung mau turun juga dari gendongan.

Baskara [kookmin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang