Yang hilang telah kembali

69 7 0
                                    

Waktu terbaik untuk over thingking adalah saat malam hari menjelang waktu tidur.

Jidan masih kuliah begitupun dengan aku. Aku tidak mungkin minta uang ke Mama atau Papa karena aku sudah menikah. Kalaupun aku sanggup, aku tahu Papa sedang memulihkan keuangannya sendiri. Jika aku minta ke Jidan, ia belum kerja. Selama ini hidupnya masih ditanggung oleh Papanya. Apa aku juga akan ikut menjadi beban baru buat papanya?

Ya, aku harus kerja untuk menanggung biaya hidupku dan kuliahku. Terutama pelunasan hutangku ke Reta.

Lalu untuk pinjaman Papa ke Papanya Jidan yang jumlahnya milyaran itu, aku harus nyari kerja tambahan. Aku sudah terjebak dalam pernikahan tanpa cinta dengan Jidan. Baik aku atau Jidan sama - sama tidak ada yang diuntungkan.

Papanya Jidan menikahkan Jidan denganku supaya aku bisa meredam emosi Jidan dan menghentikan Jidan mencari tahu siapa pelakor yang merusak keluarganya. Papa bersedia menikahkanku dengan Jidan supaya Papa bisa melunasi hutangnya yang dipakai untuk judi online. Masalahku sudah selesai. Papa baikan dengan Mama dan tidak lagi bermain judi. Perusahaan Papa juga sudah mulai stabil. Papa juga sudah melunasi tunggakan gaji karyawan. Tapi... Untuk masalah Jidan jujur aku bingung. Aku belum mengenal Jidan sepenuhnya. Bahkan aku sulit melunakkan hatinya yang keras.

Merasa haus, akhirnya aku turun kebawah untuk mengambil minum. Saat aku keluar kamar, terlihat lampu kamar Jidan masih menyala. Padahal Jidan terbiasa tidur tanpa lampu. Aku menemukan pengharum ruangan di depan kamarnya.

Apa Jidan nggak suka dengan aromanya?

Ku buka pintu kamar Jidan pelan - pelan agar tidak membangunkan Jidan. Kalau sampai bangun, Jidan pasti marah besar karena aku berani masuk ke dalam kamarnya. Jendela kamar Jidan juga masih terbuka lebar. Akhirnya ku tutup jendala kamarnya dan ku turunkan suhu ACnya.

Aneh bukan?? Nyalakan AC tapi jendelanya terbuka. Kalau tidak aneh dan menyebalkan bukan Akbar Jidan Baihaqi namanya.

"Ra"

Tunggu. Langkah ku terhenti di ambang pintu. Apa Jidan yang barusan memanggilku? Jika benar Jidan pasti ia akan mengamuk.

Aku menoleh ke sumber suara.

"Aku nggak ngapa - ngapain kok. Serius. Cuma nutup jendela sama nurunin suhu AC"

"Gue lapar Ra" tutur Jidan

Aku keluar dari kamarnya. Disusul oleh Jidan.

"Gue lapar kok lo mau tidur?!" protes Jidan

"Siapa yang mau berangkat tidur? Ini aku mau ke dapur. Dapur ada di bawah bukan?" jelas ku

"Gue kira lo ngebiarin gue kelaparan terus nyuruh gue keluar buat nyari makan malam - malam"

Kami turun bersama - sama. Ketika sudah berada di bawah, langkah kami terhenti sebelum masuk dapur. Pintu belakang terbuka. Aku dan Jidan saling memandang.

"Sebelum tidur tadi, lo udah kunci semua pintu dan jendela? Gerbang depan juga udah lo kunci?" bisik Jidan

"Udah, semuanya udah aku kunci"

"Lo stay di belakang gue! Kita lihat" pinta Jidan.

Tanpa sadar tangan Jidan menggenggam tanganku.

Tidak ada siapapun di bawah. Saat Jidan akan menutup pintu. Kami melihat Mama ada di pinggir kolam. Kamipun berlari ke arah Mama.

Jidan melepaskan tanganku saat menyadarinya.

Secret WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang