Pagi ini Tooru kembali menjalani harinya seperti biasa. Hari yang penuh kegalauan lainnya.
"Masih 152 hari lagi..."pikir Tooru
Ia kini bahkan duduk sejenak ditangga membuat para pelayan kebingungan menatapnya.
"Mengapa masih 152? Bukankah 12 hari sudah berlalu?"tanya Tooru pada dirinya sendiri.
Ia kini bahkan menghitung tanggal sejak Hayase meninggalkannya hingga hari ini.
"140 hari lagi"ujar Tooru pelan
"Apa yang kau lakukan disini?"tanya sang ayah
"Menghitung hari"
"Tooru..bisa saja Hayase butuh setahun seminggu untuk bertemu denganmu"
"Kalau begitu aku akan bunuh diri"
"Aa..a..yah bercanda"ujar sang ayah sambil terkekeh.
"Aku sedang tidak bercanda"ujar Tooru pelan
"Baiklah. Hari ini , bukankah kau akam membantu orang-orang marketing ?"tanya sang ayah
"Aku memiliki 4 pemotretan hari ini dan kelas malam"ujar Tooru.
"Maaf Ayah membuatmu kelelahan"
"Aku hanya ingin membantu...apa yang bisa kubantu. Hari ini ulang tahun Ren... Aku bisa mati jika hanya duduk disini ... Aku bahkan tidak bisa melihatnya"ujar Tooru sembari menunduk dan memukuli kepalanya sendiri karena ia ingin menangis.
"Jangan jadi pria cengeng...
"Sakit..."ujar Tooru
"Mengapa kau tidak membelikannya sebuah hadiah?"
"Aku bahkan tidak tahu seperti apa putraku saat ini"ujar Tooru sembari menghembuskam nafasnya dan masuk duluan ke dalam mobil.
"Hmmm... Mungkin ia butuh sedikit bantuan Hayase-kun" pikir Shohei sambil menyusul putranya masuk ke dalam mobil.
Sepanjang perjalanan Tooru hanya termenung menatap mobil-mobil lainnya diluar sana hingga getaran ponselnya menyadarkannya.
Tooru nampaknya mengerutkan keningnya menatap nama Hayase di layar ponselnya itu.
Tanpa banyak basi-basi lagi, ia pun pun langsung saja membuka pesan itu.
"Awoo..papa?...awo!!"
"Ng! mama! Ini yen!! Bukan papa!" Jerit bocah itu.
Video singkat itu nampaknya membuat ekspresi Tooru bercampur aduk tak karuan saat ini.
Beberapa saat kemudian, ia tertawa terbahak-bahak mengejutkan sopir disampingnya dan sang ayah di kursi belakang mobil itu.
"Tooru..
"Ia marah pada Ibunya karena wajahnya sendiri yang muncul di layar"ujar Tooru sambil mengusap air mata disudut matanya
Ia bahkan memutarnya berkali-kali, menangis bahkan tertawa seperti orang gila.
"Sesaknya dadaku saat ini... penyesalanku sama sekali tak ada habisnya...dan... sama sekali tidak berguna..."
"Tooru... kau ada pemotretan hari ini"ujar sang ayah memperingatkannya
Tooru menghembuskan nafasnya sejenak dan kemudian mematikan ponsel itu.
"Padahal aku berharap Ren memukul ponselnya hingga terjatuh dan menyorot wajah ibunya... aku sangat merindukannya"pikir Tooru sambil tersenyum sendiri.
.
.
.
Sore itu ketika Tooru menyelesaikan pekerjaannya, ia pun bernapas lega karena kelasnya baru saja dibatalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TO BE LOVED
RomanceKariya Hayase (Ω) putra seorang politisi ternama dinegerinya. Ia hidup dibawah aturan yang begitu ketat,hingga tidak begitu familiar dengan dunia luar. Hingga pada suatu waktu Sekolahnya yang merupakan langganan juara Nasional Baseball itu mengharus...